Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

PENGARUH PEMBERDAYAAN DAN MODAL SOSIAL TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL DIMEDIASI KEPUASAN KERJA PEGAWAI

 

Hadi Sunaryo, R.A. Marlien

Universitas Stikubank Semarang Jawa Tengah, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Komitmen organisasi menjadi bagian penting dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, karena implikasinya yang substansial pada pegawai dan organisasi sebagai penyelenggara pelayanan publik. Sudah sepatutnya setiap organisasi untuk menentukan strategi dan mengevaluasi aspek-aspek yang mendorong komitmen pegawainya dalam upaya mengoptimalkan sumber daya manusia untuk capaian kinerja yang lebih baik dalam mewujudkan good governance. Studi korelasional metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji pengaruh pemberdayaan, modal sosial terhadap komitmen organisasional dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening pada pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Pati Jawa Tengah. Kuesioner (google forms) dibagikan secara daring menyikapi kondisi pandemi Covid-19 saat penelitian dilaksanakan, kepada 134 responden yang telah ditentukan dengan metode non probability sampling teknik purposive sampling. Data primer dilakukan uji instrumen dan asumsi klasik untuk analisis regresi linear berganda dengan menggunakan SPSS. Pengujian hipotesis mediasi dilakukan dengan bantuan Sobel test.  Hasil studi ini : pemberdayaan dan modal sosial secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. Pemberdayaan, modal sosial dan kepuasan kerja secara individual berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Sebagai variabel intervening kepuasan kerja mampu memediasi pengaruh hubungan pemberdayaan pegawai terhadap komitmen organisasional, dan mampu berperan sebagai mediator pada pengaruh modal sosial terhadap komitmen organisasional.

 

Kata Kunci: komitmen organisasi; kepuasan kerja; modal sosial; pemberdayaan

          pegawai.

 

Abstract

Organizational commitment is an important part in implementing bureaucratic reform, because of its substantial implications for employees and organizations as public service providers. It is appropriate for every organization to determine strategies and evaluate aspects that encourage employee commitment in an effort to optimize human resources for better performance achievement in realizing good governance. This descriptive correlational study with a quantitative approach aims to determine and examine the effect of empowerment, social capital on organizational commitment with job satisfaction as an intervening variable on Aparatur Sipil Negara (ASN) in Pati Regency, Central Java. Questionnaires (google forms) were distributed online in response to the Covid-19 pandemic conditions when the research was carried out, to 134 respondents who had been determined by the non-probability sampling method, the purposive sampling technique. The primary data were tested with instruments and classical assumptions for multiple linear regression analysis using SPSS. Mediation hypothesis testing was carried out with the help of the Sobel test. The results of this study: empowerment and social capital partially positive and significant effect on employee job satisfaction. Empowerment, social capital and job satisfaction individually have a positive and significant effect on organizational commitment. As an intervening variable, job satisfaction is able to mediate the effect of employee empowerment on organizational commitment, and is able to act as a mediator on the effect of social capital on organizational commitment.

 

Keywords: organizational commitment; job satisfaction; social capital; employees

     empowerment.

 

Pendahuluan

Komitmen pemerintah melakukan percepatan reformasi birokasi bertujuan untuk mewujudkan good governance melalui peningkatan kompetensi dan profesionalisme aparatur sebagai sumber daya manusia yang merupakan titik sentral untuk mencapai keunggulan daya saing di era global, dengan terus mengembangkan kompetensi, profesionalisme, komitmen dan integritas yang dapat dipertanggungjawabkan melalui berbagai karya yang kreatif dan inovatif. Meningkatkan keunggulan kompetitif akan memberi kontribusi positif bagi eksistensi organisasi, sehingga akan lebih mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang dinamis dan kompetitif (Sedarmayanti, 2018).

Reformasi birokrasi dengan landasan Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2011 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025, merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menghadapi kemajuan  teknologi,  transformasi  pola  pikir,  dan  sikap  masyarakat yang semakin kritis dalam peningkatan pelayanan publik. Komitmen pelaksana pelayanan publik sudah sepatutnya dioptimalkan,  mencakup profesionalisme dan etika dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (Shintya, 2018). Aparatur pelaksana pelayanan publik adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik. Pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD), pelaksana pelayanan publik yang dimaksud yaitu Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN, adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah. Sebagai pelayan masyarakat berdasarkan visi misi organisasi, sudah sepatutnya pegawai ASN menunjukkan komitmen yang tinggi dalam mengemban dan melaksanakan tugas. Karena dengan kinerja yang efektif dan efisien, maka akan memperoleh hasil optimal dan seimbang dengan yang diharapkan oleh organisasi.

Komitmen pegawai pada organisasi acap kali menjadi isu yang menarik. Banyak organisasi dan perusahaan mensyaratkan komitmen sebagai salah satu elemen untuk memegang suatu jabatan atau posisi tertentu dalam kualifikasi lowongan pekerjaan. Akan tetapi realitanya, masih banyak pegawai yang kurang memahami arti komitmen organisasi yang sesungguhnya. Padahal sangat esensial untuk memahaminya guna menciptakan kondusifitas kerja organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien (Ma’rufi & Anam, 2019).

Hasil pra survei yang telah dilakukan kepada 20 responden dengan 18 pernyataan, menginformasikan bahwa : variabel Pemberdayaan memperoleh total tingkat capaian responden (TCR) sebesar 60 persen, variabel Modal Sosial sebesar 66 persen, variabel Kepuasan Kerja sebesar 64 persen dan variabel Komitmen Organisasional sebesar 71 persen. Dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa pemberdayaan, modal sosial, kepuasan kerja dan komitmen organisasional pegawai masih kurang optimal, terutama pada variabel pemberdayaan pegawai dengan prosentase dibawah variabel-variabel lain. Begitu juga terhadap variabel kepuasan kerja, modal sosial serta komitmen organisasional pegawai, meskipun masuk kategori cukup baik namun masih perlu ditingkatkan lagi supaya dapat meningkatkan capaian kinerja organisasi perangkat daerah.

Wibowo et al. (2015) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah sikap pegawai atau kekuatan organisasi dalam mengikat pegawai untuk tetap berada dalam organisasi. Karyawan yang berkomitmen akan menunjukkan kemauan untuk bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi dan memiliki keinginan yang kuat untuk bekerja dan tetap bertahan di instansi tempatnya bekerja.Komitmen organisasional adalah area psikologis yang mencirikan hubungan antara pekerja dan organisasi serta mempengaruhi keputusan untuk  melanjutkan keanggotaan dalam organisasi (Allen & Meyer, 1997). Komitmen sebagai perwujudan dari kerelaan seseorang mengikatkan diri dengan organisasi, yang diperlihatkan dari besarnya usaha baik tenaga, waktu dan pemikiran serta besarnya semangat berkreatifitas dalam pencapaian misi bersama (Robbins & Judge, 2015).

Pegawai yang mempunyai komitmen terhadap organisasinya cenderung lebih banyak berkontribusi positif dibanding pegawai yang kurang atau tidak memiliki komitmen. (Meyer et al., 2002) karyawan yang berkomitmen akan setia dan loyal bersama organisasi, menjalankan tugas rutinitas secara teratur, bekerja penuh waktu, lebih menjaga aset perusahaan serta bekerjasama untuk merealisasikan tujuan organisasi. Karyawan yang berkomitmen pada organisasi, sikap dan perilakunya akan senantiasa memikirkan tujuan serta manfaat organisasi sebagai miliknya. Mereka setia dan siap mengambil risiko untuk organisasi, sehingga tingkat keinginan untuk mengundurkan diri semakin kecil, kinerjanya semakin meningkat sehingga efektivitas perusahaan semakin tinggi (Gucel et al., 2012). Indikasi rendahnya komitmen karyawan pada organisasi dapat dicermati dari kurangnya tanggung jawab dalam menjalankan pekerjaan. Perusahaan yang mempraktikkan sistem kontrak pada karyawan dapat memacu komitmen menjadi rendah atau sulit untuk diterapkan. (Suryanatha & Ardhana, 2014).

Untuk meningkatkan komitmen organisasional diantaranya dilakukan dengan cara memberdayakan karyawan. Pemberdayaan karyawan menjadi skala prioritas di dalam menghadapi era persaingan dan pelayanan optimal. Sumber daya manusia yang responsif dan mandiri sangat diperlukan organisasi untuk memperoleh keunggulan kompetitif. (Thomas & Velthouse, 1990) pemberdayaan merupakan sesuatu yang multifaceted yang esensinya tidak bisa dicakup dalam satu konsep tunggal. Pemberdayaaan mengandung pengertian perlunya memberi keleluasaan pada individu dalam bertindak dan sekaligus bertanggung jawab atas tindakannya sesuai dengan tugas yang diembannya. (Javed et al., 2014) pemberdayaan berarti memberikan keleluasan kepada pegawai untuk membuat keputusan sendiri dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari. (Wibowo, 2010) pemberdayaan sebagai suatu proses yang memungkinkan seseorang lebih berdaya memecahkan masalah organisasinya dengan diberi kepercayaan dan otoritas sehingga mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab. Kreativitas dan fleksibilitas profesional berasal dari proses pemberdayaan karyawan.

(Wanjiku & Nickson, 2014) membuktikan komitmen organisasional dipengaruhi oleh pemberdayaan karyawan. Pemberdayaan berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi (Fajar & Rohendi, 2016), (Fitriah & Sudibya, 2015), (Radnyanamastri & Ardana, 2017). Semakin efektif pemberdayaan yang dilakukan oleh perusahaan maka akan semakin meningkat pula komitmen karyawan terhadap perusahaan. Manajemen seharusnya tidak lagi mengawasi pekerjaan karyawannya, tetapi hanya menetapkan target yang harus diselesaikan, sehingga karyawan memiliki tanggung jawab atas pekerjaannya. (AlKahtani, N.S. et al., 2021) melaporkan bahwa pemberdayaan karyawan hotel bintang empat dan lima berpengaruh positif dan signifikan  terhadap komitmen organisasi. Disisi lain (Karim & Rehman, 2012); (Sulistiono et al., 2020) melaporkan bahwa pemberdayaan karyawan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasional.

Faktor lain yang mempengaruhi komitmen organisasional yaitu modal sosial. Modal sosial sebagai sumber daya yang dimiliki individu atau kelompok dengan memanfaatkan jaringan atau hubungan yang terinstitusionalisasi dan terdapat hubungan saling mengakui antar anggotanya (Bourdieu, 1986). Modal sosial mempengaruhi komitmen organisasi (Imam et al., 2014); (Aboyasin et al., 2015); (Dehghanian et al., 2016). Hasil observasinya menemukan terdapat pengaruh hubungan yang positif dan signifikan antara modal sosial terhadap komitmen organisasi. Ada hasil penelitian yang tidak konsisten dilaporkan oleh (Firdaus & Mulyapradana, 2018), dimana modal sosial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasional.

Karyawan dengan kepuasan kerja memiliki kecenderungan untuk memiliki komitmen dan selalu hadir dalam perusahaan. Artinya semakin tinggi kepuasan kerja yang dimiliki karyawan, maka semakin memotivasi karyawan dalam proses peningkatan komitmen organisasi dan sebaliknya semakin rendah kepuasan kerja yang dimiliki karyawan, sehingga karyawan tidak akan memiliki motivasi untuk memberikan peningkatan komitmen organisasi (Abuhashesh et al., 2019). Hubungan positif yang dirasakan antara pekerjaan yang diinginkan seseorang dan pekerjaan yang ditugaskan sebenarnya menciptakan perasaan positif dan nyaman, kondisi ini yang disebut kepuasan kerja (Emhan et al., 2018). (Anggreyani et al., 2020) menggambarkan kepuasan kerja sebagai pekerjaan yang menyenangkan dan perasaan yang terkait dengan pekerjaan. Perasaan senang seseorang terhadap pekerjaan mengarah pada kepuasan kerja dan perasaan tidak senang individu terhadap pekerjaan menimbulkan ketidakpuasan kerja (Alkhadher et al., 2020). (Loan, 2020) menemukan hubungan positif antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada analisis regresi linier berganda. Penelitian lain dari (Ingsih et al., 2020), (Megawati & Syahna, 2018), (Winarsih & Fariz, 2021) dan (Hakami, A. et al., 2020) menunjukkan bahwa kepuasan kerja yang tinggi meningkatkan komitmen normatif dan afektif; juga kepuasan kerja yang tidak tinggi atau kurang, tidak akan berpengaruh pada komitmen berkelanjutan.

Pemberdayaan karyawan pasti terkait dengan efisiensi organisasi karena pemberdayaan karyawan berdampak langsung pada kepuasan kerja. (Widodo & Damayanti, 2020) karyawan akan memiliki kepuasan kerja yang lebih jika mereka berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. (Saban, D., et al., 2020) melaporkan bahwa kepuasan kerja para pekerja hotel meningkat ketika mereka diberdayakan. Ketika karyawan merasa mendapat pemberdayaan, mereka akan memiliki kepuasan kerja dan akibatnya komitmen organisasi meningkat. Studi terdahulu yang meneliti hubungan antara pemberdayaan dan kepuasan kerja (Javed et al., 2014); (Austyn, Titus et al., 2017); (Fitriati, 2020); (AlKahtani, N.S. et al., 2021); dan (Ratnaningsih, D.S., 2021) yang menemukan bahwa pemberdayaan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Pemberdayaan mengarah pada peningkatan kepuasan kerja. Penekanan lebih harus diberikan pada pemberdayaan karyawan untuk membangun tenaga kerja yang terpercaya dan berkomitmen, yang pada akhirnya mengarah pada kinerja yang lebih baik dan peningkatan produktivitas dalam organisasi.

Tingkat modal sosial yang tinggi membawa tingkat kepuasan kerja dan kualitas hidup yang tinggi. Modal sosial merupakan indikator kualitas hidup dan kepuasan kerja yang lebih baik. (Ommen, O. et al., 2009) menyimpulkan bahwa modal sosial merupakan prediktor yang signifikan dari kepuasan kerja di kalangan dokter. Di sisi lain (Ozan et al., 2017) melaporkan subdimensi interaksi komunikasi sosial merupakan prediktor signifikan tingkat kepuasan kerja guru. (Jutengren et al., 2020) menemukan bahwa modal sosial merupakan stimulus kepuasan kerja dan keterlibatan kerja dari waktu ke waktu pada karyawan layanan kesehatan. Tingkat modal sosial yang lebih tinggi memprediksi lebih banyak kognitif dan relasional, tetapi bukan pekerjaan yang berhubungan dengan tugas sehari-hari.

Kepuasan kerja secara signifikan memediasi hubungan antara pemberdayaan dan komitmen organisasional (Ćulibrk et al., 2018), (Hsiao et al., 2020). Oleh karena itu, penerapan pemberdayaan karyawan yang efektif sangat membutuhkan kepuasan kerja dan komitmen pegawai terhadap organisasi. (Wen et al., 2019); (Viseu et al., 2020); (AlKahtani, N.S. et al., 2021) membuktikan kepuasan kerja dianggap sebagai mediator potensial antara pemberdayaan karyawan dan komitmen organisasi.

Kepuasan kerja secara parsial dapat memediasi hubungan antara modal sosial dan komitmen organisasi karyawan sektor perbankan. Jika ada modal sosial untuk karyawan, maka kepuasan kerja mereka meningkatkan dampaknya dalam menciptakan dan menghiasi komitmen organisasi karyawan, terutama dalam skenario sektor perbankan (Imam et al., 2014). Peran mediasi kepuasan kerja juga telah dibuktikan oleh (Feng et al., 2017); (Eşitti & Kasap, 2020). Kepuasan kerja merupakan konsep penting yang memiliki signifikansi luar biasa untuk pertimbangan dampak variabel anteseden yang berbeda terhadap komitmen organisasi, dan kepuasan kerja bertindak sebagai mediator antara anteseden yang berbeda dengan komitmen organisasi. (Hsiao et al., 2020), melaporkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi sebagai variabel mediasi.

Berangkat dari permasalahan, fenomena dan dismilaritas hasil penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik melakukan studi untuk mengetahui dan menguji (1) Pengaruh pemberdayaan terhadap kepuasan kerja; (2) Pengaruh modal sosial terhadap kepuasan kerja; (3) Pengaruh kepuasan kerja terhadap  komitmen organisasional; (4) Pengaruh pemberdayaan terhadap komitmen organisasional; (5) Pengaruh modal sosial terhadap komitmen organisasional; (6) Peran kepuasan kerja memediasi pengaruh pemberdayaan  terhadap  komitmen organisasional; dan (7) Peran kepuasan kerja memediasi pengaruh modal sosial terhadap komitmen organisasional.

 

Metode Penelitian

Desain penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory research) yang akan membuktikan pengaruh antara variabel bebas (eksogen) yaitu Pemberdayaan dan Modal Sosial terhadap variabel terikat (endogen) yaitu Komitmen Organisasional dengan Kepuasan Kerja sebagai variabel perantara atau mediasi (intervening).

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang didasarkan pada filosofi positivistik, digunakan untuk menyelidiki populasi atau sampel tertentu, dan menguji hipotesis yang diajukan dengan melakukan analisis data yang ditargetkan. Data yang terkumpul dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan perhitungan statistik deskriptif atau inferensi sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang pengujian hipotesis yang dirumuskan (Sugiyono, 2021: 16).

Jenis data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner menggunakan google forms untuk mematuhi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) karena pandemi Covid-19 saat penelitian dilakukan, dan dimaksudkan untuk mengurangi kontak langsung dengan responden. Selain itu memberi kesempatan kepada para pegawai untuk dapat merespon kuesioner diluar jam kerja sehingga tidak mengganggu aktivitas rutin.

Populasi dalam penelitian ini sejumlah 238 orang yang merupakan semua pegawai (baik ASN dan non ASN) yang bertugas pada Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Pati dan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati. Tautan kuesioner dibagi melalui WhatsApp kepada pegawai ASN sejumlah 134 orang sebagai sampel melalui prosedur non probability sampling dengan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, yaitu menguji komitmen yang berstatus ASN. Karena ada perbedaan tingkat komitmen organisasional antara PNS dan non PNS dari penelitian yang sudah dilakukan di Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik oleh (Windasari & Rahmasari, 2018). Dari sampel tersebut yang sudah berpartisipasi memberi tanggapan sebanyak 106 responden, sisanya tidak dapat merespon karena kesibukan tugas dinas, adanya jadwal work from home (WFH) atau karena sebab lain.

Analisis data penelitian menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisa data yang telah terkumpul sebagaimana adanya dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data tanpa menarik kesimpulan atau generalisasi yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2021: 206). Statistik deskriptif diilustrasikan oleh demografi responden meliputi : jenis kelamin, usia, masa kerja, pendidikan terakhir, pangkat atau golongan, dan jabatan. Sedangkan deskriptif variabel penelitian digambarkan menurut : total skor (sum), nilai rerata (mean), tingkat capaian responden (TCR) dan kategori capaian.

Skala Likert dipergunakan untuk mengukur pendapat, sikap dan persepsi individu atau kelompok mengenai fenomena sosial yang diteliti (Sugiyono, 2021: 146). Untuk meminimalisir kesalahan pengukuran dan agar lebih presisi, menggunakan tujuh poin alternatif jawaban pada item pertanyaan kuesioner yang memiliki gradasi dari yang sangat positif sampai dengan yang sangat negatif, dengan klasifikasi bobot nilai (skor) : Sangat Setuju (SS) skor 7; Setuju (S) skor 6; Agak Setuju (AS) skor 5; Netral (N) skor 4; Agak Tidak Setuju (ATS) skor 3; Tidak Setuju (TS) skor 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan skor 1.

Uji instrumen penelitian menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas untuk menentukan tingkat kevalidan instrumen penelitian yang merupakan media pengumpul data, sehingga mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2021: 176). Menggunakan metode analisis faktor Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan KMO MSA (Keiser-Meyer-Olkin Measures of Sampling Adequacy). Dasar pengambilan keputusan : jika nilai KMO MSA > 0,50 dan loading factor > 0,40 dengan nilai signifikansi (Bartlett of Spericity) < 0,05 maka item variabel dinyatakan valid serta dapat dilakukan analisis selanjutnya. Untuk mengetahui validitas setiap item dilihat dari nilai MSA pada kolom Anti Image Correlation’s (Gunawan, 2020: 99).

Uji reliabilitas untuk menguji konsistensi data yang dimiliki dalam jangka waktu tertentu, serta sejauh mana pengukuran yang digunakan dapat diandalkan atau dipercaya. (Ghozali, 2021: 61). Menggunakan analisis Cronbach’s Alpha,  dengan dasar pengambilan keputusan : Jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,70 maka variabel dinyatakan reliabel atau konsisten.

Uji asumsi klasik dilakukan pada data primer sebelum pengujian dengan regresi linear, untuk mendeteksi masalah-masalah asumsi klasik agar memenuhi syarat-syarat menjadi model regresi yang valid. Model regresi khususnya regresi linier berganda bisa dikategorikan model yang baik jika memenuhi kriteria Best Linier Unbiased Estiminator (BLUE) dengan memenuhi syarat asumsi klasik ((Bahri, 2018: 161).

Uji Normalitas dilakukan pada variabel penganggu (residual) dalam model regresi berdistribusi normal atau tidak. Data dikatakan normal jika nilai residualnya mengikuti distribusi normal dan sebaran titik-titik di sekitar garis diagonal serta mengikuti arah garis diagonal (Ghozali, 2021: 196). Dalam studi ini dilakukan dengan menggunakan metode One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (1-Sample K-S) dan uji Probability Plot (P-Plot). Jika hasil analisis nonparamatric test 1-Sample K-S didapatkan nilai Asymptotic significance (2-tailed) > 0,05, maka residual model regresi berdistribusi normal.

Sedangkan Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk menganalisa ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi. Seharusnya tidak terjadi korelasi yang tinggi antar variabel independen pada model regresi yang jumlah variabel independen lebih dari satu (Ghozali, 2021: 157). Untuk mendeteksi dilakukan dengan mencermati besaran nilai Tolerance dan lawannya nilai VIF (Variance Inflation Factor). Nilai cut off yang umum dipakai, apabila nilai Tolerance > 0,10 atau nilai VIF < 10,00 maka dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas dalam model regresi.

Goodness of fit digunakan untuk mengukur ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual. Secara statistik uji model ini dapat diukur minimal dari nilai statistik F, nilai koefisien determinasi, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik dinyatakan signifikan, jika nilai statistiknya berada dalam daerah kritis ( H0 ditolak) dan sebaliknya jika dalam daerah dimana H0 diterima maka dinyatakan tidak signifikan (Ghozali, 2021: 146).

Analisis regresi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan hubungan matematis, membangun persamaan serta untuk memprediksi nilai output dependen berdasarkan input independen. Analisis regresi linier digunakan untuk memberikan penjelasan dan besar pengaruh hubungan antar dua variabel atau lebih variabel independen dengan variabel dependen (Bahri, 2018: 191).

Persamaan regresi linear atau model matematis dalam penelitian ini :

-       Y1   =  α  + ß1X1 + ß2X2 + ℮1                    (1)

-       Y2   =  α  + ß3X1 + ß4X2 +ß5Y1 + ℮2          (2)

Dimana:

X1 =  Pemberdayaan; X2 =  Modal Sosial; Y1= Kepuasan Kerja; Y2 =  Komitmen Organisasional; α  =  Nilai konstanta (parameter intercept); ß 1,2,3,4,5 =  Koefisien regresi; 1,2 =  Standard  error (residu)

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji statistisk t dan Sobel test. Uji t atau uji signifikansi parameter individual pada dasarnya untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas (independen) secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2021: 148). Kriteria pengambilan keputusan dalam uji t adalah : Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Dan jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya variabel independen secara parsial dan signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen. Sedangkan Uji Sobel dilakukan untuk mengetahui efek tidak langsung dari variabel eksogen (independen) terhadap variabel endogen (dependen) melalui variabel intervening (Abu-Bader & Jones, 2021).

 

Hasil Dan Pembahasan

Hasil dari olah data dan pengujian penelitian diperoleh  sebagai berikut:

A.    Deskriptif Responden

Responden yang sudah berpartisipasi dalam penelitian dapat diilustasikan karakteristik demografi sebagai berikut:

 

Tabel 1 Karakteristik Responden

Demografi

Persentase

Demografi

Persentase

Jenis Kelamin

 

Golongan/Pangkat

 

Pria

50,9 %

Gol 2

23,68 %

Wanita

49,1 %

Gol 3

49,06 %

 

 

Gol 4

27,36 %

Umur

 

Masa Kerja

 

21-30 Tahun

-

6-10 Tahun

3,77 %

31-40 Tahun

13,21 %

11-20 Tahun

40,57 %

41-50 Tahun

41,51 %

21-25 Tahun

20,75 %

51-60 Tahun

45,28 %

26-30 Tahun

16,04 %

 

 

≥ 31 Tahun

18,87 %

Pendidikan

 

Jabatan

 

SMA/SMK

17,92 %

Eselon 3

10,38 %

Diploma (D1-D3)

13,21 %

Eselon 4

23,58 %

Sarjana (S1)

41,51 %

Jabatan Fungsional

17,92 %

Magister (S2)

26,42 %

Pelaksana/staf

48,13 %

Doktor (S3)

0,94 %

 

 

Sumber : Output Olah Data, 2022

 

Total responden yang berpartisipasi sebanyak 106 orang, dengan komposisi demografi responden menurut jenis kelamin : 54 orang (50,9 persen) dengan jenis kelamin pria, dan sebanyak 52 orang (49,1 persen) berjenis kelamin wanita. Gambaran komposisi responden berdasarkan usia atau umur menunjukkan bahwa responden didominasi berumur 51-60 tahun (45,3 persen), sementara responden dengan kelompok umur 21-30 tahun tidak ada yang berpartisipasi dalam kuesioner, disebabkan karena adanya peraturan pemerintah yang meniadakan atau menunda penerimaan calon pegawai ASN atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) beberapa tahun terakhir.

Komposisi responden berdasarkan pendidikan mengindikasikan bahwa responden dengan ijazah Sarjana (S1) paling dominan (44,5 persen), kemudian responden yang menyandang gelar Magister (S2) sebesar 26,4 persen. Berdasarkan masa kerja mengilustrasikan bahwa sebagian besar responden (40,6 persen) sudah berkerja selama 11 sampai 20 tahun pada dinas/instansi organisasi perangkat daerah, kondisi tersebut menunjukkan loyalitas pegawai dan tingkat komitmen pada organisasinya. Sedangkan berdasarkan pangkat golongan sebagian besar responden (49,1 persen) memiliki karier dengan pangkat golongan ruang III dan yang memiliki pangkat golongan  IV sebesar 27,4 persen. Penghargaan karier tersebut diperoleh sesuai dengan tingkat pendidikan terakhir dan masa kerja masing-masing sebagai pegawai ASN.

Komposisi responden berdasarkan jabatan memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (48,1 persen) mengemban tugas sebagai pelaksana (staf) pada objek penelitian ini. Menjalankan tugas administrasi umum pelayanan masyarakat di bidang pendidikan dan kebudayaan, juga pada bidang kepemudaan, olahraga dan pariwisata pada organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Pati.

B.    Deskriptif Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah : Pemberdayaan (X1) terdiri dari empat dimensi : Meaning, Competence, Self Determination dan Impact, dengan delapan indikator atau item pernyataan pada kuesioner (X1-1 sampai X1-8). Modal Sosial (X2) yang terdiri atas tiga dimensi yaitu : struktural, relasional dan kognitif dijabarkan kedalam dua belas indikator atau item pernyataan (X2-1 sampai X2-12). Kepuasan Kerja (Y1) yang terdiri dari enam dimensi : pembayaran, pekerjaan, kesempatan promosi, atasan dan rekan kerja dijabarkan dalam dua belas pernyataan (Y1-1 sampai dengan Y1-12) dan Komitmen Organisasional (Y2) yang dijabarkan dalam dua belas item pernyataan (Y2-1 sampai Y2-12) yang merupakan penjabaran dari tiga dimensi : affective commitment, continuence commitment dan normative commitment.

Variabel penelitian dideskripsikan menurut: total skor (sum), nilai rerata (mean), tingkat capaian responden (TCR) dan kategori capaian. Tingkat capaian responden (TCR) = TxPn; dimana T : Total responden yang memilih dan Pn : Pilihan angka skor Likert. Sedangkan untuk melihat Indeks TCR = Total Skor / Y x 100% dimana Y adalah skor tertinggi Likert x jumlah responden.

Sedangkan kategori capaian untuk menginterprestasikan jawaban responden, memakai interval (I)=100/jumlah skor; I=100/7 diperoleh interval 14,3; sehingga klasifikasi dan kategori capaian ditentukan sebagai berikut : Sangat Baik (SB) 85,6-100; Baik (B) 71,5-85,7; Agak Baik (AB) 57,2-71,4: Cukup (C) 43,0-57,1; Agak Kurang (AK) 28,7-42,9; Kurang (K) 14,4 - 28,6; Sangat Kurang (SK) 0 - 14,3.

Berdasarkan klasifikasi dan kategori capaian tersebut, variabel penelitian dideskripsikan sebagai berikut :

Variabel Pemberdayaan

Secara keseluruhan pemberdayaan pegawai pada organisasi/instansi sudah baik, terindikasi dari tingkat capaian responden (TCR) dengan kategori capaian Baik (B) pada dimensi meaning, competence dan impact. Sementara item-item pernyataan yang memperoleh tingkat capaian responden (TCR) dengan kategori capaian Agak Baik (AB) adalah: pada dimensi self determination item X1-5 sebesar 70,9 persen; Saya diberi kebebasan untuk menentukan cara/strategi dalam melaksanakan tugas/pekerjaan. Item X1-6 sebesar 70,2 persen; Saya merasa bebas untuk menentukan langkah pengembangan karier. Besaran capaian tersebut mengindikasikan bahwa pemberian keleluasaan atasan langsung kepada pegawai dalam menentukan strategi pelaksanaan tugas pekerjaan serta menentukan sikap pengembangan kariernya pada objek penelitian agak baik atau belum optimal.

Adapun item pernyataan yang memperoleh TCR tertinggi yaitu item X1-7 sebesar 77,4 persen; Merasa diri memiliki pengaruh terhadap orang lain. Yang mengindikasikan bahwa pegawai mempunyai pengaruh keterkaitan yang tinggi terhadap pegawai lain serta kontribusi capaian kinerja organisasi. Sementara TCR yang terendah pada item X1-6 sebesar 70,2 persen; Saya merasa bebas untuk menentukan langkah pengembangan karier. Mengindikasikan bahwa keleluasaan pegawai dalam menentukan sikap pengembangan karier pada organisasi/instansi yang agak baik atau belum optimal. Sementara jawaban agak tidak setuju (ATS) yang pada item X1-4 sebesar 9,4 persen : Saya merasa yakin terhadap keahlian (skill) yang saya miliki, untuk mengerjakan tugas.

Variabel Modal Sosial

Secara keseluruhan modal sosial pegawai pada organisasi/instansi sudah baik, terindikasi dari tingkat capaian responden (TCR) dengan kategori capaian Baik (B) pada dimensi struktural, relasional, kognitif. Besaran capaian tersebut mengindikasikan bahwa indikator-indikator modal sosial yang sudah baik pada objek penelitian. Sementara item-item pernyataan yang memperoleh tingkat capaian responden (TCR) dengan kategori capaian Agak Baik (AB) yaitu : pada dimensi struktural item X2-1 sebesar 70,9 persen; Saya suka berpartisipasi dalam kegiatan organisasi/instansi ini, meski itu bukan tugas fungsi saya. Dan item X2-4 sebesar 70,2 persen; Saya bersedia membantu kegiatan non rutin organisasi/instansi ini. Kemudian pada dimensi relasional yaitu item X2-6 sebesar 69,0 persen; Rekan-rekan kerja siap membantu apabila saya menemui kesulitan dalam pekerjaan. Dan pada item X2-7 sebesar 69,9 persen; Saya merasa bertanggung jawab untuk membantu teman-teman sekantor dalam menyelesaikan pekerjaan mereka. Kategori capaian tersebut memberikan indikasi bahwa tingkat partisipasi pegawai, kesediaan membantu pada kegiatan organisasi dari para pegawai belum optimal. Begitu juga rasa tanggungjawab untuk membantu rekan kerja dalam menyelesaikan tugas belum/kurang tinggi.

Tingkat capaian responden (TCR) tertinggi pada item X2-10 sebesar 77,1 persen; Senang bekerja mewakili organisasi tempat bekerja. Artinya perasaan bangga dan senang dari para pegawai di organisasi/instansi objek penelitian sudah baik atau tinggi. Sementara TCR yang terendah pada item X2-6 sebesar 69,0 persen; Rekan-rekan kerja siap membantu apabila saya menemui kesulitan dalam pekerjaan.  Mengindikasikan kepedulian pegawai untuk membantu rekan sekantor jika mengalami kesulitan pekerjaan agak baik atau belum tinggi.

Variabel Kepuasan Kerja

Secara keseluruhan kepuasan kerja pegawai pada organisasi/instansi sudah baik, terindikasi dari tingkat capaian responden (TCR) dengan kategori capaian Baik (B) pada dimensi pembayaran, pekerjaan, kesempatan promosi, atasan, dan rekan kerja. Besaran capaian pada item-item tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kepuasan kerja pegawai pada organisasi/instansi sudah baik atau sudah tinggi.

Sementara item-item pernyataan yang memperoleh tingkat capaian responden (TCR) dengan kategori capaian Agak Baik (AB) yaitu : pada dimensi pekerjaan item Y1-4=71,0 persen; Saya sudah diberi kesempatan untuk menerima tanggung jawab atas tugas/pekerjaan. Pada dimensi teman kerja item Y1-11=67,0 persen; Rekan kerja saya siap bekerjasama dalam memecahkan persoalan pekerjaan. Besaran capaian tersebut menginformasikan bahwa pemberian tanggungjawab dari atasan langsung kepada pegawai (bawahan) serta kerjasama antar teman kerja dalam memecahkan masalah organisasi/instansi belum optimal atau agak baik.

TCR yang tertinggi pada indikator Y1-12 sebesar 79,0 persen : Rekan kerja saya di instansi/organisasi ini, tepat waktu dalam menyelesaikan tugas. Sementara TCR terendah pada indikator Y1-11 sebesar 67,0 persen; Rekan kerja saya siap bekerjasama dalam memecahkan persoalan pekerjaan.

 Variabel Komitmen Organisasional

Tingkat capaian responden (TCR) dengan kategori capaian Baik (B) pada dimensi affective commitment, continuance commitment dan normative commitment mencerminkan komitmen organisasional secara keseluruhan pada organisasi/instansi sudah tinggi. Namun masih ada kecenderungan pegawai untuk berpindah (mutasi) ke organisasi/instansi atau bagian/bidang lain, serta keinginan pegawai untuk tetap bersama dalam organisasi/instansi perlu mendapat perhatian. Beranggapan tidak etis jika pindah ke organisasi/instansi lain, juga harus diperhatikan meskipun sudah memperoleh kategori capaian baik (B) pada variabel komitmen organisasional.

Adapun tingkat capaian responden (TCR) tertinggi indikator komitmen organisasional pada item Y2-11 sebesar 83,4 persen; Loyalitas dan tetap bekerja sebagai tanggung jawab moral. Hal ini mengindikasikan loyalitas dan komitmen yang tinggi dari pegawai terhadap organisasi/instansi, atau tingkat capaian komitmen organisasional yang sudah baik atau sudah tinggi.

Sementara tingkat capaian responden (TCR) yang terendah dari variabel komitmen organisasional adalah item Y2-10 sebesar 73,8 persen; Tidak etis jika pindah ke organisasi/instansi lain. Yang mengindikasikan bahwa masih ada kecenderungan pegawai merasa biasa-biasa saja (etis) untuk pindah ke organisasi/instansi lain atau dari bagian yang satu ke bidang yang lain. Kondisi ini juga didukung oleh jawaban netral (N) sebesar 28,3 persen pada item tersebut.

C.   Uji Instrumen Penelitian

Sebelum digunakan sebagai media pengambilan keputusan, maka instrumen penelitian harus diuji dan dipastikan kebenarannya terlebih dahulu. Untuk memastikan hal tersebut dilakukan uji instrumen.

Uji validitas yang telah dilakukan membuktikan bahwa semua item variabel Pemberdayaan, Modal Sosial, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional memperoleh nilai KMO MSA, anti image correlation ≥ 0,50; loading factor (component matrix) ≥ 0,40 dengan signifikansi < 0,05; sehingga disimpulkan semua item variabel instrumen penelitian dalam studi ini dinyatakan valid.

Sedangkan hasil uji reliabilitas yang sudah dilakukan memberi output sebagai berikut:

 

Tabel 2 Hasil Uji Reliabilitas

No.

Variabel

Cronbach’s Alpha

Standard Reliabel

Keterangan

1.

Pemberdayaan (X1)

0,945

0,70

Reliabel

2.

Modal Sosial (X2)

0,950

0,70

Reliabel

3.

Kepuasan Kerja (Y1)

0,960

0,70

Reliabel

4.

Komitmen Organisasional (Y2)

0,951

0,70

Reliabel

Sumber : Output Olah Data, 2022

 

Dari tabel diatas menginformasikan bahwa semua variabel dalam penelitian ini memperoleh nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0,70 sehingga disimpulkan semua item dalam kuesioner dinyatakan reliabel atau kredibel.

D.   Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas dengan One-Simple Kolmogorov Smirnov test didapatkan hasil Asymptotic significance ( 2-tailed) sebesar 0,200 baik pada persamaan model 1 dan persamaan model 2. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05 Kemudian pada grafik Normal Probability Plot (P-Plot) juga memperlihatkan sebaran titik-titik di sekitar garis dan mengikuti arah garis diagonal, maka mengindikasikan bahwa data berdistribusi normal. Sehingga diambil kesimpulan bahwa variabel pengganggu atau residual baik pada persamaan model 1 dan persamaan model 2 dalam penelitian ini berdistribusi normal.

Uji Multikolinieritas pengujian pada persamaan model 1 dan persamaan model 2 dapat diperoleh hasil sebagai berikut:

 

Tabel 3 Hasil Uji Multikolinieritas

Variabel Independen

Collinearity Statistic’s

Vriabel Dependen

Tolerance

VIF

Persamaan Model 1

 

 

 

Pemberdayaan

0,269

3,716

Kepuasan Kerja

Modal Sosial

0,269

3,716

 

Persamaan Model 2

 

 

 

Pemberdayaan

0,250

4,002

Komitmen Organisasional

Modal Sosial

0,204

4,891

 

Kepuasan Kerja

0,290

3,452

 

Sumber : Output Olah Data, 2022

 

Karena semua nilai tolerance ≥ 0,10 dan atau VIF ≤ 10,00 baik pada persamaan model 1 dan persamaan model 2, maka disimpulkan tidak terjadi gejala multikolinearitas pada variabel-variabel penelitian ini.

E.    Goodness of Fit

Uji kelayakan model digunakan untuk mengukur ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual.

Uji Koefisien Determinasi ( R2) berdasarkan output olah data pada Tabel 4 , nilai koefisien Adjusted R-Square pada persamaan model 1 sebesar 0,705. Artinya Pemberdayaan dan Modal Sosial mampu menjelaskan Kepuasan Kerja sebesar 70,5 persen. Sedangkan sisanya 29,5 persen merupakan kontribusi dari variabel lain di luar model ini.

Sementara nilai koefisien Adjusted R Square pada persamaan model 2 sebesar 0,892. berarti 89,2 persen perubahan (naik turun) komitmen organisasi dipengaruhi oleh pemberdayaan, modal sosial dan kepuasan kerja pegawai, pemberdayaan karyawan. Sedangkan sisanya sebesar 10,8 persen merupakan pengaruh dari variabel lain di luar model dalam studi ini.

Uji statistik F pada dasarnya untuk menguji apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen dan digunakan juga untuk menentukan kelayakan model regresi (Bahri, 2018). Output analisis regresi pada Tabel 4, pada persamaan model 1 diperoleh nilai F sebesar 126,287 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Artinya Pemberdayaan dan Modal Sosial diduga mempunyai hubungan yang signifikan terhadap Kepuasan Kerja dan layak sebagai model regresi. Sedangkan pada persamaan model 2 nilai F sebesar 289,866 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05;  artinya Pemberdayaan, Modal Sosial dan Kepuasan Kerja diduga mempunyai hubungan yang signifikan terhadap Komitmen Organisasional  dan layak sebagai model regresi.   

F.    Analisis Regresi

Analisis regresi selain untuk mengukur pengaruh hubungan antara dua variabel atau lebih, juga untuk menunjukkan arah hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Dengan asumsi variabel terikat random/stokastik yang mempunyai distribusi probalistik, sedangkan variabel bebas memiliki nilai tetap dalam pengambilan sampel yang berulang (Ghozali, 2021).

 

Tabel 4 Hasil Analisis Regresi dan Persamaan Model

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber: Output Olah Data, 2022

 

Berdasarkan koefisien regresi pada tabel diatas, maka diperoleh nilai persamaan model:

Y1 = 3,807 + 0,424 X1 + 0,674 X2                    (1)

Prediksi besaran Kepuasan Kerja (Y1) yang diperoleh dari pengaruh Pemberdayaan (X1) sebesar 0,424; dan Modal Sosial (X2) sebesar 0,674. Pengaruh hubungan bersifat positif (searah) artinya jika pemberdayaan dan modal sosial pegawai meningkat, maka kepuasan kerja pegawai juga akan meningkat.  Dengan nilai konstanta sebesar 3,807 dan signifikan p-value < 0,05.

Y2 = 12,599 + 0,362 X1 + 0,248 X2 + 0,384 Y1                  (2)

Prediksi besaran Komitmen Organisasional (Y2) yang diperoleh dari pengaruh Pemberdayaan (X1) sebesar 0,362; Modal Sosial (X2) sebesar 0,248; dan Kepuasan Kerja (Y1) sebesar 0,384. Pengaruh bersifat positif yang artinya jika pemberdayaan, modal sosial dan kepuasan kerja pegawai meningkat, maka komitmen organisasional pegawai juga akan meningkat. Dengan nilai konstanta sebesar 12,599 dan signifikan p-value < 0,05.

G.   Uji Hipotesis

 

Tabel 5 Hasil Uji Hipotesis

No.

Hipotesis

Nilai t

Sig.

Ket.

H1.

Pemberdayaan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja

2,816

0,006

Diterima

H2.

Modal sosial berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja

5,707

0,000

Diterima

H3.

Pemberdayaan berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional

4,570

0,000

Diterima

H4.

Modal sosial berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional

3,608

0,000

Diterima

H5.

Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional

7,680

0,000

Diterima

H6.

Kepuasan kerja memediasi pengaruh pemberdayaan terhadap komitmen organisasional

0,5473

0,000

Diterima

H7.

Kepuasan kerja memediasi pengaruh modal sosial terhadap komitmen organisasional

0,4267

0,000

Diterima

 

Pembahasan

Pengaruh pemberdayaan terhadap kepuasan kerja

Hasil empiris membuktikan bahwa pemberdayaan pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Jika pegawai lebih diberdayakan, terutama diberi keleluasaan atau kemandirian untuk menentukan strategi dalam pelaksanaan tugas serta aktivitas pengembangan kariernya, maka akan berdampak pada tingkat kepuasan kerja pegawai. Secara umum pemberdayaan pada objek penelitian sudah baik, namun perlu terus dioptimalkan dengan menambah keleluasaan kepada individu (pegawai) dalam bertindak sekaligus bertanggung jawab atas tindakan yang diambil sesuai tugas yang diampu.

Implementasi pemberdayaan karyawan yang efisien dalam sebuah organisasi dapat diwujudkan dengan memodifikasi budaya organisasi kuno dan mengadopsi budaya baru yang membantu pemberdayaan, dengan mempertimbangkan perilaku, pola kerja dan praktik organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja (Reidhead, C., 2020).

Hasil studi ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh (Javed et al., 2014); (Austyn, Titus et al., 2017); (Fitriati, 2020); (AlKahtani, N.S. et al., 2021); dan (Ratnaningsih, D.S., 2021) yang melaporkan bahwa pemberdayaan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Sementara temuan penelitian ini berbeda dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh (Sulistiono et al., 2020), yang melaporkan bahwa pemberdayaan karyawan perkebunan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja.

Pengaruh Modal Sosial terhadap Kepuasan Kerja

Berdasarkan usia dari 106 responden yang berpartisipasi sebanyak 45,3 persen berusia 51-60 tahun. Yang berumur 41-50 tahun sebanyak 41,5 persen. Komposisi tersebut mengindikasikan bahwa pegawai pada objek penelitian memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Faktor penentu modal sosial dapat muncul dari usia individu dalam suatu organisasi atau kelompok, dan seseorang yang lebih tua dimungkinkan memiliki modal sosial yang lebih besar (Whiteley, 2000).

Sementara karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin (gender) mengilustrasikan 50,9 persen responden berjenis kelamin pria, dan 49,1 persen pegawai dengan jenis kelamin wanita. Jumlah pegawai ASN pria dan wanita pada organisasi perangkat daerah ditentukan oleh organisasi pembina kepegawaian berdasarkan analisis beban kerja dan analisis kebutuhan pegawai. Tidak didasarkan pada spesifikasi tugas menurut jenis kelamin.

Menurut survei sebelumnya, wanita cenderung memiliki koneksi yang lebih sedikit, tetapi wanita  mudah  mendapatkan bantuan keuangan. Laki-laki di sisi lain memiliki kemudahan mencari pekerjaan dengan menggunakan koneksi sosial (Christoforou, 2011). Perempuan juga memiliki  modal sosial keluarga yang lebih tinggi, yaitu norma yang lebih tinggi (Fidrmuc & Gërxhani, 2005).

Fenomena yang terjadi bisa dicermati dari indikator (X2-1) dan item (X2-4) yang mengindikasikan bahwa pegawai kurang berperan aktif dalam kegiatan organisasi atau pada bidang lain. Kesedian untuk membantu kegiatan diluar rutinitas organisasi/instansi juga belum optimal. Para pegawai lebih memprioritaskan tugas pokok fungsinya (tupoksi) saja, dan kurang intens terhadap kegiatan non rutin organisasi atau kegiatan yang dilaksanakan pada bidang lain. Begitu juga tingkat kepercayaan terhadap teman sekantor atau dalam satu bagian/bidang untuk membantu apabila mengalami kesulitan pekerjaan masih belum optimal. Rasa tanggung jawabnya dalam membantu rekan kerja. Sifat ego sektoral pada bagian atau bidang masing-masing masih lebih tinggi, belum mempunyai respek terhadap bagian/bidang lain. Sehingga kondisi tersebut mempengaruhi tingkat kepuasan kerja pegawai pada organisasi atau instansi.

Hasil empiris membuktikan modal sosial signifikan dan mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Artinya jika modal sosial yang dimiliki pegawai lebih difungsikan atau ditingkatkan serta diaplikasikan dalam organisasi/instansi, maka mampu meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Apabila sifat ego sektoral bisa diminimalisir, lebih responsif untuk berpartisipasi pada kegiatan diluar tugas fungsi dinas/instansi, lebih peduli dan lebih bertanggung jawab untuk membantu serta siap bekerja sama dengan rekan kerja akan berimplikasi terhadap tingkat kepuasan kerja pegawai dalam organisasi.

Secara umum modal sosial pada objek penelitian sudah baik. Temuan studi ini sepadan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Jutengren, G. et al., 2020); (Ozan et al., 2017) dan (Ommen, O. et al., 2009, yang menemukan bahwa modal sosial merupakan prediktor yang signifikan dari kepuasan kerja. Modal sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Penelitian dilakukan di kalangan dokter atau tenaga kesehatan, namun modal sosial yang dimiliki seseorang seperti halnya para pegawai juga akan mampu meningkatkan kepuasan kerja apabila dimanfaatkan dan diperankan lebih optimal.

Pengaruh Pemberdayaan terhadap Komitmen Organisasional

Komitmen organisasional pada objek penelitian secara umum berada pada kriteria baik atau sudah tinggi. Didukung deskripsi berdasarkan masa kerja dimana sebagian besar pegawai yang memiliki masa kerja yang lama bahkan ada yang lebih dari tiga puluh tahun. Serta kesetiaan pada organisasi dianggap hal yang bijaksana.

Hasil empiris pada uji hipotesis membuktikan pemberdayaan pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Artinya jika pemberdayaan pegawai meningkat maka akan meningkat pula komitmen pegawai pada organisasinya. Apabila pegawai lebih diperhatikan dan lebih diberdayakan dengan diberi keleluasaan dalam bertindak sekaligus bertanggung jawab atas tindakan yang diambil sesuai tugas yang diampunya, maka akan meningkatkan komitmennya terhadap organisasi serta akan memberi feedback lebih dari apa yang diharapkan oleh organisasi. (Thomas & Velthouse, 1990).

Pemberdayaan pegawai bisa diaktualisasikan dengan pemberian keleluasaan untuk mengambil keputusan dalam wilayah tanggung jawab tanpa harus mendapatkan persetujuan dari orang lain terlebih dahulu (Luthans, 2011). Identik dengan kewenangan klasik, namun ada karakteristik yang menjadikannya unik. Pertama : karyawan didorong untuk menggunakan inisiatif mereka sendiri; kedua :  karyawan diberdayakan dengan cara tidak hanya diberi otoritas tetapi juga sumber daya, sehingga mereka mampu membuat keputusan dan memiliki kekuatan untuk mengimplementasikannya.

Hasil studi ini selaras dengan penelitian (Widayanti & Sariyathi, 2016); (Kariuki & Kiambati, 2017) dan (Zaraket et al., 2018), yang melaporkan jika organisasi mendukung pemberdayaan karyawan, maka  akan membantu meningkatkan kepercayaan dan komitmen mereka terhadap organisasi. Hasil temuan yang sama dilaporkan (Fitriah & Sudibya, 2015); (Fajar & Rohendi, 2016); (Radnyanamastri & Ardana, 2017). Semakin efektif pemberdayaan karyawan yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi maka akan semakin meningkat pula komitmen pegawai atau karyawannya. (Toremen et al., 2011); (AlKahtani, N.S. et al., 2020) laporan penelitiannya menemukan bahwa pemberdayaan bersama dengan kepuasan kerja karyawan sangat penting dalam meningkatkan kinerja organisasi. Pemberdayaan berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan pada industri perhotelan bintang empat dan lima di Pakistan.

Sementara itu penelitian ini berbeda dengan temuan (Karim & Rehman, 2012), yang menemukan pemberdayaan karyawan otoritas penerbangan sipil tidak dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap komitmen organisasi. (Sulistiono et al., 2020) melaporkan bahwa pemberdayaan karyawan perkebunan tidak memiliki efek yang signifikan terhadap komitmen organisasional.

Pengaruh Modal Sosial terhadap Komitmen Organisasional

Berdasarkan pendidikan terakhir responden menggambarkan tingkat modal sosial yang tinggi dalam studi ini. Modal sosial dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan kontekstual, dengan pendapatan dan pendidikan memiliki dampak terbesar. Bukti empiris menunjukkan bahwa tingkat pendapatan dan pendidikan yang lebih tinggi berbanding lurus dengan kemungkinan yang lebih tinggi dari kepercayaan interpersonal dan kelompok individu. (Knack & Keefer, 1997); (Paldam, 2000) mengemukakan tingkat pendidikan dan pendapatan seseorang dapat memperkuat keyakinan dan norma sosial. Karena setelah mengetahui tingkat pendidikan dan pendapatan seseorang, muncul persepsi  bahwa seseorang itu lebih dapat diandalkan.

Sementara itu deskripsi responden berdasarkan jabatan dalam studi ini menunjukkan hubungan dan kepercayaan antara karyawan dalam organisasi yang diteliti bersifat informal terlepas dari tingkat jabatan dalam organisasi. Meski bagian besar pegawai memangku jabatan pelaksana/staf (48,1 %) akan tetapi  memiliki keeratan hubungan yang tinggi dan menghasilkan kolaborasi yang lebih erat dalam menciptakan jaringan komunikasi tanpa membedakan dengan jabatan lain. (Fukuyama, 2000), menyebut jaringan sebagai dasar organisasi yang membedakan dengan organisasi formal berbasis hierarki; karena peraturan birokrasi dan wewenang formal telah diganti dengan norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara anggota. Temuan menyimpulkan tidak ada perbedaan modal sosial antar kelompok yang bekerja pada tingkat yang berbeda posisi atau jabatan di dalam organisasi, sehingga konsisten dengan teori tersebut.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif variabel Modal Sosial yang memperoleh kategori capaian agak baik (AB) mengindikasikan bahwa tingkat kepercayaan terhadap teman sekantor atau dalam satu bidang untuk membantu apabila mereka mengalami kesulitan pekerjaan belum optimal. Sifat ego sektoral pada bidang/bagian masing-masing masih tinggi, belum mempunyai kepedulian yang baik terhadap bagian/bidang lain dalam organisasi/instansi. Begitu juga rasa tanggung jawabnya membantu teman kerja. Sehingga fenomena tersebut dapat mempengaruhi tingkat komitmen organisasional pegawai pada objek penelitian.

Hasil empiris membuktikan bahwa modal sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Bisa diartikan jika modal sosial yang dimiliki pegawai lebih difungsikan, diaplikasikan dalam organisasi atau instansi akan mampu memberikan dampak positif pada komitmen pegawai. Apabila sifat ego sektoral bisa diminimalisir, lebih responsif untuk berpartisipasi pada kegiatan diluar tugas fungsi dinas/instansi, lebih peduli dan lebih bertanggung jawab untuk membantu serta bekerja sama dengan rekan kerja akan berimplikasi pada tingkat komitmen pegawai pada organisasinya.

Secara umum kepuasan kerja pegawai pada objek penelitian sudah baik. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh  (Imam, Abber et al., 2014); (Sayadi & Hayati, 2014); (Aboyasin, N., et al., 2015); dan (Dehghanian, E., et al., 2016), dengan konklusi bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara modal sosial terhadap komitmen organisasi.

Temuan studi ini berbeda dengan hasil penelitian (Firdaus & Mulyapradana, 2018), yang melaporkan bahwa modal sosial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasional. Objek penelitiannya adalah karyawan pada salah satu perusahaan batik di Pekalongan.

Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional

Deskripsi variabel kepuasan kerja menunjukkan bahwa dimensi pekerjaan (job) indikator kesempatan menerima tanggung jawab (Y1-4), dan dimensi rekan kerja (co-wokers) indikator siap bekerjasama (Y1-11) memperoleh tingkat capaian responden (TCR) dan kategori agak baik (AB). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pendelegasian kepercayaan dan tanggung jawab dari pimpinan atau atasan langsung kepada pegawai dalam menjalankan tugas pokok fungsi (tupoksi) yang diemban belum optimal. Kerjasama antar teman kerja juga memperlihatkan masih bersifat ego sektoral, sehingga perlu mendapat perhatian dari pimpinan (supervisor) karena berberdampak pada tingkat kepuasan kerja pegawai yang berimplikasi pada tingkat komitmen organisasi, yang secara umum sudah tinggi. Kondisi lain yang terjadi tercermin dari jawaban responden yang agak tidak setuju (ATS)  pada item (Y1-8)  dan item (Y1-9) dengan tingkat capaian sebesar 11,3 persen. Respon tersebut mengindikasikan bahwa para pegawai merasa belum atau kurang mendapat perhatian, petunjuk dan arahan yang optimal dari pimpinan/atasan langsungnya.

Kepuasan kerja menjadi faktor kunci dalam mengoptimalkan kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) selain faktor kompensasi, atasan, rekan kerja, promosi jabatan dan perkerjaan itu sendiri. Elemen-elemen tersebut dapat mempengaruhi kepuasan kerja yang pada hilirnya menumbuhkan keinginan untuk keluar dari organisasi, pindah ke dinas/instansi lain, atau antar bagian (Hasby, 2020).

Hasil uji hipotesis membuktikan bahwa kepuasan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional secara parsial. Intuisi yang disimpulkan adalah apabila pegawai merasa diperhatikan atau lebih diberdayakan terutama diberi keleluasaan bertanggung jawab pada tugas, dan kerjasama antar rekan kerja yang solid dapat menambah komitmen pegawai pada organisasinya. Dengan kata lain jika karyawan memperoleh kepuasan kerja yang tinggi, akan lebih semangat dalam bekerja yang mampu meningkatkan komitmennya terhadap organisasi. Begitu juga sebaliknya, ketika pegawai merasa kurang puas dalam bekerja, maka akan kurang termotivasi sehingga bisa menurunkan komitmen organisasinya (Tarigan & Ariani, 2015); Abuhashesh, M. et al., 2019).

Temuan penelitian ini sebanding dengan hasil studi dari (Loan, L., 2020) yang menemukan hubungan positif antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada analisis regresi linier berganda. (Sohail & Ilyas, 2018); (Bashir & Gani, 2020); (Ingsih et al., 2020); (Hakami, A. et al., 2020); dan (Winarsih & Fariz, 2021) juga mengungkapkan hasil yang relevan, bahwa kepuasan kerja berdampak pada komitmen organisasional.

Ada dismilaritas hasil riset (perbedaan) yang ditemukan oleh (Murtiningsih & Puspa, 2019), yang melaporkan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction) tidak memiliki efek signifikan terhadap komitmen organisasional (affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment). Objek penelitian adalah karyawan tenaga kependidikan fakultas di Universitas Trisakti. Sementara itu (Linda et al., 2021), menemukan kepuasan kerja pegawai perbankan tidak berpengaruh langsung terhadap komitmen organisasi. 

Peran Kepuasan Kerja memediasi hubungan Pemberdayaan terhadap   Komitmen Organisasional

Semakin lama masa kerja seorang pegawai, maka semakin tinggi kesetiaan dan loyalitas pada organisasi/instansi. Komitmen organisasi dipengaruhi diantaranya karakteristik individu : yang terbagi ke dalam dua variabel yakni variabel demografis dan disposisional. Variabel demografis meliputi jenis kelamin (gender), usia atau umur, status pernikahan, tingkat pendidikan dan lamanya seorang pegawai bertugas pada sebuah organisasi. Sedangkan variabel disposisional terdiri dari kepribadian dan nilai yang dimiliki sebagai anggota organisasi. Variabel disposisional mempunyai hubungan yang lebih kuat dengan komitmen organisasi, sebab anggota organisasi memiliki perbedaan pengalaman kerja (Meyer & Alien, 1991).

Hasil Sobel test membuktikan bahwa kepuasan kerja mampu berperan sebagai mediator pada hubungan pemberdayaan terhadap komitmen organisasional. Artinya jika ada kepuasan kerja pegawai maka akan meningkatkan pengaruh pemberdayaan pegawai yang berimplikasi pada tingkat komitmen pegawai ASN pada organisasi perangkat daerah. Pendelegasian kewenangan yang proporsional mampu mengefesienkan pemberdayaan pegawai yang berdampak pada loyalitas dan menurunkan kecenderungan untuk pindah ke bidang atau instansi lain.

Temuan hasil studi ini sepadan (Crow, M. et al., 2012); (Ali & Ali, 2014); (Ćulibrk et al., 2018) dan (AlKahtani, N.S. et al., 2021), yang melaporkan bahwa kepuasan kerja dianggap sebagai mediator potensial antara pemberdayaan karyawan dan komitmen organisasi. Kepuasan kerja mampu berperan sebagai variabel mediasi antara pemberdayaan karyawan dan komitmen organisasional.

Peran Kepuasan Kerja memediasi hubungan Modal Sosial terhadap Komitmen Organisasional

Komitmen organisasi adalah suatu keadaan dimana seorang pegawai memiliki keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Bukan hanya mengenai jenjang karir, gaji dan sebagainya, melainkan kenyamanan dan perasaan yang begitu mendalam untuk bekerja (Robbins & Judge, 2016).

Hasil empiris membuktikan kepuasan kerja mampu berperan sebagai mediator pada pengaruh modal sosial terhadap komitmen organisasional. Dibuktikan hasil Sobel test, dengan value indirect effect sebesar 0,4326 dan significance two tailed sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Yang artinya jika ada kepuasan kerja maka akan mampu meningkatkan modal sosial yang dimiliki para pegawai yang pada akhirnya akan berdampak pada tingkat komitmen oranisasionalnya. Kerjasama tim, tanggung jawab dan kepedulian pegawai antar bidang, dengan disertai kepuasan kerja mampu meningkatkan komitmen, loyalitas serta meminimalisir kencenderungan pindah pegawai ASN.

Temuan penilitian ini konsisten dengan hasil riset (Imam et al., 2014) yang menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi sebagai variabel mediasi (intervening). (Feng et al., 2017); (Hsiao, A. et al., 2019) dan (Eşitti & Kasap, 2020). Kepuasan kerja merupakan konsep penting yang memiliki signifikansi luar biasa untuk pertimbangan dampak variabel anteseden yang berbeda terhadap komitmen organisasi dan kepuasan kerja bertindak sebagai mediator antara anteseden yang berbeda terhadap komitmen organisasi.

 

Kesimpulan

1.     Pemberdayaan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, artinya semakin efektif pemberdayaan pegawai maka semakin berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai. Keleluasaan dalam menentukan strategi pelaksanaan tugas dan kebebasan menentukan langkah pengembangan karier mampu mendongkrak kepuasan kerja pegawai.

2.     Modal sosial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, maknanya semakin tinggi modal sosial pegawai maka semakin berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai. Jika ego sektoral diminimalisir dengan kerjasama tim (team work), bertanggung jawab serta berperan aktif dan peduli pada kegiatan rekan kerja akan berdampak pada kepuasan kerja pegawai.

3.     Pemberdayaan berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional, dikandung maksud semakin tinggi pemberdayaan pegawai maka semakin berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional. Keleluasaan menentukan strategi dan kebebasan menentukan langkah pengembangan karier, berdampak pada  komitmen pegawai yang lebih tinggi.

4.     Modal sosial berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional, yang mempunyai makna bahwa semakin tinggi modal sosial pegawai maka semakin berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional. Pegawai lebih berkomitmen pada OPD, jika gap antar pegawai atau ego sektoral masing-masing bidang atau bagian bisa diminimalisir.

5.     Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional, artinya semakin tinggi tingkat kepuasan kerja pegawai maka semakin berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional. Pegawai yang merasa puas terutama diberi pendelegasian kewenangan yang proposional, mampu memperkuat komitmennya pada organisasi perangkat daerah.

6.     Kepuasan kerja signifikan memediasi pengaruh pemberdayaan terhadap komitmen organisasional, dapat diartikan bahwa kepuasan kerja pegawai mampu meningkatkan pengaruh pemberdayaan pegawai terhadap komitmen organisasional. Pendelegasian kewenangan yang proporsional mampu mengefesienkan pemberdayaan pegawai yang berdampak pada loyalitas dan menurunkan kecenderungan untuk pindah ke bidang atau instansi lain.

7.     Kepuasan kerja berperan sebagai mediator yang signifikan pada pengaruh modal sosial terhadap komitmen organisasional, bisa dimaknai bahwa kepuasan kerja pegawai mampu meningkatkan pengaruh modal sosial pegawai terhadap komitmen organisasional. Kerjasama tim, tanggung jawab dan kepedulian pegawai antar bidang, dengan disertai kepuasan kerja mampu mengoptimalkan komitmen, loyalitas serta meminimalisir kencenderungan pegawai untuk pindah (mutasi).


 

BIBLIOGRAFI

 

Aboyasin, N. A., Ridha, M. B., Yousif, A. H., & Nsour, J. Y. (2015). The Impact of Social Capital on Organizational Commitment in Jordanian Companies. International Journal of Business Administration, 6(4), 10. https://doi.org/10.5430/ijba.v6n4p1

 

Abuhashesh, M., Al-Dmour, R., & Ed Masa’deh, R. (2019). Factors that affect Employees Job Satisfaction and Performance to Increase Customers’ Satisfactions. Journal of Human Resources Management Research, 2019(April), 23.

 

Ali, N., & Ali, A. (2014). The Mediating Effect of Job Satisfaction between Psychological Capital and Job Burnout of Pakistani Nurses. Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences, 8(2), 399–412.

 

AlKahtani, N. S., Iqbal, S., Sohail, M., Sheraz, F., Jahan, S., Anwar, B., & Haider, S. A. (2021). Impact of employee empowerment on organizational commitment through job satisfaction in four and five stars hotel industry. Management Science Letters, 11(3), 813–822. https://doi.org/10.5267/j.msl.2020.10.022

 

Alkhadher, O., Beehr, T., & Meng, L. (2020). Individualism‐collectivism and nation as moderators of the job satisfaction‐organisational citizenship behaviour relationship in the United States, China, and Kuwait. Asian Journal of Social Psychology, 23(4), 469–482. https://doi.org/10.1111/ajsp.12414

 

Anggreyani, N. M., Gustibagus, I., & Satrya, H. (2020). Effect of Job Satisfaction, Employee Empowerment and Job Stress Towards Organizational Commitment. American Journal of Humanities and Social Sciences Research, 4(6), 108–113. Retrieved from www.ajhssr.com

 

Austyn, T., Lindawati, T., & Pradana, D. (2017). Pengaruh Pemberdayaan Karyawan Dan Lingkungan Tempat Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Dan Loyalitas Kerja Karyawan Pada Perusahaan UMKM Di Surabaya Dan Madura. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen (JUMMA), 6(2), 125–132.

 

Bahri, S. (2018). Metodologi Penelitian Bisnis Lengkap dengan Teknik Pengolahan Data SPSS (1st ed.). Yogyakarta: Andi.

 

Bashir, B., & Gani, A. (2020). Testing the effects of job satisfaction on organizational commitment. Journal of Management Development, 39(4), 525–542. https://doi.org/10.1108/JMD-07-2018-0210

 

Christoforou, A. (2011). On the Determinants of Social Capital in Greece Compared to Countries of the European Union. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.726142

 

Crow, M. S., Lee, C., & Joo, J. (2012). Organizational justice and organizational commitment among South Korean police officers. Policing: An International Journal of Police Strategies & Management, 35(2), 402–423. https://doi.org/10.1108/13639511211230156

 

Ćulibrk, J., Delić, M., Mitrović, S., & Ćulibrk, D. (2018). Job Satisfaction, Organizational Commitment and Job Involvement: The Mediating Role of Job Involvement. Frontiers in Psychology, 9(132). https://doi.org/10.3389/fpsyg.2018.00132

 

Dehghanian, E., Rastegar, Y., & Rastegar. (2016). The study of the relationship between social capital and organizational commitment among teachers in Bandar Abbas. International Journal of Humanities and Cultural Studies (IJHCS), 3(1), 305–315.

 

Emhan, A., Arslan, V., Yasar, M. F., & Çocuk, S. (2018). Relationship between Organizational Commitment, Job Satisfaction, Emotional Regulation and Mediating Effect of Political Perceptions: An Application in the Education Sector. Online Submission, 3(2), 250–270.

 

Eşitti, B., & Kasap, M. (2020). The impact of leader–member exchange on lodging employees’ dynamic capacities: The mediating role of job satisfaction. Tourism and Hospitality Research, 20(2), 237–244. https://doi.org/10.1177/1467358419826397

 

Fajar, C. M., & Rohendi, A. (2016). Keadilan Organisasi, Kepuasan Kerja Dan Pemberdayaan Pegawai Yang Berdampak Pada Komitmen Organisasi. Ikonomika, 1(1), 53–65.

 

Feng, D., Su, S., Yang, Y., Xia, J., & Su, Y. (2017). Job satisfaction mediates subjective social status and turnover intention among Chinese nurses. Nursing & Health Sciences, 19(3), 388–392. https://doi.org/10.1111/nhs.12357

 

Firdaus, M. R., & Mulyapradana, A. (2018). Pengaruh Modal Sosial dan Leader Member Exchange terhadap Kinerja Melalui Komitmen Organisasional. BBM (Buletin Bisnis & Manajemen), 3(1), 9–21.

 

Fitriah, F., & Sudibya, I. G. A. (2015). Pengaruh Pemberdayaan Karyawan dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional Sekretariat Perusahaan Daerah Pasar Kota Denpasar. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 4(11), 255119.

 

Fitriati, R. (2020). Pengaruh Pemberdayaan Dan Kompetensi Terhadap Kepuasan Kerja Serta Dampaknya Pada Kinerja Karyawan. Journal Teacherprener, 1(1), 24–32.

Fukuyama, F. (2000). Social Capital and Civil Society. IMF Working Papers, 00(74), 1. https://doi.org/10.5089/9781451849585.001

 

Ghozali, I. (2021). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 26 (10th ed.). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

 

Gucel, C., Tokmak, I., & Turgut, H. (2012). The Effect of The Locus of Control on Organizational Citizenship Behavior The Mediating Effect Perceived Organizational Support: Case Study of A University. International Journal of Business and Management Studies, 4(1), 55–64.

 

Gunawan, C. (2020). Mahir Menggunakan SPSS: Panduan Praktis Mengolah Data (Pertama). Yogyakarta: Deeppublish.

 

Hakami, A., Almutairi, H., Alsulyis, R., Rrwis, T. Al, & Battal, A. Al. (2020). The Relationship between Nurses Job Satisfaction and Organizational Commitment. Health Science Journal, 14(1), 1–5. https://doi.org/10.36648/1791-809x.14.1.692

 

Hasby, H. (2020). Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Aparatur Sipil Negara. Conference On Business, Social Sciences And Innovation Technology, 1(1), 687–703.

 

Hsiao, A., Ma, E. (Jintao), Lloyd, K., & Reid, S. (2020). Organizational Ethnic Diversity’s Influence on Hotel Employees’ Satisfaction, Commitment, and Turnover Intention: Gender’s Moderating Role. Journal of Hospitality & Tourism Research, 44(1), 76–108. https://doi.org/10.1177/1096348019883694

 

Imam, A., Shafique, M., & Shah, F. T. (2014). Mediating Relationship of Job Satisfaction between Social Capital and Organizational Commitment in Employees: A Study of Banking Sector of Pakistan. Journal of Applied Environmental and Biological Sciences, 4(12), 274–283.

 

Ingsih, K., Prayitno, A., Waluyo, D. E., & Suhana, S. (2020). Mediating Roles of Job Satisfaction toward the Organizational Commitment of Employees in the Public Sector. The Journal of Asian Finance, Economics and Business, 7(10), 999–1006. https://doi.org/10.13106/jafeb.2020.vol7.no10.999

 

Javed, M., Balouch, R., & Hassan, F. (2014). Determinants of Job Satisfaction and its impact on Employee performance and turnover intentions. International Journal of Learning and Development, 4(2), 120–140. https://doi.org/10.5296/ijld.v4i2.6094

 

Jutengren, G., Jaldestad, E., Dellve, L., & Eriksson, A. (2020). The potential importance of social capital and job crafting for work engagement and job satisfaction among health-care employees. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(12), 1–16. https://doi.org/10.3390/ijerph17124272

 

Karim, F., & Rehman, O. (2012). Impact of Job Satisfaction, Perceived Organizational Justice and Employee Empowerment on Organizational Commitment in Semi-Government Organizations of Pakistan. Journal of Business Studies Quarterly, 3(4), 92–104.

 

Kariuki, A., & Kiambati, K. (2017). Empowerment, Organizational Commitment, Organization Citizenship Behavior and Firm Performance. Management Studies, 5(4), 290–300. https://doi.org/10.17265/2328-2185/2017.04.003

 

Linda, M. R., Sutiyem, Trismiyanti, D., Yonita, R., & Suhery. (2021). The impact of job satisfaction on organizational commitment with employee engagement as moderating variable. Journal of Management Info, 8(1), 90–104. https://doi.org/10.31580/jmi.v8i1.1708

 

Loan, L. T. M. (2020). The influence of organizational commitment on employees’ job performance: The mediating role of job satisfaction. Management Science Letters, 10(14), 3308–3312. https://doi.org/10.5267/j.msl.2020.6.007

 

Luthans, F. (2011). Organizational behaviour: an evidence-based approach (12th ed.). New York: McGraw-Hill.

 

Ma’rufi, A. R., & Anam, C. (2019). Faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi. In Prosiding Seminar Nasional Magister Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (pp. 442–446).

 

Megawati, M., & Syahna, N. (2018). Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Dengan Persepsi Dukungan Organisaional Sebagai Variabel Moderasi. Jurnal Manajemen Inovasi, 9(1), 35–46.

 

Meyer, J. P., & Alien, N. J. (1991). A three-component conceptualization of organizational commitment. Human Resource Management Review, 1(1), 61–89. https://doi.org/10.1016/1053-4822(91)90011-Z

 

Murtiningsih, R. S., & Puspa, T. (2019). Masihkah Job Satisfaction Dan Motivation Memengaruhi Organizational Commitment? Jurnal Manajemen Dan Pemasaran Jasa, 12(1), 147. https://doi.org/10.25105/jmpj.v12i1.3000

 

Ozan, M. B., Ozdemir, T. Y., & Yaras, Z. (2017). The Effect Of Social Capital Elements On Job. European Journal of Education Studies, 3(4), 49–68.

 

Radnyanamastri, N., & Ardana, I. (2017). Pengaruh Pemberdayaan Karyawan Dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Pada PT. Raditya Dewata Perkasa. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 6(11), 248203.

 

Ratnaningsih, D. S. (2021). Pengaruh Kepuasan Kerja, Stres Kerja, dan Komitmen Organisasional terhadap Turnover Intention. Jurnal Ilmu Manajemen, 9(3), 1267–1278. https://doi.org/10.26740/jim.v9n3.p1267-1278

 

Reidhead, C. (2020). Impact of Organizational Culture on Employee Satisfaction: A Case of Hilton Hotel, United Kingdom. Journal of Economics and Business, 3(1), 2020. https://doi.org/10.31014/aior.1992.03.01.209

 

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2015). Organizational Behavior (17th Editi). New Jersey: Pearson Education, Inc., Upper Saddle River.

 

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2016). Organizational Behavior (16th ed.). New Jersey: Pearson Prentice Hall. (R&J).

 

Saban, D., Basalamah, S., Gani, A., & Rahman, Z. (2020). Impact Of Islamic Work Ethics, Competencies, Compensation, Work Culture On Job Satisfaction And Employee Performance: The Case Of Four Star Hotels. European Journal of Business and Management Research, 5(1), 2020. https://doi.org/10.24018/ejbmr.2020.5.1.181

 

Sayadi, E., & Hayati, A. (2014). The Relationship between Social Capital and Organizational Commitment of Employees in Zanjan Education Organization: (A Case Study). International Journal of Academic Research in Economics and Management Sciences, 3(5), 166. https://doi.org/10.6007/IJAREMS/v3-i5/1219

 

Sedarmayanti, H. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia; Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Reflika Aditama.

 

Shintya, G. A. (2018). Komitmen Pelaksana Pelayanan Publik. Retrieved from https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--komitmen-pelaksana-pelayanan-publik

 

Sohail, M., & Ilyas, M. (2018). The impact of Job Satisfaction on aspects of Organizational Commitment (Affective, Continuance and Normative Commitment). Journal of Managerial Sciences, 12(3), 221–234.

 

Sugiyono. (2021). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D (Kedua). Bandung: Alfabeta.

 

Sulistiono, D., Hermawan, A., & Sukmawati, A. (2020). The Effect Of Empowerment And Employee Engagement On Job Satisfaction, Organizational Commitment And Its Impact On Performance Of PTPN V. Jurnal Manajemen Dan Agribisnis, 7. https://doi.org/10.17358/jma.16.3.142

 

Suryanatha, B., & Ardhana, K. (2014). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Komitmen Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan dan Organizational Citizenship Behaviour (OCB) pada Baleka Resort Hotel dan Spa Legian. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 3(4), 1155–1170.

 

Tarigan, V., & Ariani, D. W. (2015). Empirical study relations job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention. Advances in Management and Applied Economics, 5(2), 21.

 

Thomas, K. W., & Velthouse, B. A. (1990). Cognitive Elements of Empowerment: An “Interpretive” Model of Intrinsic Task Motivation. Academy of Management Review, 15(4), 666–681. https://doi.org/10.5465/amr.1990.4310926

 

Viseu, J., Pinto, P., Borralha, S., & de Jesus, S. N. (2020). Role of individual and organizational variables as predictors of job satisfaction among hotel employees. Tourism and Hospitality Research, 20(4), 466–480. https://doi.org/10.1177/1467358420924065

 

Wanjiku, N. A., & Nickson, J. A. (2014). Effect of Organization Culture on Employee Performance in Non-Governmental Organization. International Journal of Scientific and Research Publicatio. University of Kenya., 4, 11.

 

Wen, J., Huang, S. (Sam), & Hou, P. (2019). Emotional intelligence, emotional labor, perceived organizational support, and job satisfaction: A moderated mediation model. International Journal of Hospitality Management, 81, 120–130. https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2019.01.009

 

Widayanti, K., & Sariyathi, N. (2016). Pengaruh Kepuasan Kerja, Pemberdayaan Karyawan, Dan Stres Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pada CV. Akar Daya Mandiri. E-Jurnal Manajemen Unud, 5(11), 7022–7049.

 

Widodo, W., & Damayanti, R. (2020). Vitality of job satisfaction in mediation: The effect of reward and personality on organizational commitment. Management Science Letters, 10(9), 2131–2138. https://doi.org/10.5267/j.msl.2020.1.016

 

Winarsih, T., & Fariz, F. (2021). The Effect of Job Satisfaction on Organizational Commitment and Work Discipline. Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences, 4(1), 1328–1339. https://doi.org/10.33258/birci.v4i1.1759

 

Windasari, R., & Rahmasari, D. (2018). Perbedaan Komitmen Organisasi Pada PNS dan Non PNS di Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik. Character : Jurnal Penelitian Psikologi, 05(03).

 

Zaraket, W., Garios, R., & Abdel Malek, L. (2018). The Impact of Employee Empowerment on the Organizational Commitment. Journal of Public Administration and Governance, 8(3), 284. https://doi.org/10.5296/jpag.v8i3.13515

 

Copyright holder:

Hadi Sunaryo, R.A. Marlien (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: