Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
10, Oktober 2022
PENGARUH PENDAMPINGAN PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP GAYA HIDUP TERKAIT PENCEGAHAN RISIKO HIPERTENSI PADA
REMAJA DI SMA DEPOK
Suryati, Bara Miradwiyana, Uun Nurulhuda, Kamsatun
Poltekkes Kemenkes Jakarta 1, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Gaya hidup
dalam penelitian ini ditujukan pada remaja merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kehidupan manusia, khususnya pada remaja yang
memungkinkan berisiko hipertensi. Gaya hidup remaja akan mempengaruhi kejadian
hipertensi antara lain mengkonsumsi garam berlebihan, mengkonsumsi alkohol,
mengkonsumsi kopi/ kafein, kebiasaan merokok, kebiasaan kurang beraktifitas
fisik dan stress. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model
pendampingan pendidikan kesehatan terhadap gaya hidup terkait pencegahan risiko hipertensi pada remaja di SMA. Desain
penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen, dengan tujuan melihat
pengaruh model pendampingan melalui
pelatihan dan dengan menggunakan modul dalam
meningkatkan pengetahuan. Pemberian pelatihan dan modul
pada responden untuk kelompok intervensi dan kelompok Kontrol dengan
modul. Peneliti
menggunakan pre test dan post test design
with control group, Hasil penelitian Analisa karakteristik remaja adalah jenis kelamin
didominasi perempuan pada kelompok non intervensi, laki-laki pada kelompok intervensi, status sosial ekonomi pada kelompok non intervensi dan kelompok intervensi sama sedang, riwayat hipertensi baik pada kelompok non intervensi dan kelompok intervensi tidak ada riwayat
hipertensi dan risiko hipertensi baik pada kelompok non intervensi dan kelompok intervensi tidak ada risiko
hipertensi. Pengetahuan responden diperoleh data p-value atau
hasil signifikansi ˂ 0,05.
Kesimpulan: terdapat hubungan bermakna antara karakteristik remaja dengan pengetahuan tentang tentang gaya
hidup dimana perlakuan yang diberikan untuk kelompok non-intervensi hanya dibekali modul dan kelompok intervensi dibekali pendampingan pendidikan kesehatan dan modul sehingga terdapat hasil yang berbeda sehingga untuk merubah gaya
hidup perlu dibekali pendampingan pendidikan kesehatan yang sama dengan kelompok
intervensi sehingga ada perubahan gaya
hidup setelah diberikan pendampingan pendidikan kesehatan. Saran: Untuk Sekolah sebagai
sumber pengetahuan utama bagi remaja, dapat berkolaborasi dengan pihak Puskesmas untuk mengadakan penyuluhan kesehatan terkait
hipertensi beserta pencegahannya dan gaya hidup sehingga dapat mempertahankan dan meningkatkan
lagi pengetahuan dan kesadaran terkait pencegahan hipertensi. Puskesmas dapat
bekerjasama dengan
sekolah dan posyandu dalam memberikan penyuluhan terkait hipertensi serta
melakukan monitoring tekanan darah remaja secara
teratur
dan gaya hidup
Remaja dapat menerapkan gaya hidup yang sehat terutama berkaitan dengan
pencegahan
risiko hipertensi seperti rutin berolahraga, beraktivitas
fisik , mengkonsumsi sayur dan buah serta dapat lebih aktif dalam
menghadiri kegiatan posyandu remaja dan rutin untuk melakukan pengecekan
tekanan darah terutama bagi remaja yang memiliki riwayat hipertensi pada
keluarga.
Kata Kunci: gaya hidup; hipertensi; dan pendidikan
kesehatan
Abstract
Lifestyle in this study aimed at adolescents is an important factor that
affects human life, especially in adolescents who may be at risk of
hypertension. Adolescent lifestyle will affect the incidence of hypertension,
among others, consuming excessive salt, consuming alcohol, consuming
coffee/caffeine, smoking habits, habits of lack of physical activity and
stress. This study aims to determine the effect of the health education
mentoring model on lifestyle related to preventing the risk of hypertension in adolescents
in high school. This research design uses a quasi-experimental design, with the
aim of seeing the effect of the mentoring model through training and by using
modules in increasing knowledge. Providing training and modules to respondents
for the intervention group and the control group with modules. Researchers used
a pre test and post test
design with control group. The results of the analysis of the characteristics
of adolescents were that the gender was dominated by women in the
non-intervention group, men in the intervention group, socioeconomic status in
the non-intervention group and the intervention group were the same as
moderate, history of hypertension was good. in the non-intervention group and
the intervention group there was no history of hypertension and the risk of
hypertension in both the non-intervention group and the intervention group had
no risk of hypertension. Knowledge of respondents obtained p-value data or
results of significance < 0.05. Conclusion: there is a significant relationship
between adolescent characteristics and knowledge about lifestyle where the
treatment given to the non-intervention group is only provided with modules and
the intervention group is provided with health education assistance and modules
so that there are different results so that to change lifestyles it is
necessary to provide health education assistance. the same as the intervention
group so that there is a change in lifestyle after being given health education
assistance. Suggestion: For schools as the main source of knowledge for
adolescents, they can collaborate with the Puskesmas
to hold health education related to hypertension and its prevention and
lifestyle so that they can maintain and increase knowledge and awareness
related to hypertension prevention. Puskesmas can
cooperate with schools and posyandu in providing
counseling related to hypertension as well as monitoring adolescent blood
pressure regularly and lifestyle. Adolescents can adopt a healthy lifestyle,
especially with regard to preventing the risk of hypertension such as routine
exercise, physical activity, consuming vegetables and fruit and can be more
active in attending youth posyandu activities and
routinely checking blood pressure, especially for adolescents who have a family
history of hypertension.
Keywords:
lifestyle;
hypertension; and health education
Pendahuluan
Masa remaja merupakan salah satu
tahapan perkembangan dalam kehidupan individu ditandai ciri-ciri pencarian
identitas diri, transisi, dengan usia antara 13 tahun sampai 16 tahun atau
biasa disebut usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana terjadi adanya
perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis maupun sosial (Hurlock, 2010). Remaja melaksanakan hubungan
akrab dengan teman sebaya, dibanding orangtua dan menjalani perubahan tiba-tiba
baik aspek fisik, psikologis, seksual, kognitif, sosial. Beberapa ciri yang
terjadi remaja seperti telah disebutkan dapat menimbulkan kesulitan dan masalah
bagi remaja yang mengalaminya (Hurlock,2010).
Remaja menurut Monks, dkk (1999) membagi
masa remaja menjadi empat bagian, yaitu: 1. masa praremaja atau prapubertas
(10-12 tahun), 2. masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), 3. masa remaja
tengah (15-18 tahun), 4. masa remaja akhir (18-21 tahun). Masa remaja mengalami
perubahan fisik, psikis dan sosial yang pesat dan berbeda dari sebelumnya
sehingga dimungkinkan remaja mengalami masa krisis ditandai dengan
kecenderungan munculnya perilaku menyimpang, (Dariyo, 2007). Salah satu masalah yang dapat timbul
akibat perkembangan jaman adalah gaya hidup tidak sehat yang dapat memicu
munculnya penyakit degeneratif, yang salah satunya adalah hipertensi. Menurut Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) hipertensi ditandai
dengan tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan
sesuai derajat keparahannya.
Tekanan darah tinggi atau
hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan
pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak
(menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan
yang memadai (Kemenkes RI, 2014) Berdasarkan data dari WHO (2014), yang
menyebutkan bahwa tercatat satu milyar orang di dunia menderita hiperertensi
dan diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari seluruh
total kematian yang disebabkan oleh penyakit ini. Data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 1988 –
2006 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah pada anak- anak dan
remaja usia 8 – 17 tahun di Amerika dalam dua dekade terakhir.
Survey yang dilakukan pada tahun 1988 – 1994 menunjukkan ada sekitar 2,1%
remaja mengalami hipertensi. Prevalensi tersebut kemudian meningkat pada tahun
1999 – 2002 menjadi 2,9%, dan kembali
meningkat pada tahun 2003 – 2006 menjadi 3,0%. (Mcmahon, Zijl, &
Gilad, 2015).
Indonesia merupakan salah satu
negara berkembang dimana prevalensi hipertensi pada tahun 2013 mencapai 25,8%,
yang berarti terdapat 65 juta jiwa masyarakat Indonesia yang menderita
hipertensi. Prevalensi nasional hipertensi di Indonesia pada remaja (15-17
tahun) yaitu 5,3% (Riskesdas, 2013).
Menurut hasil penelitian Umboh di
Manado, dari 80 siswa SMA yang diteliti dalam rentang umur 11-14 tahun terdapat
11,2% remaja mempunyai hipertensi (Lumoindong, Umboh, & Masloman, 2013).
Hipertensi pada remaja merupakan
dampak dari gaya hidup yang kurang sehat, mulai dari kebiasaan makan makanan
berlemk, dan kurangnya dalam beraktivitas fisik. Kurangny aktivitas fisik dapat
mempengaruhi kinerja dari jantung. Dengan sedikitnya pengolahan gerak tubuh
menjadikan kurangnya pengeluaran energi membuat jantung harus bekerja keras
dalam memompa darah, desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika darah
tersebut dipompa dari jantung ke jaringan mengakibatkan freuensi denyut jantung
meningkatkan, jantung bekerja lebih keras yang mengakibatkan naiknya tekanan
darah (Prasetyorini
dan Prawesti, 2012). Terlebih resiko hipertensi pada remaja putri
dipengaruhi hormon, pada wanita hormon esterogen merupakan hormon pelindung,
akan tetapi semakin bertambahnya usia produksi hormon esterogen menurun yang
mengakibatkan meningkatnya resiko hipertensi (Farizati dalam Khomarun, 2013). Hipertensi yang tidak
segera ditangani akan mengakibatkan terjadinya komplikasi gagal jantung dan
stroke karena aliran darah tidak lancar maka suplai oksigen yang dibawa sel-sel
darah merah menjadi terhambat, sehingga otak kekurangan oksigen dan mengakibatkan
kelumpuhan pada bagian seluruh jaringan tubuh dan didapatkan kenaikan tekanan
darah (Santoso,
2013).
Hipertensi sendiri merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi tersebut. Remaja merupakan kelompok umur yang rentan terkena dampak
dari adanya perubahan, terkait dengan perkembangan kognitif dan psikososial
yang belum matang sehingga akan mudah terpengaruh oleh lingkungan. Adanya
pertumbuhan sosial dan pola kehidupan masyarakat akan mempengaruhi jenis pola
penyakit pada remaja salah satunya adalah hipertensi (Arisman, 2009).
Hipertensi pada awalnya dikenal
sebagai penyakit yang hanya menyerang lansia, namun sekarang menurut Gofir (2002) hipertensi dapat muncul
pada usia antara 25 sampai 55 tahun (digolongkan dalam hipertensi essensial
atau hipertensi primer). Kesadaran dan pengetahuan tentang penyakit hipertensi
di Indonesia masih sangat rendah hal ini terbukti dengan kebiasaan masyarakat
yang lebih memilih makanan siap saji yang umumnya rendah serat, tinggi lemak,
tinggi gula, dan mengandung banyak garam. Gaya hidup yang kurang sehat ini
memicu munculnya penyakit hipertensi (Martuti, 2009). Seluruh penderita hipertensi,
ternyata sekitar 95% kasus tidak dapat ditentukan penyebabnya (Gofir, 2002).
Faktor yang mempengaruhi memacu
terjadinya hipertensi diantaranya adalah faktor genetik, jenis kelamin, umur,
obesitas, konsumsi garam, alkohol. Adanya peningkatan kelebihan berat badan
atau obesitas, menyebabkan kurangnya aktivitas fisik seseorang. Peningkatan
tekanan darah yang disebabkan aktivitas yang kurang, menyebabkan jantung harus
bekerja keras dalam menyuplai darah keseluruh jaringan tubuh dan didapatkan
kenaikan tekanan darah (Santoso, 2013). Hipertensi sendiri merupakan faktor resiko utama
untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan
penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan
resiko terjadinya komplikasi tersebut. Remaja merupakan kelompok umur yang
rentan terkena dampak dari adanya perubahan, terkait dengan perkembangan
kognitif dan psikososial yang belum matang sehingga akan mudah terpengaruh oleh
lingkungan. Adanya pertumbuhan sosial dan pola kehidupan masyarakat akan
mempengaruhi jenis pola penyakit pada remaja salah satunya adalah hipertensi (Arisman, 2009).
Pengaruh perkembangan jaman
berdampak pada perubahan gaya hidup masyarakat. Kecenderungan masyarakat
bergaya hidup dinamis, mengkonsumsi makanan instan, mengkonsumsi makanan tinggi
lemak, merokok, dan kurang olah raga sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
Peningkatan tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko antara lain:
usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, obesitas, diet dan gaya hidup (Martuti, 2009). Bagi penderita tekanan darah
tinggi, sangat penting sekali un membuat perubahan gaya hidup yang positif
dengan pola makan yang baik dan aktivitas yang cukup (Sigarlaki, 2006).
Observasi yang dilakukan oleh
peneliti di Puskesmas Musuk 1 angka penderita hipertensi di tahun 2010 sebanyak
1.493 dan pada tahun 2011 sampai Bulan Oktober sebesar 925 (Puskesmas 1 Musuk,
2011). Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada lima orang
penderita hipertensi, diketahui gaya hidup pada penderita hipertensi antara
lain senang mengkonsumsi makanan berlemak, berkolesterol tinggi, kadar garam
tinggi dan sedikit serat, merokok, stres dan jarang berolah raga. Hasil observasi dari lima
penderita hipertensi juga menunjukkan bahwa tiga orang mengalami obesitas dan
gaya hidup mereka suka mengkonsumsi makanan siap saji serta tidak teratur pola
makannya. Wawancara juga dilakukan pada penderita yang tidak mengalami
hipertensi. Hasil wawancara dari lima orang di Desa Sruni yang tidak menderita
hipertensi menunjukkan bahwa semua gaya hidup mereka teratur yaitu menjaga makanan dan melakukan olah raga secara teratur. Berdasarkan
fenomena di atas, tampak bahwa gaya hidup masyarakat mempengaruhi terjadinya
hipertensi. Gaya hidup masyarakat yang tidak sehat di Wilayah Desa Sruni Musuk Boyolali
terlihat pada penderita hipertensi. Martuti (2009) mengatakan bahwa gaya hidup sehat
perlu diterapkan untuk meminimalkan angka kejadian penyakit hipertensi. Oleh
karena itu peneliti ingin mengetahui faktor risiko kejadian hipertensi ditinjau
dari aspek gaya hidup keseharian masyarakat yang ada di Wilayah Sruni Musuk
Kabupaten Boyolali. Peneliti belum menjumpai
data tentang faktor gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi kejadian hipertensi
di Wilayah Desa Sruni Musuk Boyolali.
Untuk itu perlu dilakukan
penelitian tentang “Analisis Faktor Risiko
Kejadian Hipertensi pada Masyarakat di Desa Sruni Musuk Boyolali Data WHO (World Health Organization) pada tahun
2013, hipertensi diderita oleh 1 milyar orang di seluruh dunia. Diperkirakan
tahun 2025 meningkat menjadi 1,5 milyar orang (Anonim, 2015). Di Indonesia, hipertensi yang
terjadi pada remaja hingga usia 20 tahun mencapai 6,1% (Raharjo, 1991). Namun data
Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya. Hipertensi pada remaja usia 15-17 tahun di Indonesia mencapai 8,3% (Depkes,
2008). Sedangkan hipertensi dijumpai 4.400 per 10.000 penduduk
Indonesia dan telah mencapai 31,7% dari total penduduk muda di Jawa Timur (Nur’aini, 2014). Data Dinas Kesehatan
Ponorogo tahun 2012 terdapat 33.461 jiwa penderita hipertensi di wilayah
Kabupaten Ponorogo.
Berdasarkan penelitian Saiful (2014) di Ponorogo didapatkan
sebanyak 107 remaja mengalami hipertensi pada usia rentang 16-19 tahun. Data
Dinas Kesehatan Ponorogo tahun 2015 ditemukan 182 kasus hipertensi pada remaja,
31 kasus pada laki-laki dan 151 kasus pada perempuan rentang usia 15-19 t a h u
n Tekanan darah tinggi atau
hipertensi pada remaja mengalami peningkatan dari 1% menjadi 5% antara tahun
1989-2002 (Ruwano,
2010).
Angka kejadian hipertensi pada anak dan remaja diperkirakan antara 1–3%.
Sinaiko dkk 1989, dalam Saing, 2005 dalam penelitiannya terhadap 14.686 orang
anak berusia 10– 15 tahun menemukan 4,2% anak mengalami hipertensi. Kurang dari
5% anak dengan proporsi lebih besar pada
remaja, mengalami hipertensi pada satu kali pengukuran tekanan darah.
Hipertensi pada remaja di seluruh
dunia prevalensinya sekitar 15- 20% populasi. Berdasarkan data hasil pencatatan
dan pelaporan Riskesdas Depkes RI Tahun 2007 prevalensi hipertensi pada remaja
sekitar 6 – 15 %. Di kota Semarang prevalensi hipertensi pada usia muda tahun
2009 terjadi sebanyak 164 kasus (6,01%) (Profil Dinkes Kota Semarang, 2010 ).
Remaja harus memahami permasalahan diatas karena mengingat pada saat ini
perilaku remaja yang lebih suka dengan sesuatu yang instan seperti makanan siap
saji yang mengandung lemak, protein dan garam tinggi tapi rendah serat pangan (dietary fiber), merokok, mengkonsumsi
alkohol yang membawa konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit hipertensi.
Hal tersebut yang menjadi alasan remaja yang ditekankan dalam penelitian ini
karena mereka berisiko terkena hipertensi. Perlu adanya upaya pengendalian
hipertensi terutama di kalangan remaja untuk mencegah semakin tingginya kasus
hipertensi terutama di kalangan remaja. Upaya pengendalian hipertensi ini dapat
dilakukan dengan termasuk diantaranya mencegah dan mengatasi obesitas,
peningkatan aktivitas fisik dan olahraga, modifikasi diet termasuk mengurangi
konsumsi garam, dan berhenti merokok (Saing, 2005).
Remaja sekarang rentan mengalami
masalah dan mempunyai gaya hidup yang kurang baik seperti merokok, minum kopi,
jarang olahraga (Simamora, 2012). Beberapa penelitian telah
membuktikan faktor risiko terhadap hipertensi. Penelitian terdahulu membuktikan
bahwa status gizi berpengaruh pada tekanan darah remaja, obesitas, dan stress
juga memengaruhi kejadian hipertensi (Nurifadah, 2012, Mukhibbin, 2012). Penelitian yang lain
membuktikan bahwa terdapat pengaruh pola makan, pekerjaan, kebiasaan merokok,
kebiasaan istirahat, dan tidak terdapat pengaruh pendidikan, aktifitas fisik
terhadap kejadian hipertensi (Simamora, 2012).
Metode Penelitian
A. Desain Penelitian
Desain
penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen, dengan tujuan melihat
pengaruh model pendampingan dengan pelatihan dan melakukan ketrampilan mengukur
tekanan darah dengan menggunakan Booklet
dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pencegahan tekanan darah.
Pemberian
pelatihan dan modul pada responden (siswa SMA) untuk kelompok intervensi dan kelompok Kontrol dengan modul. Pendampingan dengan Pelatihan dan modul dilakukan di
SMA.
Pelatihan
terhadap siswa dan siswi SMA dengan penjelasan pengetahuan tentang
konsep dasar hipertensi serta ketrampilan pengukuran tekanan darah dengan
diberi pegangan modul.
Didalam
Penelitian ini peneliti juga peneliti menggunakan pre test dan post test design with control group,yaitu suatu pengukuran
hanya dilakukan pada sebelum dan saat akhir intervensi. Pre test dilakukan pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol untuk mengetahui data dasar yang akan
digunakan untuk mengetahui efek dari variabel independen. Post test dilakukan
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan perlakuan
pelatihan. Hasil pengukuran dari ke dua kelompok tersebut dibandingkan.
Rentang
waktu pemberian pretest dan post test adalah 30 hari. Hal ini sesuai dengan
teori evaluasi bahwa jarak antara dua pengukuran minimal 2 (dua) minggu untuk
pengetahuan dan minimal 1 bulan untuk perilaku (Budiharto, 2008).
B. Populasi Dan Sampel
a) Populasi
Populasi
dalam penelitian ini adalah remaja beresiko Hipertensi yang belum pernah
dilakukan pendampingan tentang hipertensi kelompok kontrol di SMA di kota administrative Depok dan yang mendapat pendampingan
tentang hipertensi sebagai intervensi di Depok pada masa periode bulan Juli s/d bulan Oktober 2022 Populasi adalah kumpulan semua objek penelitian atau
objek yang diteliti dimana informasi atau data akan dikumpulkan (Nasir
dkk., 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah anak SMA sebanyak
200 orang.
b) Sampel
Sampel
adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel menggunakan
teknik purposive sampling dimana pengambilan sampel didasarkan pada
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri yaitu sesuai dengan
kriteria inklusi.
Sampel yang digunakan berdasarkan kriteria inklusi:
a)
Siswa siswi yang belum pernah mendapat pelatihan
b)
Tidak meninggalkan pelatihan selama kegiatan pelatihan
c)
Bersedia menjadi responden
d)
Dapat membaca dan menulis dan berkomunikasi dengan lancar
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
akan dilakukan di SMA Depok. Pelaksanaan penelitian direncanakan pada bulan
Juli s/d Oktober 2022.
D. Etika Penelitian
Selama
melaksanakan penelitian, peneliti akan memperhatikan, mempertahankan dan
menjunjung tinggi etika penelitian. Tujuan dari etika penelitian ini adalah
menjaga integritas peneliti dan melindungi subjek penelitian
dari pelanggaran hak azazi manusia.
Peneliti
dalam melaksanakan penelitian ini mempertimbangkan 5 petunjuk yang ditetapkan
oleh American Nurses Assosiation (ANA)
yang meliputi Self determination, Privacy and dignity, Anominity
and confidentiality, dan Protection from discomford and harm (Wood
& Haber, 2006).
E. Instrumen Penelitian
Instrumen
yang digunakan pada penelitian ini pada saat pengumpulan data adalah kuesioner
pengetahuan tentang Hipertensi dan gaya
hidup Alat-alat pendukung yang digunakan seperti
modul, Media Pendidikan kesehatan pelatihan, buku, dan ballpoint, Modul.
F. Prosedur Teknis Pengumpulan Data
Adapun
langkah- langkah dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Prosedur hipertensi inistratif
1) Membuat proposal dipresentasikan,
disetujui atau tidak, jika disetujui direvisi sesuai dengan masukan dari nara
sumber
2) Peneliti membuat surat permohonan ijin
penelitian kepada Direktur Poltekkes Kemenkes Jakarta 1.
3) Setelah mendapat persetujuan, menyampaikan
permohonan ijin penelitian kepada Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dan Kepala
Kota administrastif Depok
2.
Prosedur teknis
1)
Studi pendahuluan dilakukan setelah mendapatkan ijin dari Dinas
Kesehatan Kepala Kota administrastif Depok.
2)
Menentukan sample Remaja beresiko hipertensi untuk kelompok kontrol dan
kelompok intervensi
3)
Melakukan sosialisasi penelitian dengan tujuan kontrak waktu pelaksanaan
penelitian.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pendampingan pendidikan kesehatan terhadap gaya hidup terkait pencegahan
risiko hipertensi pada remaja di SMA Depok. Jumlah responden yang menjadi sample adalah 70 orang yang terdiri dari kelompok kontrol
dan intervensi. Analisa penelitian
berdasarkan prosedur analisa univariat dan bivariat.
1) Karakteristik Responden
a. Pada Analisa univariat penelitian ini akan dijelaskan
karakteristik responden
Tabel 1
Karakteristik Responden
Variabel |
Kelompok Non Intervensi |
Kelompok
Intervensi |
|||
|
n |
% |
n |
% |
|
Jenis Kelamin |
|
|
|
|
|
Laki-laki |
29 |
41.4 |
45 |
64.3 |
|
Perempuan |
41 |
58.6 |
25 |
35.7 |
|
|
|
|
|
|
|
Sosial Ekonomi |
|
|
|
|
|
Rendah |
25 |
35.7 |
38 |
54.3 |
|
Sedang |
41 |
58.6 |
29 |
41.4 |
|
Tinggi |
4 |
5.7 |
3 |
4.3 |
|
|
|
|
|
|
|
Riwayat Hipertensi |
|
|
|
|
|
Ada |
7 |
10.0 |
11 |
15.7 |
|
Tidak Ada |
63 |
90.0 |
59 |
84.3 |
|
|
|
|
|
|
|
Risiko Hipertensi |
|
|
|
|
|
Berisiko |
0 |
0 |
3 |
4,3 |
|
Tidak berisiko |
70 |
100 |
67 |
95,7 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pada tabel 1 dapat dilihat
jenis kelamin didominasi oleh perempuan pada kelompok non intrevensi yakni 41 (58,6%) dibandingkan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 29 (41,4%). Sedangkan
pada kelompok intervensi, jenis kelamin laki-laki
justru lebih mendominasi dengan jumlah 45 (64,3%) dibandingkan jenis kelamin perempuan
yakni sebanyak 25 (35,7%). Selanjutnya pada variabel sosial ekonomi pada kelompok non intervensi dapat dilihat bahwa
kategori sosial ekonomi rendah terdapat sebanyak 25 (35,7%), kategori sedang sebanyak 41 (58,6%), dan sisanya kategori tinggi sebanyak 4 (5,7%). Pada kelompok intervensi, sosial ekonomi kategori rendah mendominasi, dengan jumlah 38 (54,3%), kategori sedang sebanyak 29 (41,4%), dan kategori
tinggi sebanyak 4 (4,3%). Berikutnya pada variabel riwayat Hipertensi diketahui didominasi oleh responden yang tidak memiliki riwayat hipeortensi, baik pada kelompok non intervensi 63 (90%) maupun kelompok intervensi 59 (84,3%), sedangkan
pada responden yang beresiko
hipertensi diketahui sebanyak 7 (10%) pada kelompok
non intervensi dan sebanyak
11 (15,7%) pada kelompok intervensi.
Berikutnya pada variabel Risiko Hipertensi, hampir keseluruhan responden tidak berisiko hipertensi.
b. Analisa bivariat
1. Perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi pada seluruh responden
Variabel |
N |
Rerata |
Sd |
p-Value |
Pengetahaun |
|
|
|
|
Sebelum Intervensi |
70 |
67.2180 |
9.85846 |
<0,001 |
Setelah intervensi |
70 |
78.8722 |
6.67344 |
|
Tabel di atas menunjukkan
nilai rata-rata pengetahuan sebelum
intervensi adalah 67,2180 dengan standar deviasi 9.85846 dan pengetahuan setelah intervensi adalah 78.8722 dengan standar deviasi 6.67344. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p-value 0,001 (<0,05) yang artinya
terdapat perbedaan
rata-rata pengetahuan sebelum
dan sesudah intervensi pada
seluruh responden.
2. Perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok non-intervensi
Variabel |
N |
Rerata |
Sd |
p-Value |
Pengetahaun |
|
|
|
|
Sebelum Intervensi |
70 |
72.3684 |
7.22079 |
0,005 |
Setelah intervensi |
70 |
75.3008 |
6.30900 |
|
Tabel di atas menunjukkan
nilai rata-rata pengetahuan
sebelum intervensi adalah 72.3684 dengan standar deviasi 7.22079 dan pengetahuan setelah intervensi adalah 75.3008 dengan standar deviasi 6.30900. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p-value
0,005 (<0,05) yang artinya terdapat
perbedaan rata-rata pengetahuan
sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok non-intervensi.
3. Perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi
Variabel |
N |
Rerata |
Sd |
p-Value |
Pengetahaun |
|
|
|
|
Sebelum Intervensi |
70 |
62.0677 |
9.47763 |
<0,001 |
Setelah intervensi |
70 |
82.4436 |
4.90222 |
|
Tabel di atas menunjukkan
nilai rata-rata pengetahuan
sebelum intervensi adalah 62.0677 dengan standar deviasi 9.47763 dan pengetahuan setelah intervensi adalah 82.4436 dengan standar deviasi 4.90222. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p-value
0,0015 (<0,05) yang artinya terdapat
perbedaan rata-rata pengetahuan
sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi.
4. Perbedaan gaya hidup sebelum dan sesudah intervensi pada seluruh responden
Variabel |
N |
Rerata |
Sd |
p-Value |
Gaya Hidup |
|
|
|
|
Sebelum Intervensi |
70 |
63.0571 |
10.04864 |
<0,001 |
Setelah intervensi |
70 |
73.0286 |
9.01952 |
|
Tabel di atas menunjukkan nilai rata-rata Gaya Hidup sebelum
intervensi adalah 63.0571 dengan standar deviasi 10.04864 dan
Gaya Hidup
setelah intervensi adalah 73.0286 dengan standar deviasi 9.01952. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p-value 0,001 (<0,05) yang artinya
terdapat perbedaan
rata-rata Gaya Hidup sebelum
dan sesudah intervensi pada
seluruh responden.
5.
Perbedaan gaya hidup sebelum
dan sesudah intervensi pada
kelompok non-intervensi
Variabel |
N |
Rerata |
Sd |
p-Value |
Gaya Hidup |
|
|
|
|
Sebelum Intervensi |
70 |
66.0000 |
7.63668 |
0,110 |
Setelah intervensi |
70 |
67.8857 |
8.25595 |
|
Tabel di atas menunjukkan nilai rata-rata Gaya Hidup sebelum
intervensi adalah 66.0000 dengan standar deviasi 7.63668 dan
Gaya Hidup
setelah intervensi adalah 67.8857 dengan standar deviasi 8.25595. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p-value 0,110 (>0,05) yang artinya
tidak terdapat perbedaan rata-rata Gaya Hidup sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok non-intervensi.
6.
Perbedaan gaya hidup sebelum
dan sesudah intervensi pada
kelompok intervensi
Variabel |
N |
Rerata |
Sd |
p-Value |
Gaya Hidup |
|
|
|
|
Sebelum Intervensi |
70 |
60.1143 |
11.29261 |
<0,001 |
Setelah intervensi |
70 |
78.1714 |
6.48515 |
|
Tabel di atas menunjukkan nilai rata-rata Gaya Hidup sebelum
intervensi adalah 60.1143 dengan standar deviasi 11.29261 dan
Gaya Hidup
setelah intervensi adalah 78.1714 dengan standar deviasi 6.48515. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p-value 0,001 (<0,05) yang artinya
terdapat perbedaan
rata-rata Gaya Hidup sebelum
dan sesudah intervensi pada
kelompok intervensi.
7.
Faktor
yang mempengaruhi perubahan pengetahuan setelah dilakukan intervensi
Perubahan Pengetahuan |
Coefisien |
95% CI |
p-value |
|
Lower |
Upper |
|||
Kelompok |
||||
Non-Intervensi |
Reff |
|
|
|
Intervensi |
17,42784 |
13,84485 |
21,0108 |
0,000 |
|
|
|
|
|
Umur |
-0,187869 |
-2,270878 |
1,89514 |
0,859 |
Jenis Kelamin |
||||
Laki-laki |
Reff |
|
|
|
Perempuan |
-0,081094 |
-3,337028 |
3,17483 |
0,961 |
Sosial Ekonomi |
||||
Rendah |
Reff |
|
|
|
Sedang |
0,547407 |
-2,765196 |
3,86001 |
0,744 |
Tinggi |
2,830538 |
-4,658794 |
10,3198 |
0,456 |
Hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada
satupun variabel karakteristik yang mempengaruhi perubahan pengetahuan setelah
dilakukan intervensi.
8.
Faktor
yang mempengaruhi perubahan gaya hidup setelah dilakukan intervensi
Perubahan Gaya Hidup |
Coefisien |
95% CI |
p-value |
|
Lower |
Upper |
|||
Kelompok |
||||
Non-Intervensi |
|
|
|
|
Intervensi |
15,79706 |
11,57642 |
20,0177 |
0,000 |
|
|
|
|
|
Umur |
-0,510022 |
-2,963736 |
1,94369 |
0,682 |
Jenis Kelamin |
||||
Laki-laki |
Reff |
|
|
|
Perempuan |
-0,058545 |
-3,893923 |
3,776833 |
0,976 |
Sosial Ekonomi |
||||
Rendah |
Reff |
|
|
|
Sedang |
-0,347752 |
-4,249885 |
3,55438 |
0,860 |
Tinggi |
3,895013 |
-4,927165 |
12,71719 |
0,384 |
Hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada satupun variabel karakteristik
yang mempengaruhi perubahan gaya hidup setelah dilakukan intervensi.
B. Pembahasan
1.
Karakteristik Responden
Hasil penelitian tentang gaya hidup remaja
antara kelompok non intervensi
dan kelompok intervensi dilihat dari karakteristik
responden pada jenis kelamin kelompok non intervensi didominasi perempuan sedangkan kelompok intervensi laki-laki, status sosial ekonomi baik kelompok non intervensi dan kelompok intervensi adalah sedang, riwayat hipertensi baik kelompok non intervensi dan kelompok intervensi tidak ada Riwayat hipertensi resiko hipertensi baik kelompok non intervensi dan kelompok intervensi tidak berisiko hipertensi.
Berdasarkan
kebijakan dan program Kemendikbud-Ristek tidak pernah
membeda-bedakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Siswa maupun guru baik laki-laki dan perempuan adalah setara dan memiliki hak yang sama dalam
memperoleh akses pendidikan.
Tujuannya
adalah membentuk karakter peserta didik dan memberikan
pendidikan berkeadilan dengan tidak melakukan perbedaan gender laki-laki maupun
perempuan dan pemerintah
mengeluarkan program Merdeka Belajar, dimana
perubahan yang diusung dari Merdeka Belajar adalah transformasi terhadap
ekosistem pendidikan, guru, pedagogik, kurikulum, dan
sistem penilaian dengan mengusung 5 kategori ini menunjukkan respons positif
dan keterbukaan Kemendikbud dalam mendukung partisipasi, kesetaraan,
keterlibatan aktif masyarakat, dan membentuk suasana sekolah yang tidak
diskriminatif.
Untuk status sosial ekonomi yang dimaksud adalah suatu tingkatan atau kedudukan masyarakat yang dilihat dari tingkat pendidikan, tingkat penghasilan dan kekayaan serta pengeluarannya
terhadap pemenuhan kebutuhan dasar yang menunjang keluarganya, akan tetapi
dalam penelitian adalah status sosial ekonomi adalah penghasilan dan kekayaan serta pengeluarannya.
Hasil
analisis menunjukkan bahwa karakteristik responden tidak memiliki riwayat hipertensi serta hampir
keseluruhan responden tidak berisiko hipertensi.
2.
Perbedaan Pengetahuan Sebelum Dan Sesudah Intervensi Pada Seluruh Responden
Pengetahuan sebelum intervensi adalah 67,2180 dengan standar deviasi 9.85846 dan pengetahuan setelah intervensi adalah 78.8722 dengan standar deviasi 6.67344. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p-value
0,001 (<0,05) yang artinya terdapat
perbedaan rata-rata pengetahuan
sebelum dan sesudah intervensi pada seluruh responden.
·
Perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok non-intervensi
Tabel di atas menunjukkan nilai rata-rata pengetahuan sebelum intervensi adalah 72.3684 dengan standar deviasi 7.22079 dan pengetahuan setelah intervensi adalah 75.3008 dengan standar deviasi 6.30900. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p-value
0,005 (<0,05) yang artinya terdapat
perbedaan rata-rata pengetahuan
sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok non-intervensi.
·
Perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi Tabel di atas menunjukkan nilai rata-rata pengetahuan sebelum intervensi adalah 62.0677 dengan standar deviasi 9.47763 dan pengetahuan setelah intervensi adalah 82.4436 dengan standar deviasi 4.90222. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p-value
0,0015 (<0,05) yang artinya terdapat
perbedaan rata-rata pengetahuan
sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi.
Kejadian hipertensi tinggi akan menimbulkan
angka hipertensi tinggi sehingga menyebabkan masih tingginya angka kematian
hipertensi. Tingginya jumlah kejadian hipertensi dapat menimbulkan berbagai
komplikasi, yang dihubungkan dengan minimnya pengetahuan tetang
penanganan hipertensi secara baik.
Hasil analisa yang diperoleh pada variable pengetahuan tentang pengetahuan hipertensi ada perbedaan yang disignifan baik responden keseluruhan maupun pada kelompok non-intervensi serta
kelompok intervensi dengan masing-masing nilai:
·
Hasil uji statistik diperoleh
nilai p-value 0,001 (<0,05) yang artinya terdapat perbedaan rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi pada seluruh responden.
·
Hasil uji statistik diperoleh
nilai p-value 0,001 (<0,05) yang artinya terdapat perbedaan rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi pada seluruh responden.
·
Hasil uji statistik diperoleh
nilai p-value 0,0015 (<0,05) yang artinya terdapat perbedaan rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi.
Berdasarkan hasil Analisa diperoleh data p-value atau hasil
signifikansi ˂0,05. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan bermakna antara
karakteristik remaja dengan pengetahuan tentang hipertensi dalam hal ini perlakuan
yang diberikan untuk kelompok non-intervensi dibekali modul dan kelompok intervensi dibekali pendampingan pendidikan kesehatan dan modul.
3.
Perbedaan gaya hidup sebelum dan sesudah intervensi pada seluruh responden menunjukkan nilai rata-rata Gaya Hidup sebelum
intervensi adalah 63.0571 dengan standar deviasi 10.04864 dan
Gaya Hidup
setelah intervensi adalah 73.0286 dengan standar deviasi 9.01952. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p-value 0,001 (<0,05) yang artinya
terdapat perbedaan
rata-rata Gaya Hidup sebelum
dan sesudah intervensi pada
seluruh responden.
·
Perbedaan gaya hidup sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok non-intervensi menunjukkan nilai rata-rata Gaya Hidup sebelum intervensi adalah 66.0000 dengan standar deviasi 7.63668 dan
Gaya Hidup
setelah intervensi adalah 67.8857 dengan standar deviasi 8.25595. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p-value 0,110 (>0,05) yang artinya
tidak terdapat perbedaan rata-rata gaya hidup sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok non-intervensi.
·
Perbedaan gaya hidup sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi menunjukkan nilai rata-rata gaya hidup sebelum
intervensi adalah 60.1143 dengan standar deviasi 11.29261 dan gaya hidup setelah intervensi adalah 78.1714 dengan standar deviasi 6.48515. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p-value 0,001 (<0,05) yang artinya
terdapat perbedaan
rata-rata Gaya Hidup sebelum
dan sesudah intervensi pada
kelompok intervensi.
Pengaruh gaya hidup remaja banyak dipengaruhi antaralain budaya, nilai, demografik,
kelas sosial, kelompok rujukan, keluarga, kepribadian, motivasi dan emosi sehingga remaja yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan ingin coba-coba. Gaya hidup seseorang dapat dilihat dari
perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk
mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk didalamnya
proses pengambilan keputusan pada penentuan kegiatan-kegiatan. Gaya hidup dipengaruhi
oleh faktor diri
individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor
internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian, konsep diri,
motif, dan persepsi.
Hasil
Analisa yang diperoleh pada variable pengetahuan tentang pengetahuan gaya hidup ada
perbedaan yang disignifan baik responden keseluruhan maupun pada kelompok non-intervensi serta kelompok intervensi dengan masing-masing nilai:
·
Hasil uji statistik diperoleh
nilai p-value 0,001 (<0,05) yang artinya terdapat perbedaan rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi pada seluruh responden.
·
Hasil uji statistik diperoleh
nilai p-value 0,0015 (<0,05) yang artinya terdapat perbedaan rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi.
·
Hasil uji statistik diperoleh
nilai p-value 0,110 (> 0,05) yang artinya tidak terdapat
perbedaan rata-rata gaya hidup sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok non-intervensi.
·
Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel pengetahuan tentang gaya hidup remaja. Dengan p-value atau hasil
signifikansi p-value
0,001 (˂0,05.) pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi pada seluruh responden sedangkan untuk kelompok intervensi nilai p-value 0,0015
(<0,05) dan kelompok non- intervensi.
nilai p-value 0,110 (>0,05) tidak
terdapat perbedaan
rata-rata gaya hidup sebelum
dan sesudah intervensi pada
kelompok non-intervensi.
Berdasarkan data p-value atau hasil signifikansi ˂0,05. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan bermakna antara karakteristik remaja dengan pengetahuan tentang tentang gaya hidup dimana perlakuan
yang diberikan untuk kelompok non-intervensi hanya dibekali modul dan kelompok intervensi dibekali pendampingan Pendidikan kesehatan
dan modul sehingga terdapat hasil yang berbeda sehingga untuk merubah gaya
hidup perlu dibekali pendampingan pendidikan kesehatan yang sama dengan kelompok
intervensi sehingga akan ada perubahan
gaya hidup setelah diberikan pendampingan pendidikan kesehatan.
4. Faktor yang mempengaruhi perubahan pengetahuan setelah
dilakukan intervensi
Hasil analisis didapatkan bahwa
tidak ada satupun variabel karakteristik yang mempengaruhi perubahan
pengetahuan setelah dilakukan intervensi. Hal ini membuktikan bahwa perubahaan
nilai pengetahuan pada kelompok kontrol dan intervensi memang disebabkan oleh
intervensi yang telah diberikan.
5.
Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Gaya Hidup Setelah
Dilakukan Intervensi
Hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada
satupun variabel karakteristik yang mempengaruhi perubahan gaya hidup setelah
dilakukan intervensi. Hal ini membuktikan bahwa perubahaan nilai gaya hidup
pada kelompok kontrol dan intervensi memang disebakan oleh intervensi yang telah
diberikan.
Kesimpulan
Gambaran
risiko hipertensi pada remaja sangat
dipengaruhi oleh gaya hidup yang tidak sehat. Ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi diantaranya kebiasaan merokok, aktivitas
olahraga dan pola makan.
Hasil
penelitian menunjukkan ada hubungan antara gaya hidup (aktifitas
fisik) dengan kejadian risiko hipertensi
pada remaja antara lain:
1.
Pada karakteristik remaja dimana:
a)
Jenis kelamin didominasi oleh Perempuan
pada kelompok non intrevensi
yakni 41 (58,6%) sedangkan
pada kelompok intervensi, jenis kelamin laki-laki justru lebih mendominasi dengan jumlah 45 (64,3%) dibandingkan jenis kelamin perempuan yakni sebanyak 25 (35,7%).
b)
Selanjutnya pada variabel Sosial Ekonomi pada kelompok non intervensi dapat dilihat bahwa
kategori sosial ekonomi rendah terdapat sebanyak 25 (35,7%), kategori sedang sebanyak 41 (58,6%), dan sisanya kategori tinggi sebanyak 4 (5,7%). Pada kelompok intervensi, sosial ekonomi kategori rendah mendominasi, dengan jumlah 38 (54,3%), kategori sedang sebanyak 29 (41,4%), dan kategori
tinggi sebanyak 4 (4,3%).
c)
Berikutnya pada variabel riwayat Hipertensi diketahui didominasi oleh responden yang tidak memiliki riwayat hipertensi, pada kelompok non intervensi 63 (90%) maupun kelompok intervensi 59 (84,3%).
d)
Sedangkan pada responden yang risiko hipertensi diketahui sebanyak 0 (100%) pada kelompok
non intervensi dan sebanyak
3 (42,86%) pada kelompok intervensi.
Berikutnya pada variabel risiko hipertensi, hampir keseluruhan responden tidak berisiko hipertensi, sedangkan kelompok intervensi sebanyak 67 (95,71%) Berdasarkan hasil Analisa karakteristik remaja adalah Jenis kelamin
didominasi oleh perempuan
pada kelompok non intervensi
dan laki-laki pada kelompok intervensi,
status sosial ekonomi pada kelompok non intervensi dan kelompok intervensi sama sedang, riwayat
Hipertensi baik pada kelompok non intervensi dan kelompok intervensi tidak ada riwayat
hipertensi dan risiko hipertensi baik pada kelompok non intervensi dan kelompok intervensi tidak ada risiko
hipertensi.
2.
Pengetahuan responden tentang hipertensi diperoleh data p-value
atau hasil signifikansi ˂0,05, ini membuktikan bahwa terdapat
hubungan bermakna antara karakteristik remaja dengan pengetahuan
tentang hipertensi dalam hal ini perlakuan
yang diberikan untuk kelompok non-intervensi dibekali modul dan kelompok intervensi dibekali pendampingan pendidikan kesehatan dan modul.
3.
Pengetahuan gaya hidup remaja
berdasarkan data p-value atau hasil signifikansi ˂0,05. Hal ini
membuktikan bahwa terdapat hubungan bermakna antara
karakteristik remaja dengan
pengetahuan tentang tentang gaya hidup dimana
perlakuan yang diberikan untuk kelompok non-intervensi hanya dibekali modul dan kelompok intervensi dibekali pendampingan pendidikan kesehatan dan modul sehingga terdapat hasil yang berbeda sehingga untuk merubah gaya
hidup perlu dibekali pendampingan pendidikan kesehatan yang sama dengan kelompok
intervensi sehingga akan ada perubahan
gaya hidup setelah diberikan pendampingan pendidikan kesehatan.
4. Hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada
satupun variabel karakteristik yang mempengaruhi perubahan pengetahuan dan gaya hidup setelah dilakukan intervensi.Hal
ini membuktikan bahwa perubahaan nilai pengetahuan dan pada kelompok kontrol
dan intervensi, memang disebakan oleh
intervensi yang telah diberikan serta perubahaan nilai gaya hidup pada kelompok
kontrol dan intervensi memang disebabkan oleh intervensi yang telah diberikan.
Anggara, Febby Haendra Dwi, & Prayitno,
Nanang. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah di
Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan,
5(1), 20–25. Google
Scholar
Arianto, Arianto. (2013). Komunikasi
Kesehatan. Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(2). Google
Scholar
Azwar, Saifuddin. (2013). Metode penelitian
(Edisi ke-1). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dhamayanti, Meita, & Asmara, Anita.
(2017). Remaja: Kesehatan dan permasalahannya. Jakarta: IDAI. Google
Scholar
Dipiro, Joseph T., Talbert, Robert L., Yee,
Gary C., Matzke, Gary R., Wells, Barbara G., & Posey, L. Michael. (2014). Pharmacotherapy:
a pathophysiologic approach, ed. McGraw-Hill Medical, New York. Google
Scholar
Lathifah, Marianti Avi, Susanti, Susanti,
Ilham, Much, & Wibowo, Aji. (2015). Perbandingan metode cbia dan fgd dalam
peningkatan pengetahuan dan ketepatan caregiver dalam upaya swamedikasi demam
pada anak. Pharmaceutical Sciences and Research, 2(2), 4. Google
Scholar
Lee, Hoo Yeon. (2017). Socioeconomic
disparities in the prevalence, diagnosis, and control of hypertension in the
context of a universal health insurance system. Journal of Korean Medical
Science, 32(4), 561–567. Google
Scholar
Mahmudah, U., Cahyati, W.H., dan
Wahyuningsih, A. .. (2013). Jurnal Kesehatan Masyarakat. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 8(2), 113–120. https://doi.org/https://doi.org/ISSN
1858-1196. Google
Scholar
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta. Indonesia. Google
Scholar
Park, Jeong Bae, Kario, Kazuomi, &
Wang, Ji Guang. (2015). Systolic hypertension: an increasing clinical challenge
in Asia. Hypertension Research, 38(4), 227–236. Google
Scholar
Penelitan, Badan. (2013). Pengembangan
Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Google
Scholar
Rahmadiana, Metta. (2012). Komunikasi
kesehatan: sebuah tinjauan. Jurnal Psikogenesis, 1(1), 88–94. Google
Scholar
RI, Kemenkes. (2015). Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2015–2019. Kemenkes RI.
https://doi.org/https://doi.org/351.077 Ind r. Google Scholar
Salaudeen, A. G., Musa, O. I., Babatunde,
O. A., Atoyebi, O. A., Durowade, K. A., & Omokanye, L. O. (2014). Knowledge
and prevalence of risk factors for arterial hypertension and blood pressure
pattern among bankers and traffic wardens in Ilorin, Nigeria. African Health
Sciences, 14(3), 593–599. Google
Scholar
Santrock, J. (2013). Perkembangan Masa
Hidup. Jakarta: Erlangga. Google
Scholar
Santrok, J. (2003). Perkembangan Remaja.
Jakarta: Erlangga. Google
Scholar
Soenarta, Arieska Ann, Erwinanto, Mumpuni
A. S. S., Barack, R., Lukito, Antonia Anna, Hersunarti, Nani, & Pratikto,
R. S. (2015). Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit kardiovaskular. Edisi
Ke, 1. Google
Scholar
Widianingrum, Rifka. (2012). Efektifitas
Penyuluhan Tentang Hipertensi Pada Masyarakat Rentang Usia 45-60 Tahun
Dibandingkan Dengan Masyarakat RentangUsia 61-75 Tahun. UNIMUS. Google
Scholar
Zimmerman, Matthew C., Lazartigues, Eric,
Sharma, Ram V, & Davisson, Robin L. (2004). Hypertension caused by
angiotensin II infusion involves increased superoxide production in the central
nervous system. Circulation Research, 95(2), 210–216. Google
Scholar
Copyright holder: Suryati, Bara Miradwiyana,
Uun Nurulhuda, Kamsatun (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |