Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 10, Oktober 2022
PENGARUH PEMBERDAYAAN DAN MODAL SOSIAL TERHADAP
KOMITMEN ORGANISASIONAL DIMEDIASI KEPUASAN KERJA PEGAWAI
Hadi Sunaryo, R.A. Marlien
Universitas Stikubank Semarang Jawa Tengah,
Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Komitmen organisasi menjadi bagian
penting dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, karena implikasinya yang
substansial pada pegawai dan organisasi sebagai penyelenggara pelayanan publik.
Sudah sepatutnya setiap organisasi untuk menentukan strategi dan mengevaluasi
aspek-aspek yang mendorong komitmen pegawainya dalam upaya mengoptimalkan sumber
daya manusia untuk capaian kinerja yang lebih baik dalam mewujudkan good
governance. Studi korelasional metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif
ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji pengaruh pemberdayaan, modal sosial
terhadap komitmen organisasional dengan kepuasan kerja sebagai variabel
intervening pada pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Pati Jawa
Tengah. Kuesioner (google forms) dibagikan secara daring menyikapi kondisi
pandemi Covid-19 saat penelitian dilaksanakan, kepada 134 responden yang telah
ditentukan dengan metode non probability sampling teknik purposive sampling.
Data primer dilakukan uji instrumen dan asumsi klasik untuk analisis regresi
linear berganda dengan menggunakan SPSS. Pengujian hipotesis mediasi dilakukan
dengan bantuan Sobel test. Hasil studi
ini : pemberdayaan dan modal sosial secara parsial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. Pemberdayaan, modal sosial dan
kepuasan kerja secara individual berpengaruh positif dan signifikan terhadap
komitmen organisasional. Sebagai variabel intervening kepuasan kerja mampu
memediasi pengaruh hubungan pemberdayaan pegawai terhadap komitmen
organisasional, dan mampu berperan sebagai mediator pada pengaruh modal sosial
terhadap komitmen organisasional.
Kata Kunci: komitmen organisasi;
kepuasan kerja; modal sosial; pemberdayaan
pegawai.
Abstract
Organizational commitment is an
important part in implementing bureaucratic reform, because of its substantial
implications for employees and organizations as public service providers. It is
appropriate for every organization to determine strategies and evaluate aspects
that encourage employee commitment in an effort to optimize human resources for
better performance achievement in realizing good governance. This descriptive
correlational study with a quantitative approach aims to determine and examine
the effect of empowerment, social capital on organizational commitment with job
satisfaction as an intervening variable on Aparatur Sipil Negara (ASN) in Pati
Regency, Central Java. Questionnaires (google forms) were distributed online in
response to the Covid-19 pandemic conditions when the research was carried out,
to 134 respondents who had been determined by the non-probability sampling
method, the purposive sampling technique. The primary data were tested with
instruments and classical assumptions for multiple linear regression analysis
using SPSS. Mediation hypothesis testing was carried out with the help of the
Sobel test. The results of this study: empowerment and social capital partially
positive and significant effect on employee job satisfaction. Empowerment,
social capital and job satisfaction individually have a positive and
significant effect on organizational commitment. As an intervening variable,
job satisfaction is able to mediate the effect of employee empowerment on
organizational commitment, and is able to act as a mediator on the effect of
social capital on organizational commitment.
Keywords: organizational commitment; job
satisfaction; social capital; employees
empowerment.
Pendahuluan
Komitmen pemerintah melakukan percepatan reformasi birokasi
bertujuan untuk mewujudkan good
governance melalui peningkatan kompetensi dan profesionalisme aparatur sebagai
sumber daya manusia yang merupakan titik sentral untuk mencapai keunggulan daya
saing di era global, dengan terus mengembangkan kompetensi, profesionalisme,
komitmen dan integritas yang dapat dipertanggungjawabkan melalui berbagai karya
yang kreatif dan inovatif. Meningkatkan keunggulan kompetitif akan memberi
kontribusi positif bagi eksistensi organisasi, sehingga akan lebih mampu
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang dinamis dan kompetitif (Sedarmayanti, 2018).
Reformasi birokrasi dengan landasan Peraturan Presiden No. 80
Tahun 2011 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025,
merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menghadapi kemajuan teknologi,
transformasi pola pikir,
dan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam
peningkatan pelayanan publik. Komitmen pelaksana pelayanan publik sudah
sepatutnya dioptimalkan, mencakup
profesionalisme dan etika dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (Shintya, 2018). Aparatur pelaksana pelayanan publik adalah pejabat, pegawai, petugas,
dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas
melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik. Pada
Organisasi Perangkat Daerah (OPD), pelaksana pelayanan publik yang dimaksud
yaitu Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN, adalah profesi bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah. Sebagai pelayan masyarakat berdasarkan visi misi organisasi,
sudah sepatutnya pegawai ASN menunjukkan komitmen yang tinggi dalam mengemban dan
melaksanakan tugas. Karena dengan kinerja yang efektif dan efisien, maka akan
memperoleh hasil optimal dan seimbang dengan yang diharapkan oleh organisasi.
Komitmen pegawai pada organisasi acap kali menjadi isu yang
menarik. Banyak organisasi dan perusahaan mensyaratkan komitmen sebagai salah
satu elemen untuk memegang suatu jabatan atau posisi tertentu dalam kualifikasi
lowongan pekerjaan. Akan tetapi realitanya, masih banyak pegawai yang kurang
memahami arti komitmen organisasi yang sesungguhnya. Padahal sangat esensial
untuk memahaminya guna menciptakan kondusifitas kerja organisasi dalam
menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien (Ma’rufi & Anam, 2019).
Hasil pra
survei yang telah dilakukan kepada 20 responden dengan 18 pernyataan, menginformasikan bahwa : variabel Pemberdayaan memperoleh total tingkat capaian responden (TCR) sebesar 60 persen, variabel Modal Sosial sebesar 66 persen, variabel Kepuasan Kerja sebesar 64 persen dan variabel Komitmen Organisasional sebesar 71 persen. Dapat ditarik kesimpulan
sementara bahwa pemberdayaan, modal sosial, kepuasan kerja dan komitmen organisasional pegawai masih kurang
optimal, terutama pada variabel
pemberdayaan pegawai dengan prosentase dibawah variabel-variabel lain. Begitu juga terhadap variabel kepuasan kerja, modal sosial serta komitmen
organisasional pegawai, meskipun masuk kategori cukup baik namun masih
perlu ditingkatkan lagi supaya dapat
meningkatkan capaian kinerja organisasi perangkat daerah.
Wibowo et al. (2015) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah sikap pegawai
atau kekuatan organisasi dalam mengikat pegawai untuk tetap berada
dalam organisasi. Karyawan yang berkomitmen akan menunjukkan kemauan untuk bekerja
keras untuk mencapai tujuan organisasi dan memiliki keinginan yang kuat untuk bekerja dan tetap bertahan di instansi tempatnya bekerja.Komitmen organisasional adalah area psikologis yang mencirikan hubungan antara pekerja dan organisasi serta mempengaruhi keputusan untuk melanjutkan keanggotaan dalam organisasi (Allen & Meyer, 1997). Komitmen sebagai perwujudan dari kerelaan
seseorang mengikatkan diri dengan organisasi, yang diperlihatkan dari besarnya
usaha baik tenaga, waktu dan pemikiran serta besarnya semangat berkreatifitas
dalam pencapaian misi bersama (Robbins & Judge, 2015).
Pegawai yang mempunyai komitmen terhadap organisasinya
cenderung lebih banyak berkontribusi positif dibanding pegawai yang kurang atau
tidak memiliki komitmen. (Meyer et al., 2002) karyawan yang berkomitmen akan setia dan loyal bersama
organisasi, menjalankan tugas rutinitas secara teratur, bekerja penuh waktu,
lebih menjaga aset perusahaan serta bekerjasama untuk merealisasikan tujuan
organisasi. Karyawan yang berkomitmen pada
organisasi, sikap dan perilakunya akan senantiasa memikirkan tujuan serta
manfaat organisasi sebagai miliknya. Mereka setia dan siap mengambil risiko
untuk organisasi, sehingga tingkat keinginan untuk mengundurkan diri semakin kecil, kinerjanya semakin meningkat sehingga efektivitas perusahaan semakin
tinggi (Gucel et al., 2012). Indikasi
rendahnya komitmen karyawan pada organisasi dapat dicermati dari kurangnya tanggung jawab dalam menjalankan pekerjaan. Perusahaan yang
mempraktikkan sistem kontrak pada karyawan dapat memacu komitmen menjadi rendah
atau sulit untuk diterapkan. (Suryanatha & Ardhana, 2014).
Untuk meningkatkan komitmen organisasional diantaranya
dilakukan dengan cara memberdayakan karyawan. Pemberdayaan karyawan menjadi skala prioritas di dalam
menghadapi era persaingan dan pelayanan optimal. Sumber daya manusia yang
responsif dan mandiri sangat diperlukan organisasi untuk memperoleh keunggulan
kompetitif. (Thomas & Velthouse, 1990) pemberdayaan merupakan sesuatu yang multifaceted yang esensinya tidak bisa dicakup dalam satu konsep
tunggal. Pemberdayaaan mengandung pengertian perlunya memberi keleluasaan pada
individu dalam bertindak dan sekaligus bertanggung jawab atas tindakannya
sesuai dengan tugas yang diembannya. (Javed et al., 2014) pemberdayaan berarti memberikan keleluasan kepada pegawai
untuk membuat keputusan sendiri dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari. (Wibowo,
2010) pemberdayaan sebagai suatu proses yang memungkinkan
seseorang lebih berdaya memecahkan masalah organisasinya dengan diberi
kepercayaan dan otoritas sehingga mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab. Kreativitas
dan fleksibilitas profesional berasal dari proses pemberdayaan karyawan.
(Wanjiku
& Nickson, 2014) membuktikan
komitmen organisasional dipengaruhi oleh pemberdayaan karyawan. Pemberdayaan berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi (Fajar
& Rohendi, 2016), (Fitriah & Sudibya, 2015), (Radnyanamastri &
Ardana, 2017). Semakin
efektif pemberdayaan yang dilakukan oleh perusahaan maka akan semakin
meningkat pula komitmen karyawan terhadap perusahaan. Manajemen seharusnya tidak lagi mengawasi pekerjaan karyawannya, tetapi hanya menetapkan
target yang harus diselesaikan,
sehingga karyawan memiliki tanggung jawab atas pekerjaannya.
(AlKahtani,
N.S. et al., 2021) melaporkan bahwa
pemberdayaan karyawan hotel
bintang empat dan lima berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Disisi lain (Karim
& Rehman, 2012); (Sulistiono
et al., 2020) melaporkan bahwa
pemberdayaan karyawan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasional.
Faktor
lain yang mempengaruhi komitmen organisasional yaitu modal sosial. Modal sosial
sebagai sumber daya yang dimiliki individu atau kelompok dengan memanfaatkan
jaringan atau hubungan yang terinstitusionalisasi dan terdapat hubungan saling
mengakui antar anggotanya (Bourdieu, 1986). Modal sosial
mempengaruhi komitmen organisasi (Imam et al., 2014); (Aboyasin
et al., 2015); (Dehghanian
et al., 2016). Hasil observasinya menemukan terdapat pengaruh hubungan yang positif dan signifikan antara modal sosial terhadap komitmen organisasi. Ada hasil penelitian yang tidak konsisten dilaporkan oleh (Firdaus
& Mulyapradana, 2018), dimana
modal sosial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasional.
Karyawan dengan
kepuasan kerja memiliki kecenderungan untuk memiliki komitmen dan selalu hadir dalam perusahaan.
Artinya semakin tinggi kepuasan kerja yang dimiliki karyawan, maka semakin memotivasi karyawan dalam proses peningkatan komitmen organisasi dan sebaliknya semakin rendah kepuasan kerja yang dimiliki karyawan, sehingga karyawan tidak akan memiliki
motivasi untuk memberikan peningkatan komitmen organisasi (Abuhashesh
et al., 2019). Hubungan
positif yang dirasakan antara pekerjaan yang diinginkan seseorang dan pekerjaan yang ditugaskan sebenarnya menciptakan perasaan positif dan nyaman, kondisi ini yang disebut kepuasan kerja (Emhan
et al., 2018). (Anggreyani
et al., 2020) menggambarkan kepuasan
kerja sebagai pekerjaan yang menyenangkan dan perasaan yang terkait dengan pekerjaan. Perasaan senang seseorang terhadap pekerjaan mengarah pada kepuasan kerja dan perasaan tidak senang individu terhadap pekerjaan menimbulkan ketidakpuasan kerja (Alkhadher
et al., 2020). (Loan,
2020) menemukan
hubungan positif antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada analisis regresi linier berganda. Penelitian lain dari (Ingsih
et al., 2020), (Megawati & Syahna, 2018), (Winarsih & Fariz, 2021) dan (Hakami,
A. et al., 2020) menunjukkan bahwa
kepuasan kerja yang tinggi meningkatkan komitmen normatif dan afektif; juga kepuasan kerja yang tidak tinggi atau kurang,
tidak akan berpengaruh pada komitmen berkelanjutan.
Pemberdayaan karyawan
pasti terkait dengan efisiensi organisasi karena pemberdayaan karyawan berdampak langsung pada kepuasan kerja. (Widodo
& Damayanti, 2020) karyawan
akan memiliki kepuasan kerja yang lebih jika mereka
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. (Saban,
D., et al., 2020) melaporkan bahwa
kepuasan kerja para pekerja hotel meningkat ketika mereka diberdayakan.
Ketika karyawan merasa mendapat pemberdayaan, mereka akan memiliki
kepuasan kerja dan akibatnya komitmen organisasi meningkat. Studi terdahulu yang meneliti hubungan antara pemberdayaan dan kepuasan kerja (Javed
et al., 2014); (Austyn,
Titus et al., 2017); (Fitriati,
2020); (AlKahtani,
N.S. et al., 2021); dan (Ratnaningsih,
D.S., 2021) yang menemukan
bahwa pemberdayaan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Pemberdayaan mengarah pada peningkatan kepuasan kerja. Penekanan lebih harus diberikan pada pemberdayaan karyawan untuk membangun tenaga kerja yang terpercaya dan berkomitmen, yang
pada akhirnya mengarah pada
kinerja yang lebih baik dan peningkatan produktivitas dalam organisasi.
Tingkat modal sosial yang tinggi membawa tingkat kepuasan kerja dan kualitas hidup yang tinggi. Modal sosial merupakan indikator kualitas hidup dan kepuasan kerja yang lebih baik. (Ommen,
O. et al., 2009) menyimpulkan bahwa
modal sosial merupakan prediktor yang signifikan dari kepuasan kerja
di kalangan dokter. Di sisi lain (Ozan et al., 2017) melaporkan subdimensi
interaksi komunikasi sosial merupakan prediktor signifikan tingkat kepuasan kerja guru. (Jutengren
et al., 2020) menemukan bahwa
modal sosial merupakan
stimulus kepuasan kerja dan
keterlibatan kerja dari waktu ke
waktu pada karyawan layanan kesehatan. Tingkat modal sosial yang lebih tinggi memprediksi lebih banyak kognitif
dan relasional, tetapi bukan pekerjaan yang berhubungan dengan tugas sehari-hari.
Kepuasan kerja
secara signifikan memediasi hubungan antara pemberdayaan dan komitmen organisasional (Ćulibrk
et al., 2018), (Hsiao et al., 2020). Oleh karena itu,
penerapan pemberdayaan karyawan yang efektif sangat membutuhkan kepuasan kerja dan komitmen pegawai terhadap organisasi. (Wen et al., 2019); (Viseu
et al., 2020); (AlKahtani,
N.S. et al., 2021) membuktikan kepuasan
kerja dianggap sebagai mediator potensial antara pemberdayaan karyawan dan komitmen organisasi.
Kepuasan kerja
secara parsial dapat memediasi hubungan antara modal sosial dan komitmen organisasi karyawan sektor perbankan. Jika ada modal sosial untuk karyawan, maka kepuasan kerja
mereka meningkatkan dampaknya dalam menciptakan dan menghiasi komitmen organisasi karyawan, terutama dalam skenario sektor perbankan (Imam et al., 2014). Peran mediasi kepuasan
kerja juga telah dibuktikan oleh (Feng et al., 2017); (Eşitti
& Kasap, 2020). Kepuasan
kerja merupakan konsep penting yang memiliki signifikansi luar biasa untuk
pertimbangan dampak variabel anteseden yang berbeda terhadap komitmen organisasi, dan kepuasan kerja bertindak sebagai mediator antara anteseden yang berbeda dengan komitmen organisasi. (Hsiao
et al., 2020), melaporkan bahwa
kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi sebagai variabel mediasi.
Berangkat dari
permasalahan, fenomena dan dismilaritas hasil penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik
melakukan studi untuk mengetahui dan menguji (1) Pengaruh pemberdayaan terhadap kepuasan kerja; (2) Pengaruh modal sosial terhadap kepuasan kerja; (3) Pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional;
(4) Pengaruh pemberdayaan terhadap komitmen organisasional; (5) Pengaruh
modal sosial terhadap komitmen organisasional;
(6) Peran kepuasan kerja
memediasi pengaruh pemberdayaan terhadap komitmen organisasional; dan (7) Peran kepuasan kerja memediasi pengaruh modal sosial terhadap
komitmen organisasional.
Metode Penelitian
Desain
penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory
research) yang akan membuktikan
pengaruh antara variabel bebas (eksogen) yaitu Pemberdayaan dan Modal Sosial terhadap variabel terikat (endogen) yaitu Komitmen Organisasional dengan Kepuasan Kerja sebagai variabel
perantara atau mediasi (intervening).
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang didasarkan pada filosofi positivistik, digunakan untuk menyelidiki populasi atau sampel tertentu,
dan menguji hipotesis yang diajukan dengan melakukan analisis data yang ditargetkan. Data yang terkumpul dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan perhitungan statistik deskriptif atau inferensi sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang pengujian hipotesis yang dirumuskan (Sugiyono,
2021: 16).
Jenis data primer diperoleh
dari penyebaran kuesioner menggunakan google forms untuk
mematuhi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
(PPKM) karena pandemi
Covid-19 saat penelitian dilakukan, dan dimaksudkan untuk mengurangi kontak langsung dengan responden. Selain itu memberi
kesempatan kepada para pegawai untuk dapat
merespon kuesioner diluar jam kerja sehingga tidak mengganggu aktivitas rutin.
Populasi dalam
penelitian ini sejumlah 238 orang yang merupakan
semua pegawai (baik ASN dan non ASN) yang bertugas
pada Dinas Kepemudaan Olahraga
dan Pariwisata Kabupaten
Pati dan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati. Tautan kuesioner dibagi melalui WhatsApp kepada pegawai ASN sejumlah 134 orang sebagai sampel melalui prosedur non probability
sampling dengan teknik purposive sampling yaitu
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu, yaitu menguji komitmen yang berstatus ASN. Karena
ada perbedaan tingkat komitmen organisasional antara PNS dan non
PNS dari penelitian yang sudah dilakukan di Dinas
Pendidikan Kabupaten Gresik oleh (Windasari & Rahmasari, 2018). Dari sampel
tersebut yang sudah berpartisipasi memberi tanggapan sebanyak 106 responden, sisanya tidak dapat merespon
karena kesibukan tugas dinas, adanya
jadwal work
from home (WFH) atau karena
sebab lain.
Analisis data penelitian
menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisa data yang telah terkumpul sebagaimana adanya dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data tanpa menarik kesimpulan atau generalisasi yang berlaku untuk umum
(Sugiyono, 2021: 206). Statistik deskriptif diilustrasikan oleh demografi responden meliputi :
jenis kelamin, usia, masa kerja, pendidikan terakhir, pangkat atau golongan,
dan jabatan. Sedangkan deskriptif variabel penelitian digambarkan menurut : total skor (sum), nilai rerata
(mean), tingkat capaian responden (TCR) dan kategori capaian.
Skala Likert dipergunakan untuk
mengukur pendapat, sikap dan persepsi individu atau kelompok
mengenai fenomena sosial yang diteliti (Sugiyono, 2021: 146). Untuk meminimalisir kesalahan pengukuran dan agar lebih presisi, menggunakan tujuh poin alternatif jawaban
pada item pertanyaan kuesioner
yang memiliki gradasi dari yang sangat positif sampai dengan yang sangat negatif, dengan klasifikasi bobot nilai (skor) :
Sangat Setuju (SS) skor 7; Setuju (S) skor 6; Agak Setuju (AS) skor 5; Netral (N) skor 4; Agak Tidak
Setuju (ATS) skor 3; Tidak Setuju (TS) skor 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan skor 1.
Uji instrumen penelitian
menggunakan uji validitas dan
uji reliabilitas. Uji validitas
untuk menentukan tingkat kevalidan instrumen penelitian yang merupakan media pengumpul data, sehingga mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono,
2021: 176). Menggunakan
metode analisis faktor Confirmatory
Factor Analysis (CFA) dengan KMO MSA (Keiser-Meyer-Olkin Measures of Sampling
Adequacy). Dasar pengambilan keputusan : jika nilai KMO MSA > 0,50 dan
loading factor > 0,40 dengan nilai
signifikansi (Bartlett
of Spericity) < 0,05 maka
item variabel dinyatakan
valid serta dapat dilakukan analisis selanjutnya. Untuk mengetahui validitas setiap item dilihat dari nilai MSA pada kolom Anti Image
Correlation’s (Gunawan,
2020: 99).
Uji reliabilitas untuk menguji konsistensi data yang dimiliki dalam jangka waktu tertentu,
serta sejauh mana pengukuran yang digunakan dapat diandalkan atau dipercaya. (Ghozali,
2021: 61). Menggunakan
analisis Cronbach’s
Alpha, dengan
dasar pengambilan keputusan : Jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,70 maka variabel dinyatakan
reliabel atau konsisten.
Uji asumsi klasik dilakukan
pada data primer sebelum pengujian
dengan regresi linear, untuk mendeteksi masalah-masalah asumsi klasik agar memenuhi syarat-syarat menjadi model regresi yang valid. Model regresi
khususnya regresi linier berganda bisa dikategorikan
model yang baik jika memenuhi kriteria Best Linier Unbiased Estiminator
(BLUE) dengan memenuhi syarat asumsi klasik
((Bahri, 2018: 161).
Uji Normalitas dilakukan pada variabel penganggu (residual) dalam model regresi berdistribusi normal atau tidak. Data dikatakan normal jika nilai residualnya
mengikuti distribusi normal
dan sebaran titik-titik di sekitar garis diagonal serta mengikuti arah garis diagonal (Ghozali,
2021: 196). Dalam
studi ini dilakukan dengan menggunakan metode One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (1-Sample K-S) dan uji Probability Plot (P-Plot). Jika hasil analisis nonparamatric test 1-Sample
K-S didapatkan nilai Asymptotic significance (2-tailed) > 0,05, maka
residual model regresi berdistribusi
normal.
Sedangkan Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk menganalisa ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi. Seharusnya tidak terjadi korelasi
yang tinggi antar variabel independen pada model regresi yang jumlah variabel independen lebih dari satu
(Ghozali,
2021: 157). Untuk
mendeteksi dilakukan dengan mencermati besaran nilai Tolerance dan lawannya
nilai VIF (Variance
Inflation Factor). Nilai cut off yang
umum dipakai, apabila nilai Tolerance > 0,10 atau
nilai VIF < 10,00 maka dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas dalam model regresi.
Goodness of fit digunakan untuk
mengukur ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir
nilai aktual. Secara statistik uji model ini dapat diukur
minimal dari nilai statistik F, nilai koefisien determinasi, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik dinyatakan signifikan, jika nilai statistiknya
berada dalam daerah kritis ( H0 ditolak) dan sebaliknya jika dalam daerah
dimana H0 diterima
maka dinyatakan tidak signifikan (Ghozali,
2021: 146).
Analisis regresi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan hubungan matematis, membangun persamaan serta untuk memprediksi nilai output dependen berdasarkan input independen.
Analisis regresi linier digunakan untuk memberikan penjelasan dan besar pengaruh hubungan antar dua variabel atau lebih
variabel independen dengan variabel dependen (Bahri, 2018: 191).
Persamaan regresi
linear atau model matematis
dalam penelitian ini :
-
Y1 = α + ß1X1 + ß2X2 + ℮1
(1)
-
Y2 = α + ß3X1 + ß4X2 +ß5Y1 + ℮2 (2)
Dimana:
X1 = Pemberdayaan;
X2 = Modal Sosial; Y1= Kepuasan Kerja; Y2 =
Komitmen Organisasional;
α =
Nilai konstanta (parameter intercept); ß 1,2,3,4,5
= Koefisien
regresi; ℮1,2 = Standard error (residu)
Uji hipotesis
dilakukan dengan menggunakan uji statistisk t dan Sobel test. Uji t atau uji signifikansi
parameter individual pada dasarnya untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas (independen)
secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2021: 148). Kriteria pengambilan keputusan dalam uji t adalah : Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak,
artinya variabel independen
secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Dan jika nilai signifikansi
< 0,05 maka H0 ditolak
dan H1 diterima, artinya
variabel independen secara parsial dan signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen. Sedangkan Uji Sobel dilakukan untuk mengetahui efek tidak langsung
dari variabel eksogen (independen)
terhadap variabel endogen (dependen)
melalui variabel intervening
(Abu-Bader & Jones, 2021).
Hasil
Dan Pembahasan
Hasil dari olah data dan pengujian penelitian diperoleh sebagai berikut:
A.
Deskriptif
Responden
Responden yang sudah
berpartisipasi dalam penelitian dapat diilustasikan karakteristik demografi sebagai berikut:
Tabel 1 Karakteristik Responden
Demografi |
Persentase |
Demografi |
Persentase |
Jenis Kelamin |
|
Golongan/Pangkat |
|
Pria |
50,9 % |
Gol 2 |
23,68 % |
Wanita |
49,1 % |
Gol 3 |
49,06 % |
|
|
Gol 4 |
27,36 % |
Umur |
|
Masa Kerja |
|
21-30 Tahun |
- |
6-10 Tahun |
3,77 % |
31-40 Tahun |
13,21 % |
11-20 Tahun |
40,57 % |
41-50 Tahun |
41,51 % |
21-25 Tahun |
20,75 % |
51-60 Tahun |
45,28 % |
26-30 Tahun |
16,04 % |
|
|
≥ 31 Tahun |
18,87 % |
Pendidikan
|
|
Jabatan |
|
SMA/SMK |
17,92 % |
Eselon 3 |
10,38 % |
Diploma (D1-D3) |
13,21 % |
Eselon 4 |
23,58 % |
Sarjana (S1) |
41,51 % |
Jabatan Fungsional |
17,92 % |
Magister (S2) |
26,42 % |
Pelaksana/staf |
48,13 % |
Doktor (S3) |
0,94 % |
|
|
Sumber : Output Olah Data, 2022
Total responden yang berpartisipasi sebanyak 106
orang, dengan komposisi demografi responden menurut jenis kelamin : 54 orang (50,9 persen) dengan jenis kelamin pria,
dan sebanyak 52 orang (49,1 persen)
berjenis kelamin wanita. Gambaran komposisi responden berdasarkan usia atau umur
menunjukkan bahwa responden didominasi berumur 51-60 tahun (45,3 persen), sementara responden dengan kelompok umur 21-30 tahun tidak ada
yang berpartisipasi dalam kuesioner, disebabkan karena adanya peraturan
pemerintah yang meniadakan atau menunda penerimaan
calon pegawai ASN atau Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja (PPPK) beberapa tahun terakhir.
Komposisi responden berdasarkan pendidikan mengindikasikan bahwa responden dengan ijazah Sarjana (S1) paling dominan (44,5
persen), kemudian responden yang menyandang gelar Magister (S2) sebesar 26,4 persen. Berdasarkan masa kerja mengilustrasikan bahwa sebagian besar responden (40,6 persen) sudah berkerja
selama 11 sampai 20 tahun pada dinas/instansi organisasi perangkat daerah, kondisi tersebut menunjukkan loyalitas pegawai dan tingkat komitmen pada organisasinya. Sedangkan berdasarkan pangkat golongan sebagian besar responden (49,1 persen) memiliki karier dengan pangkat golongan ruang III dan yang memiliki pangkat golongan IV sebesar 27,4 persen. Penghargaan karier tersebut diperoleh sesuai dengan tingkat
pendidikan terakhir dan
masa kerja masing-masing sebagai
pegawai ASN.
Komposisi responden berdasarkan jabatan memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (48,1 persen) mengemban tugas sebagai pelaksana (staf) pada objek penelitian ini. Menjalankan tugas administrasi umum pelayanan masyarakat di bidang pendidikan dan kebudayaan, juga pada bidang kepemudaan, olahraga dan pariwisata pada organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Pati.
B.
Deskriptif
Variabel
Variabel dalam penelitian
ini adalah : Pemberdayaan
(X1) terdiri dari empat dimensi : Meaning, Competence, Self Determination
dan Impact, dengan
delapan indikator atau item pernyataan pada kuesioner (X1-1 sampai X1-8). Modal Sosial (X2) yang terdiri atas tiga
dimensi yaitu : struktural, relasional
dan kognitif dijabarkan kedalam dua belas
indikator atau item pernyataan (X2-1 sampai X2-12). Kepuasan Kerja
(Y1) yang terdiri dari enam dimensi : pembayaran, pekerjaan,
kesempatan promosi, atasan dan rekan kerja dijabarkan dalam dua belas
pernyataan (Y1-1 sampai dengan Y1-12) dan Komitmen Organisasional
(Y2) yang dijabarkan dalam dua belas item pernyataan (Y2-1 sampai Y2-12)
yang merupakan penjabaran dari tiga dimensi
: affective commitment, continuence commitment dan normative commitment.
Variabel penelitian dideskripsikan menurut: total skor (sum), nilai rerata (mean), tingkat capaian responden (TCR) dan kategori capaian. Tingkat capaian responden (TCR) = TxPn; dimana T : Total responden yang memilih dan Pn : Pilihan angka
skor Likert. Sedangkan untuk melihat Indeks
TCR = Total Skor / Y x 100% dimana Y adalah skor tertinggi
Likert x jumlah responden.
Sedangkan kategori capaian untuk menginterprestasikan
jawaban responden, memakai interval (I)=100/jumlah skor; I=100/7 diperoleh interval
14,3; sehingga klasifikasi dan
kategori capaian ditentukan sebagai berikut : Sangat Baik (SB)
85,6-100; Baik (B) 71,5-85,7; Agak
Baik (AB) 57,2-71,4: Cukup
(C) 43,0-57,1; Agak Kurang (AK) 28,7-42,9; Kurang (K)
14,4 - 28,6;
Sangat Kurang (SK) 0 - 14,3.
Berdasarkan klasifikasi dan kategori capaian tersebut, variabel penelitian dideskripsikan sebagai berikut :
Variabel Pemberdayaan
Secara
keseluruhan pemberdayaan pegawai pada organisasi/instansi sudah baik, terindikasi dari tingkat capaian
responden (TCR) dengan kategori capaian Baik (B) pada dimensi meaning,
competence dan impact. Sementara item-item pernyataan yang memperoleh tingkat capaian responden (TCR) dengan kategori capaian Agak Baik (AB) adalah: pada dimensi self determination item X1-5 sebesar
70,9 persen; Saya diberi kebebasan untuk menentukan cara/strategi dalam melaksanakan tugas/pekerjaan. Item X1-6 sebesar 70,2 persen; Saya merasa bebas untuk
menentukan langkah pengembangan karier. Besaran capaian tersebut mengindikasikan bahwa pemberian keleluasaan atasan langsung kepada pegawai dalam menentukan
strategi pelaksanaan tugas pekerjaan serta menentukan sikap pengembangan kariernya pada objek penelitian agak baik atau
belum optimal.
Adapun item pernyataan yang memperoleh TCR tertinggi yaitu item X1-7 sebesar 77,4 persen; Merasa diri memiliki pengaruh
terhadap orang lain. Yang mengindikasikan
bahwa pegawai mempunyai pengaruh keterkaitan yang tinggi terhadap pegawai lain serta kontribusi capaian kinerja organisasi. Sementara TCR yang terendah pada item X1-6 sebesar
70,2 persen; Saya merasa bebas untuk menentukan
langkah pengembangan karier. Mengindikasikan bahwa keleluasaan pegawai dalam menentukan
sikap pengembangan karier pada organisasi/instansi yang agak baik atau belum
optimal. Sementara jawaban agak tidak setuju
(ATS) yang pada item X1-4 sebesar 9,4 persen : Saya merasa yakin terhadap keahlian (skill) yang saya miliki, untuk mengerjakan
tugas.
Variabel Modal Sosial
Secara
keseluruhan modal sosial pegawai pada organisasi/instansi sudah baik, terindikasi dari tingkat capaian
responden (TCR) dengan kategori capaian Baik (B) pada dimensi struktural, relasional, kognitif. Besaran capaian tersebut mengindikasikan bahwa indikator-indikator modal sosial
yang sudah baik pada objek penelitian. Sementara item-item pernyataan
yang memperoleh tingkat capaian responden (TCR) dengan kategori capaian Agak Baik
(AB) yaitu : pada dimensi struktural item X2-1 sebesar 70,9
persen; Saya suka berpartisipasi dalam kegiatan organisasi/instansi ini, meski
itu bukan tugas fungsi saya.
Dan item X2-4 sebesar 70,2 persen;
Saya bersedia membantu kegiatan non rutin organisasi/instansi ini. Kemudian pada dimensi relasional yaitu item X2-6 sebesar 69,0 persen; Rekan-rekan kerja siap membantu
apabila saya menemui kesulitan dalam pekerjaan. Dan pada item
X2-7 sebesar 69,9 persen;
Saya merasa bertanggung jawab untuk membantu
teman-teman sekantor dalam menyelesaikan pekerjaan mereka. Kategori capaian tersebut memberikan indikasi bahwa tingkat partisipasi pegawai, kesediaan membantu pada kegiatan organisasi dari para pegawai belum optimal. Begitu juga rasa tanggungjawab untuk membantu rekan kerja dalam
menyelesaikan tugas belum/kurang tinggi.
Tingkat capaian responden (TCR) tertinggi pada
item X2-10 sebesar 77,1 persen;
Senang bekerja mewakili organisasi tempat bekerja. Artinya perasaan bangga dan senang dari para pegawai di organisasi/instansi objek penelitian sudah baik atau
tinggi. Sementara TCR yang terendah pada item X2-6 sebesar
69,0 persen; Rekan-rekan kerja siap membantu
apabila saya menemui kesulitan dalam pekerjaan. Mengindikasikan kepedulian pegawai untuk membantu rekan sekantor jika mengalami kesulitan pekerjaan agak baik atau
belum tinggi.
Variabel Kepuasan Kerja
Secara keseluruhan kepuasan kerja pegawai pada organisasi/instansi sudah baik, terindikasi dari tingkat capaian
responden (TCR) dengan kategori capaian Baik (B) pada dimensi pembayaran, pekerjaan, kesempatan promosi, atasan, dan rekan kerja. Besaran capaian pada item-item tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kepuasan kerja pegawai pada organisasi/instansi sudah baik atau
sudah tinggi.
Sementara item-item pernyataan yang memperoleh tingkat capaian responden (TCR) dengan kategori capaian Agak Baik
(AB) yaitu : pada dimensi pekerjaan item Y1-4=71,0 persen;
Saya sudah diberi kesempatan untuk menerima tanggung jawab atas tugas/pekerjaan. Pada dimensi teman kerja item Y1-11=67,0 persen; Rekan kerja
saya siap bekerjasama dalam memecahkan persoalan pekerjaan. Besaran capaian tersebut menginformasikan bahwa pemberian tanggungjawab dari atasan langsung
kepada pegawai (bawahan) serta kerjasama antar teman kerja dalam
memecahkan masalah organisasi/instansi belum optimal atau agak baik.
TCR yang tertinggi pada indikator Y1-12 sebesar 79,0 persen : Rekan kerja saya
di instansi/organisasi ini, tepat waktu
dalam menyelesaikan tugas. Sementara TCR terendah pada indikator Y1-11 sebesar 67,0 persen; Rekan kerja saya
siap bekerjasama dalam memecahkan persoalan pekerjaan.
Variabel Komitmen Organisasional
Tingkat capaian responden (TCR) dengan kategori capaian Baik (B) pada dimensi affective
commitment, continuance commitment dan normative commitment mencerminkan
komitmen organisasional secara keseluruhan pada organisasi/instansi sudah tinggi. Namun
masih ada kecenderungan pegawai untuk berpindah (mutasi) ke organisasi/instansi atau bagian/bidang lain, serta
keinginan pegawai untuk tetap bersama
dalam organisasi/instansi perlu mendapat perhatian. Beranggapan tidak etis jika pindah
ke organisasi/instansi lain, juga harus diperhatikan meskipun sudah memperoleh kategori capaian baik (B) pada variabel komitmen organisasional.
Adapun tingkat capaian responden (TCR) tertinggi indikator komitmen organisasional pada item
Y2-11 sebesar 83,4 persen; Loyalitas dan tetap bekerja sebagai tanggung jawab moral. Hal ini mengindikasikan loyalitas dan komitmen yang tinggi dari pegawai
terhadap organisasi/instansi, atau tingkat capaian komitmen organisasional yang sudah baik atau
sudah tinggi.
Sementara
tingkat capaian responden (TCR) yang terendah dari variabel komitmen
organisasional adalah item
Y2-10 sebesar 73,8 persen; Tidak etis jika
pindah ke organisasi/instansi lain. Yang mengindikasikan bahwa masih ada
kecenderungan pegawai merasa biasa-biasa saja (etis) untuk
pindah ke organisasi/instansi lain atau dari bagian
yang satu ke bidang yang lain. Kondisi ini juga didukung oleh jawaban netral (N) sebesar 28,3 persen pada item tersebut.
C.
Uji Instrumen Penelitian
Sebelum
digunakan sebagai media pengambilan keputusan, maka instrumen penelitian harus diuji dan dipastikan kebenarannya terlebih dahulu. Untuk memastikan
hal tersebut dilakukan uji instrumen.
Uji validitas yang telah dilakukan membuktikan bahwa semua item variabel Pemberdayaan, Modal Sosial, Kepuasan
Kerja dan Komitmen Organisasional memperoleh nilai KMO MSA, anti image
correlation ≥ 0,50; loading factor (component matrix) ≥ 0,40 dengan signifikansi < 0,05; sehingga disimpulkan semua item variabel instrumen penelitian dalam studi ini
dinyatakan valid.
Sedangkan
hasil uji reliabilitas yang
sudah dilakukan memberi output sebagai berikut:
Tabel 2 Hasil Uji Reliabilitas
No. |
Variabel |
Cronbach’s Alpha |
Standard Reliabel |
Keterangan |
1. |
Pemberdayaan (X1) |
0,945 |
0,70 |
Reliabel |
2. |
Modal Sosial (X2) |
0,950 |
0,70 |
Reliabel |
3. |
Kepuasan Kerja (Y1) |
0,960 |
0,70 |
Reliabel |
4. |
Komitmen Organisasional (Y2) |
0,951 |
0,70 |
Reliabel |
Sumber
: Output Olah Data, 2022
Dari
tabel diatas menginformasikan bahwa semua variabel dalam penelitian ini memperoleh nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0,70 sehingga
disimpulkan semua item dalam kuesioner dinyatakan reliabel atau kredibel.
D. Uji
Asumsi Klasik
Uji Normalitas dengan One-Simple Kolmogorov Smirnov test didapatkan hasil Asymptotic
significance ( 2-tailed) sebesar 0,200 baik pada persamaan model 1 dan persamaan model 2. Nilai tersebut
lebih besar dari 0,05 Kemudian pada grafik Normal Probability Plot (P-Plot) juga memperlihatkan sebaran titik-titik di sekitar garis dan mengikuti arah garis diagonal, maka mengindikasikan bahwa data berdistribusi normal. Sehingga diambil kesimpulan bahwa variabel pengganggu atau residual baik pada persamaan model 1 dan persamaan
model 2 dalam penelitian ini berdistribusi normal.
Uji Multikolinieritas pengujian pada persamaan model 1 dan persamaan
model 2 dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3 Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Independen |
Collinearity Statistic’s |
Vriabel Dependen |
|
Tolerance |
VIF |
||
Persamaan Model 1 |
|
|
|
Pemberdayaan |
0,269 |
3,716 |
Kepuasan Kerja |
Modal Sosial |
0,269 |
3,716 |
|
Persamaan Model 2 |
|
|
|
Pemberdayaan |
0,250 |
4,002 |
Komitmen Organisasional |
Modal Sosial |
0,204 |
4,891 |
|
Kepuasan Kerja |
0,290 |
3,452 |
|
Sumber
: Output Olah Data, 2022
Karena semua nilai tolerance ≥ 0,10 dan atau
VIF ≤ 10,00 baik pada persamaan
model 1 dan persamaan model 2, maka
disimpulkan tidak terjadi gejala multikolinearitas pada variabel-variabel
penelitian ini.
E.
Goodness of Fit
Uji kelayakan model digunakan untuk mengukur ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir
nilai aktual.
Uji Koefisien Determinasi ( R2) berdasarkan
output olah data pada Tabel 4 , nilai koefisien
Adjusted R-Square pada persamaan model 1 sebesar 0,705. Artinya Pemberdayaan dan Modal Sosial mampu
menjelaskan Kepuasan Kerja sebesar 70,5 persen. Sedangkan sisanya 29,5 persen merupakan kontribusi dari variabel lain di luar model ini.
Sementara
nilai koefisien Adjusted R
Square pada persamaan model 2 sebesar
0,892. berarti 89,2 persen perubahan (naik turun) komitmen organisasi dipengaruhi oleh pemberdayaan,
modal sosial dan kepuasan kerja pegawai, pemberdayaan karyawan. Sedangkan sisanya sebesar 10,8 persen merupakan pengaruh dari variabel lain di luar model dalam studi ini.
Uji statistik F pada dasarnya untuk menguji apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen dan digunakan juga untuk menentukan kelayakan model regresi (Bahri, 2018). Output analisis regresi pada Tabel 4, pada persamaan model 1 diperoleh nilai F sebesar 126,287 dengan nilai signifikansi 0,000 <
0,05. Artinya Pemberdayaan
dan Modal Sosial diduga mempunyai
hubungan yang signifikan terhadap Kepuasan Kerja dan layak sebagai model regresi. Sedangkan pada persamaan model 2 nilai F sebesar 289,866 dengan nilai signifikansi
0,000 < 0,05; artinya
Pemberdayaan, Modal Sosial dan Kepuasan
Kerja diduga mempunyai hubungan yang signifikan terhadap Komitmen Organisasional dan layak sebagai model regresi.
F.
Analisis
Regresi
Analisis
regresi selain untuk mengukur pengaruh hubungan antara dua variabel
atau lebih, juga untuk menunjukkan arah hubungan antara
variabel terikat dengan variabel bebas. Dengan asumsi
variabel terikat random/stokastik yang mempunyai distribusi probalistik, sedangkan variabel bebas memiliki nilai tetap dalam
pengambilan sampel yang berulang (Ghozali, 2021).
Tabel 4 Hasil Analisis Regresi dan Persamaan Model
Sumber: Output Olah Data, 2022
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel diatas, maka diperoleh nilai persamaan model:
Y1 = 3,807 + 0,424 X1
+ 0,674 X2 (1)
Prediksi besaran Kepuasan
Kerja (Y1) yang diperoleh
dari pengaruh Pemberdayaan (X1) sebesar
0,424; dan Modal Sosial (X2) sebesar 0,674. Pengaruh hubungan bersifat positif (searah) artinya jika pemberdayaan
dan modal sosial pegawai meningkat, maka kepuasan kerja pegawai juga akan meningkat. Dengan nilai konstanta
sebesar 3,807 dan signifikan
p-value < 0,05.
Y2 = 12,599 + 0,362 X1
+ 0,248 X2 + 0,384 Y1 (2)
Prediksi besaran Komitmen
Organisasional (Y2) yang diperoleh dari pengaruh Pemberdayaan (X1)
sebesar 0,362; Modal Sosial
(X2) sebesar 0,248; dan Kepuasan Kerja (Y1) sebesar 0,384. Pengaruh bersifat positif yang artinya jika pemberdayaan,
modal sosial dan kepuasan kerja pegawai meningkat,
maka komitmen organisasional pegawai juga akan meningkat. Dengan nilai konstanta
sebesar 12,599 dan signifikan
p-value < 0,05.
G.
Uji Hipotesis
Tabel 5 Hasil Uji Hipotesis
No. |
Hipotesis |
Nilai t |
Sig. |
Ket. |
H1. |
Pemberdayaan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja |
2,816 |
0,006 |
Diterima |
H2. |
Modal sosial berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja |
5,707 |
0,000 |
Diterima |
H3. |
Pemberdayaan berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional |
4,570 |
0,000 |
Diterima |
H4. |
Modal sosial berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional |
3,608 |
0,000 |
Diterima |
H5. |
Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional |
7,680 |
0,000 |
Diterima |
H6. |
Kepuasan kerja memediasi
pengaruh pemberdayaan terhadap komitmen organisasional |
0,5473 |
0,000 |
Diterima |
H7. |
Kepuasan kerja memediasi pengaruh modal sosial terhadap komitmen organisasional |
0,4267 |
0,000 |
Diterima |
Pembahasan
Pengaruh pemberdayaan
terhadap kepuasan kerja
Hasil
empiris membuktikan
bahwa pemberdayaan pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Jika pegawai lebih diberdayakan, terutama diberi keleluasaan atau kemandirian untuk menentukan strategi dalam pelaksanaan tugas serta aktivitas pengembangan kariernya, maka akan berdampak
pada tingkat kepuasan kerja pegawai. Secara umum pemberdayaan pada objek penelitian sudah baik, namun
perlu terus dioptimalkan dengan menambah keleluasaan kepada individu (pegawai) dalam bertindak sekaligus bertanggung jawab atas tindakan yang diambil sesuai tugas yang diampu.
Implementasi pemberdayaan karyawan yang efisien dalam sebuah organisasi
dapat diwujudkan dengan memodifikasi budaya organisasi kuno dan mengadopsi budaya baru yang membantu pemberdayaan, dengan mempertimbangkan perilaku, pola kerja dan praktik organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja (Reidhead,
C., 2020).
Hasil studi ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya oleh (Javed
et al., 2014); (Austyn,
Titus et al., 2017); (Fitriati,
2020); (AlKahtani,
N.S. et al., 2021); dan (Ratnaningsih,
D.S., 2021) yang melaporkan
bahwa pemberdayaan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Sementara temuan penelitian ini berbeda dengan
hasil studi yang telah dilakukan oleh (Sulistiono
et al., 2020), yang melaporkan bahwa pemberdayaan karyawan perkebunan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja.
Pengaruh Modal Sosial terhadap
Kepuasan Kerja
Berdasarkan usia dari
106 responden yang berpartisipasi
sebanyak 45,3 persen berusia 51-60 tahun. Yang berumur 41-50 tahun sebanyak 41,5 persen. Komposisi tersebut mengindikasikan bahwa pegawai pada objek penelitian memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Faktor penentu modal sosial dapat muncul dari
usia individu dalam suatu organisasi
atau kelompok, dan seseorang yang lebih tua dimungkinkan memiliki modal sosial yang lebih besar (Whiteley,
2000).
Sementara karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin (gender) mengilustrasikan 50,9 persen responden berjenis kelamin pria, dan 49,1 persen pegawai dengan jenis kelamin wanita.
Jumlah pegawai ASN pria dan wanita pada organisasi perangkat daerah ditentukan oleh organisasi pembina kepegawaian berdasarkan analisis beban kerja dan analisis kebutuhan pegawai. Tidak didasarkan pada spesifikasi tugas menurut jenis kelamin.
Menurut survei sebelumnya, wanita cenderung memiliki koneksi yang lebih sedikit, tetapi wanita mudah mendapatkan bantuan keuangan. Laki-laki di sisi lain memiliki kemudahan mencari pekerjaan dengan menggunakan koneksi sosial (Christoforou,
2011). Perempuan juga memiliki modal sosial
keluarga yang lebih tinggi, yaitu norma
yang lebih tinggi (Fidrmuc & Gërxhani, 2005).
Fenomena yang terjadi bisa
dicermati dari indikator (X2-1) dan item (X2-4) yang mengindikasikan
bahwa pegawai kurang berperan aktif dalam kegiatan
organisasi atau pada bidang lain. Kesedian
untuk membantu kegiatan diluar rutinitas organisasi/instansi juga belum optimal. Para
pegawai lebih memprioritaskan tugas pokok fungsinya (tupoksi) saja, dan kurang intens terhadap
kegiatan non rutin organisasi atau kegiatan yang dilaksanakan pada bidang lain. Begitu
juga tingkat kepercayaan terhadap teman sekantor atau dalam
satu bagian/bidang untuk membantu
apabila mengalami kesulitan pekerjaan masih belum optimal. Rasa tanggung jawabnya dalam membantu rekan kerja. Sifat ego sektoral pada bagian atau bidang masing-masing masih lebih tinggi,
belum mempunyai respek terhadap bagian/bidang lain.
Sehingga kondisi tersebut mempengaruhi tingkat kepuasan kerja pegawai pada organisasi atau instansi.
Hasil
empiris membuktikan
modal sosial signifikan dan
mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Artinya jika modal sosial yang dimiliki pegawai lebih difungsikan
atau ditingkatkan serta diaplikasikan dalam organisasi/instansi, maka mampu meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Apabila sifat ego sektoral bisa diminimalisir, lebih responsif untuk berpartisipasi pada kegiatan diluar tugas fungsi dinas/instansi, lebih peduli dan lebih bertanggung jawab untuk membantu serta siap bekerja
sama dengan rekan kerja akan
berimplikasi terhadap tingkat kepuasan kerja pegawai dalam
organisasi.
Secara umum modal sosial
pada objek penelitian sudah baik. Temuan
studi ini sepadan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Jutengren,
G. et al., 2020); (Ozan et al., 2017) dan (Ommen, O. et al., 2009, yang menemukan bahwa modal sosial merupakan prediktor yang signifikan dari kepuasan kerja.
Modal sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Penelitian dilakukan di kalangan dokter atau tenaga
kesehatan, namun modal sosial yang dimiliki seseorang seperti halnya para pegawai juga akan mampu meningkatkan
kepuasan kerja apabila dimanfaatkan dan diperankan lebih optimal.
Komitmen organisasional pada objek penelitian secara umum berada pada kriteria baik atau
sudah tinggi. Didukung deskripsi berdasarkan masa kerja dimana sebagian besar pegawai yang memiliki masa kerja yang lama bahkan ada yang lebih dari tiga
puluh tahun. Serta kesetiaan pada organisasi dianggap hal yang bijaksana.
Hasil empiris pada uji hipotesis membuktikan
pemberdayaan pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Artinya jika pemberdayaan
pegawai meningkat maka akan meningkat
pula komitmen pegawai pada organisasinya. Apabila pegawai lebih diperhatikan
dan lebih diberdayakan dengan diberi keleluasaan
dalam bertindak sekaligus bertanggung jawab atas tindakan
yang diambil sesuai tugas yang diampunya, maka akan meningkatkan
komitmennya terhadap organisasi serta akan memberi feedback lebih dari
apa yang diharapkan oleh organisasi. (Thomas
& Velthouse, 1990).
Pemberdayaan pegawai bisa diaktualisasikan dengan pemberian keleluasaan untuk mengambil keputusan dalam wilayah tanggung jawab tanpa harus mendapatkan
persetujuan dari orang lain
terlebih dahulu (Luthans, 2011). Identik dengan kewenangan klasik, namun ada karakteristik
yang menjadikannya unik. Pertama :
karyawan didorong untuk menggunakan inisiatif mereka sendiri; kedua : karyawan diberdayakan dengan cara tidak hanya
diberi otoritas tetapi juga sumber daya, sehingga mereka mampu membuat
keputusan dan memiliki kekuatan untuk mengimplementasikannya.
Hasil studi ini selaras
dengan penelitian (Widayanti
& Sariyathi, 2016); (Kariuki
& Kiambati, 2017) dan (Zaraket
et al., 2018), yang melaporkan jika organisasi mendukung pemberdayaan karyawan, maka akan membantu meningkatkan kepercayaan dan komitmen mereka terhadap organisasi. Hasil temuan yang sama dilaporkan (Fitriah
& Sudibya, 2015); (Fajar
& Rohendi, 2016); (Radnyanamastri
& Ardana, 2017). Semakin
efektif pemberdayaan karyawan yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi maka akan semakin meningkat
pula komitmen pegawai atau karyawannya. (Toremen et al., 2011); (AlKahtani,
N.S. et al., 2020) laporan penelitiannya
menemukan bahwa pemberdayaan bersama dengan kepuasan kerja karyawan sangat penting dalam meningkatkan
kinerja organisasi. Pemberdayaan berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan pada industri perhotelan bintang empat dan lima di Pakistan.
Sementara itu penelitian
ini berbeda dengan temuan (Karim
& Rehman, 2012), yang menemukan
pemberdayaan karyawan otoritas penerbangan sipil tidak dapat
menimbulkan dampak yang signifikan terhadap komitmen organisasi. (Sulistiono
et al., 2020) melaporkan bahwa
pemberdayaan karyawan perkebunan tidak memiliki efek yang signifikan terhadap komitmen organisasional.
Berdasarkan pendidikan terakhir responden
menggambarkan tingkat modal
sosial yang tinggi dalam studi ini.
Modal sosial dipengaruhi
oleh faktor sosial ekonomi dan kontekstual, dengan pendapatan dan pendidikan memiliki dampak terbesar. Bukti empiris menunjukkan bahwa tingkat pendapatan
dan pendidikan yang lebih tinggi berbanding lurus dengan kemungkinan
yang lebih tinggi dari kepercayaan interpersonal
dan kelompok individu.
(Knack & Keefer, 1997); (Paldam, 2000) mengemukakan tingkat pendidikan dan pendapatan seseorang dapat memperkuat keyakinan dan norma sosial. Karena setelah mengetahui tingkat pendidikan dan pendapatan seseorang, muncul persepsi bahwa
seseorang itu lebih dapat diandalkan.
Sementara itu deskripsi
responden berdasarkan jabatan dalam studi ini menunjukkan
hubungan dan kepercayaan antara karyawan dalam organisasi yang diteliti bersifat informal terlepas dari tingkat
jabatan dalam organisasi. Meski bagian besar pegawai
memangku jabatan pelaksana/staf (48,1 %) akan tetapi memiliki keeratan hubungan yang tinggi dan menghasilkan kolaborasi yang lebih erat dalam menciptakan
jaringan komunikasi tanpa membedakan dengan jabatan lain. (Fukuyama,
2000), menyebut
jaringan sebagai dasar organisasi yang membedakan dengan organisasi formal berbasis hierarki; karena peraturan birokrasi dan wewenang formal telah diganti dengan norma-norma informal yang dimiliki
bersama di antara anggota. Temuan menyimpulkan tidak ada perbedaan modal sosial antar kelompok
yang bekerja pada tingkat
yang berbeda posisi atau jabatan di dalam organisasi, sehingga konsisten dengan teori tersebut.
Berdasarkan hasil analisis
deskriptif variabel Modal Sosial yang memperoleh kategori capaian agak baik (AB) mengindikasikan bahwa tingkat kepercayaan terhadap teman sekantor atau dalam
satu bidang untuk membantu apabila mereka mengalami kesulitan pekerjaan belum optimal. Sifat
ego sektoral pada bidang/bagian masing-masing masih tinggi, belum mempunyai
kepedulian yang baik terhadap bagian/bidang lain dalam organisasi/instansi. Begitu juga rasa tanggung jawabnya membantu teman kerja. Sehingga
fenomena tersebut dapat mempengaruhi tingkat komitmen organisasional pegawai
pada objek penelitian.
Hasil
empiris membuktikan
bahwa modal sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Bisa diartikan jika modal sosial yang dimiliki pegawai lebih difungsikan,
diaplikasikan dalam organisasi atau instansi akan mampu
memberikan dampak positif pada komitmen pegawai. Apabila sifat ego sektoral bisa diminimalisir, lebih responsif untuk berpartisipasi pada kegiatan diluar tugas fungsi dinas/instansi, lebih peduli dan lebih bertanggung jawab untuk membantu serta bekerja sama
dengan rekan kerja akan berimplikasi
pada tingkat komitmen pegawai pada organisasinya.
Secara umum kepuasan kerja pegawai pada objek penelitian sudah baik. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh (Imam,
Abber et al., 2014); (Sayadi
& Hayati, 2014); (Aboyasin,
N., et al., 2015); dan (Dehghanian,
E., et al., 2016), dengan konklusi
bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara modal sosial terhadap komitmen organisasi.
Temuan studi ini berbeda dengan hasil penelitian (Firdaus
& Mulyapradana, 2018), yang melaporkan
bahwa modal sosial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasional. Objek penelitiannya adalah karyawan pada salah satu perusahaan batik di Pekalongan.
Deskripsi variabel kepuasan kerja menunjukkan
bahwa dimensi pekerjaan (job) indikator kesempatan menerima tanggung jawab (Y1-4), dan dimensi rekan kerja (co-wokers) indikator
siap bekerjasama (Y1-11) memperoleh tingkat capaian responden (TCR) dan kategori agak baik
(AB). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pendelegasian kepercayaan dan tanggung jawab dari pimpinan atau
atasan langsung kepada pegawai dalam menjalankan tugas pokok fungsi
(tupoksi) yang diemban belum optimal. Kerjasama antar teman kerja juga memperlihatkan masih bersifat ego sektoral, sehingga perlu mendapat perhatian dari pimpinan (supervisor) karena
berberdampak pada tingkat kepuasan kerja pegawai yang berimplikasi pada tingkat komitmen organisasi, yang secara umum sudah
tinggi. Kondisi lain yang terjadi tercermin dari jawaban responden
yang agak tidak setuju (ATS) pada item (Y1-8) dan item (Y1-9) dengan
tingkat capaian sebesar 11,3 persen. Respon tersebut mengindikasikan bahwa para pegawai merasa belum atau kurang
mendapat perhatian, petunjuk dan arahan yang optimal dari pimpinan/atasan
langsungnya.
Kepuasan kerja menjadi
faktor kunci dalam mengoptimalkan kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) selain faktor kompensasi, atasan, rekan kerja,
promosi jabatan dan perkerjaan itu sendiri. Elemen-elemen tersebut dapat mempengaruhi kepuasan kerja yang pada hilirnya menumbuhkan keinginan untuk keluar dari
organisasi, pindah ke dinas/instansi
lain, atau antar bagian (Hasby,
2020).
Hasil uji hipotesis membuktikan
bahwa kepuasan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional secara parsial. Intuisi yang disimpulkan adalah apabila pegawai merasa diperhatikan atau
lebih diberdayakan terutama diberi keleluasaan bertanggung jawab pada tugas, dan kerjasama antar rekan kerja yang solid dapat menambah komitmen pegawai pada organisasinya. Dengan kata lain jika karyawan memperoleh
kepuasan kerja yang tinggi, akan lebih
semangat dalam bekerja yang mampu meningkatkan komitmennya terhadap organisasi. Begitu juga sebaliknya, ketika pegawai merasa kurang puas
dalam bekerja, maka akan kurang
termotivasi sehingga bisa menurunkan komitmen organisasinya (Tarigan
& Ariani, 2015); Abuhashesh,
M. et al., 2019).
Temuan penelitian ini sebanding dengan hasil studi dari
(Loan,
L., 2020) yang menemukan
hubungan positif antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada analisis regresi linier berganda. (Sohail
& Ilyas, 2018); (Bashir
& Gani, 2020); (Ingsih
et al., 2020); (Hakami,
A. et al., 2020); dan (Winarsih
& Fariz, 2021) juga mengungkapkan
hasil yang relevan, bahwa kepuasan kerja berdampak pada komitmen organisasional.
Ada dismilaritas hasil riset (perbedaan) yang ditemukan oleh (Murtiningsih
& Puspa, 2019), yang melaporkan
bahwa kepuasan kerja (job
satisfaction) tidak memiliki
efek signifikan terhadap komitmen organisasional (affective
commitment, continuance commitment, dan
normative commitment). Objek penelitian
adalah karyawan tenaga kependidikan fakultas di Universitas Trisakti.
Sementara itu (Linda
et al., 2021), menemukan kepuasan
kerja pegawai perbankan tidak berpengaruh langsung terhadap komitmen organisasi.
Semakin lama masa kerja seorang
pegawai, maka semakin tinggi kesetiaan dan loyalitas pada organisasi/instansi. Komitmen organisasi dipengaruhi diantaranya karakteristik individu : yang terbagi ke dalam dua
variabel yakni variabel demografis dan disposisional. Variabel demografis meliputi jenis kelamin (gender), usia atau umur, status pernikahan, tingkat pendidikan dan lamanya seorang pegawai bertugas pada sebuah organisasi. Sedangkan variabel disposisional terdiri dari kepribadian
dan nilai yang dimiliki sebagai anggota organisasi. Variabel disposisional mempunyai hubungan yang lebih kuat dengan komitmen
organisasi, sebab anggota organisasi memiliki perbedaan pengalaman kerja (Meyer
& Alien, 1991).
Hasil Sobel test
membuktikan bahwa kepuasan kerja mampu berperan sebagai mediator pada hubungan pemberdayaan terhadap komitmen organisasional. Artinya jika ada
kepuasan kerja pegawai maka akan
meningkatkan pengaruh pemberdayaan pegawai yang berimplikasi pada tingkat komitmen pegawai ASN pada organisasi perangkat daerah. Pendelegasian kewenangan yang proporsional mampu mengefesienkan pemberdayaan pegawai yang berdampak pada loyalitas dan menurunkan kecenderungan untuk pindah ke
bidang atau instansi lain.
Temuan hasil studi ini sepadan (Crow,
M. et al., 2012); (Ali
& Ali, 2014); (Ćulibrk
et al., 2018) dan (AlKahtani,
N.S. et al., 2021), yang melaporkan bahwa kepuasan kerja dianggap sebagai mediator potensial antara pemberdayaan karyawan dan komitmen organisasi. Kepuasan kerja mampu berperan
sebagai variabel mediasi antara pemberdayaan karyawan dan komitmen organisasional.
Komitmen organisasi adalah
suatu keadaan dimana seorang pegawai memiliki keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Bukan hanya mengenai
jenjang karir, gaji dan sebagainya, melainkan kenyamanan dan perasaan yang begitu mendalam untuk bekerja (Robbins
& Judge, 2016).
Hasil empiris membuktikan kepuasan kerja mampu berperan
sebagai mediator pada pengaruh
modal sosial terhadap komitmen organisasional. Dibuktikan hasil Sobel test, dengan value indirect
effect sebesar 0,4326 dan significance two tailed sebesar 0,000
yang lebih kecil dari 0,05. Yang artinya jika ada kepuasan
kerja maka akan mampu meningkatkan
modal sosial yang dimiliki
para pegawai yang pada akhirnya
akan berdampak pada tingkat komitmen oranisasionalnya. Kerjasama tim, tanggung jawab dan kepedulian pegawai antar bidang, dengan
disertai kepuasan kerja mampu meningkatkan
komitmen, loyalitas serta meminimalisir kencenderungan pindah pegawai ASN.
Temuan penilitian ini konsisten dengan hasil riset (Imam et al., 2014) yang menemukan bahwa
kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi sebagai variabel mediasi (intervening). (Feng et al., 2017); (Hsiao,
A. et al., 2019) dan (Eşitti
& Kasap, 2020). Kepuasan
kerja merupakan konsep penting yang memiliki signifikansi luar biasa untuk
pertimbangan dampak variabel anteseden yang berbeda terhadap komitmen organisasi dan kepuasan kerja bertindak sebagai mediator antara anteseden yang berbeda terhadap komitmen organisasi.
1.
Pemberdayaan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, artinya semakin efektif pemberdayaan pegawai maka semakin
berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai. Keleluasaan dalam menentukan strategi pelaksanaan tugas dan kebebasan menentukan langkah pengembangan karier mampu mendongkrak kepuasan kerja pegawai.
2.
Modal sosial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, maknanya semakin tinggi modal sosial pegawai maka semakin
berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai. Jika ego sektoral diminimalisir dengan kerjasama tim (team work), bertanggung jawab serta berperan
aktif dan peduli pada kegiatan rekan kerja akan berdampak
pada kepuasan kerja pegawai.
3.
Pemberdayaan berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional, dikandung maksud semakin tinggi pemberdayaan pegawai maka semakin berpengaruh
positif terhadap komitmen organisasional. Keleluasaan menentukan strategi
dan kebebasan menentukan langkah pengembangan karier, berdampak pada komitmen pegawai yang lebih tinggi.
4.
Modal sosial berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional, yang mempunyai makna bahwa semakin tinggi
modal sosial pegawai maka semakin berpengaruh
positif terhadap komitmen organisasional. Pegawai lebih berkomitmen
pada OPD, jika gap antar pegawai atau ego sektoral masing-masing bidang atau bagian bisa
diminimalisir.
5.
Kepuasan kerja berpengaruh
signifikan terhadap komitmen organisasional, artinya semakin tinggi tingkat kepuasan kerja pegawai maka semakin
berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional. Pegawai yang merasa puas terutama
diberi pendelegasian kewenangan yang proposional, mampu memperkuat komitmennya pada organisasi perangkat daerah.
6.
Kepuasan kerja signifikan
memediasi pengaruh pemberdayaan terhadap komitmen organisasional, dapat diartikan bahwa kepuasan kerja pegawai mampu
meningkatkan pengaruh pemberdayaan pegawai terhadap komitmen organisasional. Pendelegasian kewenangan yang proporsional mampu mengefesienkan pemberdayaan pegawai yang berdampak pada loyalitas dan menurunkan kecenderungan untuk pindah ke
bidang atau instansi lain.
7.
Kepuasan kerja berperan
sebagai mediator yang signifikan
pada pengaruh modal sosial terhadap komitmen organisasional, bisa dimaknai bahwa kepuasan kerja pegawai mampu meningkatkan
pengaruh modal sosial pegawai terhadap komitmen organisasional.
Kerjasama tim, tanggung jawab dan kepedulian pegawai antar bidang,
dengan disertai kepuasan kerja mampu mengoptimalkan komitmen, loyalitas serta meminimalisir kencenderungan pegawai untuk pindah (mutasi).
BIBLIOGRAFI
Aboyasin, N. A., Ridha, M.
B., Yousif, A. H., & Nsour, J. Y. (2015). The Impact of Social Capital on
Organizational Commitment in Jordanian Companies. International Journal of
Business Administration, 6(4), 10. https://doi.org/10.5430/ijba.v6n4p1
Abuhashesh, M., Al-Dmour, R., & Ed Masa’deh, R. (2019).
Factors that affect Employees Job Satisfaction and Performance to Increase
Customers’ Satisfactions. Journal of Human Resources Management Research,
2019(April), 23.
Ali, N., & Ali, A. (2014). The Mediating Effect of Job
Satisfaction between Psychological Capital and Job Burnout of Pakistani Nurses.
Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences, 8(2), 399–412.
AlKahtani, N. S., Iqbal, S., Sohail, M., Sheraz, F., Jahan,
S., Anwar, B., & Haider, S. A. (2021). Impact of employee empowerment on
organizational commitment through job satisfaction in four and five stars hotel
industry. Management Science Letters, 11(3), 813–822.
https://doi.org/10.5267/j.msl.2020.10.022
Alkhadher, O., Beehr, T., & Meng, L. (2020).
Individualism‐collectivism and nation as moderators of the job
satisfaction‐organisational citizenship behaviour relationship in the United
States, China, and Kuwait. Asian Journal of Social Psychology, 23(4),
469–482. https://doi.org/10.1111/ajsp.12414
Anggreyani, N. M., Gustibagus, I., & Satrya, H. (2020).
Effect of Job Satisfaction, Employee Empowerment and Job Stress Towards
Organizational Commitment. American Journal of Humanities and Social
Sciences Research, 4(6), 108–113. Retrieved from www.ajhssr.com
Austyn, T., Lindawati, T., & Pradana, D. (2017). Pengaruh
Pemberdayaan Karyawan Dan Lingkungan Tempat Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Dan
Loyalitas Kerja Karyawan Pada Perusahaan UMKM Di Surabaya Dan Madura. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Manajemen (JUMMA), 6(2), 125–132.
Bahri, S. (2018). Metodologi Penelitian Bisnis Lengkap
dengan Teknik Pengolahan Data SPSS (1st ed.). Yogyakarta: Andi.
Bashir, B., & Gani, A. (2020). Testing the effects of job
satisfaction on organizational commitment. Journal of Management Development,
39(4), 525–542. https://doi.org/10.1108/JMD-07-2018-0210
Christoforou, A. (2011). On the Determinants of Social
Capital in Greece Compared to Countries of the European Union. SSRN
Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.726142
Crow, M. S., Lee, C., & Joo, J. (2012). Organizational
justice and organizational commitment among South Korean police officers. Policing:
An International Journal of Police Strategies & Management, 35(2),
402–423. https://doi.org/10.1108/13639511211230156
Ćulibrk, J., Delić, M., Mitrović, S., & Ćulibrk, D.
(2018). Job Satisfaction, Organizational Commitment and Job Involvement: The
Mediating Role of Job Involvement. Frontiers in Psychology, 9(132).
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2018.00132
Dehghanian, E., Rastegar, Y., & Rastegar. (2016). The
study of the relationship between social capital and organizational commitment
among teachers in Bandar Abbas. International Journal of Humanities and
Cultural Studies (IJHCS), 3(1), 305–315.
Emhan, A., Arslan, V., Yasar, M. F., & Çocuk, S. (2018).
Relationship between Organizational Commitment, Job Satisfaction, Emotional
Regulation and Mediating Effect of Political Perceptions: An Application in the
Education Sector. Online Submission, 3(2), 250–270.
Eşitti, B., & Kasap, M. (2020). The impact of
leader–member exchange on lodging employees’ dynamic capacities: The mediating
role of job satisfaction. Tourism and Hospitality Research, 20(2),
237–244. https://doi.org/10.1177/1467358419826397
Fajar, C. M., & Rohendi, A. (2016). Keadilan Organisasi,
Kepuasan Kerja Dan Pemberdayaan Pegawai Yang Berdampak Pada Komitmen
Organisasi. Ikonomika, 1(1), 53–65.
Feng, D., Su, S., Yang, Y., Xia, J., & Su, Y. (2017). Job
satisfaction mediates subjective social status and turnover intention among
Chinese nurses. Nursing & Health Sciences, 19(3), 388–392.
https://doi.org/10.1111/nhs.12357
Firdaus, M. R., & Mulyapradana, A. (2018). Pengaruh Modal
Sosial dan Leader Member Exchange terhadap Kinerja Melalui Komitmen
Organisasional. BBM (Buletin Bisnis & Manajemen), 3(1), 9–21.
Fitriah, F., & Sudibya, I. G. A. (2015). Pengaruh
Pemberdayaan Karyawan dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional
Sekretariat Perusahaan Daerah Pasar Kota Denpasar. E-Jurnal Manajemen
Universitas Udayana, 4(11), 255119.
Fitriati, R. (2020). Pengaruh Pemberdayaan Dan Kompetensi
Terhadap Kepuasan Kerja Serta Dampaknya Pada Kinerja Karyawan. Journal
Teacherprener, 1(1), 24–32.
Fukuyama, F. (2000). Social Capital and Civil Society. IMF
Working Papers, 00(74), 1. https://doi.org/10.5089/9781451849585.001
Ghozali, I. (2021). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan
Program IBM SPSS 26 (10th ed.). Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Gucel, C., Tokmak, I., & Turgut, H. (2012). The Effect of
The Locus of Control on Organizational Citizenship Behavior The Mediating
Effect Perceived Organizational Support: Case Study of A University. International
Journal of Business and Management Studies, 4(1), 55–64.
Gunawan, C. (2020). Mahir Menggunakan SPSS: Panduan
Praktis Mengolah Data (Pertama). Yogyakarta: Deeppublish.
Hakami, A., Almutairi, H., Alsulyis, R., Rrwis, T. Al, &
Battal, A. Al. (2020). The Relationship between Nurses Job Satisfaction and
Organizational Commitment. Health Science Journal, 14(1), 1–5.
https://doi.org/10.36648/1791-809x.14.1.692
Hasby, H. (2020). Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Aparatur Sipil Negara. Conference On Business, Social Sciences And
Innovation Technology, 1(1), 687–703.
Hsiao, A., Ma, E. (Jintao), Lloyd, K., & Reid, S. (2020).
Organizational Ethnic Diversity’s Influence on Hotel Employees’ Satisfaction,
Commitment, and Turnover Intention: Gender’s Moderating Role. Journal of
Hospitality & Tourism Research, 44(1), 76–108.
https://doi.org/10.1177/1096348019883694
Imam, A., Shafique, M., & Shah, F. T. (2014). Mediating
Relationship of Job Satisfaction between Social Capital and Organizational
Commitment in Employees: A Study of Banking Sector of Pakistan. Journal of
Applied Environmental and Biological Sciences, 4(12), 274–283.
Ingsih, K., Prayitno, A., Waluyo, D. E., & Suhana, S.
(2020). Mediating Roles of Job Satisfaction toward the Organizational
Commitment of Employees in the Public Sector. The Journal of Asian Finance,
Economics and Business, 7(10), 999–1006.
https://doi.org/10.13106/jafeb.2020.vol7.no10.999
Javed, M., Balouch, R., & Hassan, F. (2014). Determinants
of Job Satisfaction and its impact on Employee performance and turnover
intentions. International Journal of Learning and Development, 4(2),
120–140. https://doi.org/10.5296/ijld.v4i2.6094
Jutengren, G., Jaldestad, E., Dellve, L., & Eriksson, A.
(2020). The potential importance of social capital and job crafting for work
engagement and job satisfaction among health-care employees. International
Journal of Environmental Research and Public Health, 17(12), 1–16.
https://doi.org/10.3390/ijerph17124272
Karim, F., & Rehman, O. (2012). Impact of Job
Satisfaction, Perceived Organizational Justice and Employee Empowerment on
Organizational Commitment in Semi-Government Organizations of Pakistan. Journal
of Business Studies Quarterly, 3(4), 92–104.
Kariuki, A., & Kiambati, K. (2017). Empowerment,
Organizational Commitment, Organization Citizenship Behavior and Firm
Performance. Management Studies, 5(4), 290–300.
https://doi.org/10.17265/2328-2185/2017.04.003
Linda, M. R., Sutiyem, Trismiyanti, D., Yonita, R., &
Suhery. (2021). The impact of job satisfaction on organizational commitment
with employee engagement as moderating variable. Journal of Management Info,
8(1), 90–104. https://doi.org/10.31580/jmi.v8i1.1708
Loan, L. T. M. (2020). The influence of organizational
commitment on employees’ job performance: The mediating role of job
satisfaction. Management Science Letters, 10(14), 3308–3312.
https://doi.org/10.5267/j.msl.2020.6.007
Luthans, F. (2011). Organizational behaviour: an
evidence-based approach (12th ed.). New York: McGraw-Hill.
Ma’rufi, A. R., & Anam, C. (2019). Faktor yang
mempengaruhi komitmen organisasi. In Prosiding Seminar Nasional Magister
Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (pp. 442–446).
Megawati, M., & Syahna, N. (2018). Pengaruh Kepuasan
Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Dengan Persepsi Dukungan Organisaional
Sebagai Variabel Moderasi. Jurnal Manajemen Inovasi, 9(1), 35–46.
Meyer, J. P., & Alien, N. J. (1991). A three-component
conceptualization of organizational commitment. Human Resource Management
Review, 1(1), 61–89. https://doi.org/10.1016/1053-4822(91)90011-Z
Murtiningsih, R. S., & Puspa, T. (2019). Masihkah Job
Satisfaction Dan Motivation Memengaruhi Organizational Commitment? Jurnal
Manajemen Dan Pemasaran Jasa, 12(1), 147.
https://doi.org/10.25105/jmpj.v12i1.3000
Ozan, M. B., Ozdemir, T. Y., & Yaras, Z. (2017). The
Effect Of Social Capital Elements On Job. European Journal of Education
Studies, 3(4), 49–68.
Radnyanamastri, N., & Ardana, I. (2017). Pengaruh
Pemberdayaan Karyawan Dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Pada
PT. Raditya Dewata Perkasa. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 6(11),
248203.
Ratnaningsih, D. S. (2021). Pengaruh Kepuasan Kerja, Stres
Kerja, dan Komitmen Organisasional terhadap Turnover Intention. Jurnal Ilmu
Manajemen, 9(3), 1267–1278. https://doi.org/10.26740/jim.v9n3.p1267-1278
Reidhead, C. (2020). Impact of Organizational Culture on
Employee Satisfaction: A Case of Hilton Hotel, United Kingdom. Journal of
Economics and Business, 3(1), 2020.
https://doi.org/10.31014/aior.1992.03.01.209
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2015). Organizational
Behavior (17th Editi). New Jersey: Pearson Education, Inc., Upper Saddle River.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2016). Organizational
Behavior (16th ed.). New Jersey: Pearson Prentice Hall. (R&J).
Saban, D., Basalamah, S., Gani, A., & Rahman, Z. (2020).
Impact Of Islamic Work Ethics, Competencies, Compensation, Work Culture On Job
Satisfaction And Employee Performance: The Case Of Four Star Hotels. European
Journal of Business and Management Research, 5(1), 2020.
https://doi.org/10.24018/ejbmr.2020.5.1.181
Sayadi, E., & Hayati, A. (2014). The Relationship between
Social Capital and Organizational Commitment of Employees in Zanjan Education
Organization: (A Case Study). International Journal of Academic Research in
Economics and Management Sciences, 3(5), 166.
https://doi.org/10.6007/IJAREMS/v3-i5/1219
Sedarmayanti, H. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia;
Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Reflika Aditama.
Shintya, G. A. (2018). Komitmen Pelaksana Pelayanan Publik.
Retrieved from
https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--komitmen-pelaksana-pelayanan-publik
Sohail, M., & Ilyas, M. (2018). The impact of Job
Satisfaction on aspects of Organizational Commitment (Affective, Continuance
and Normative Commitment). Journal of Managerial Sciences, 12(3),
221–234.
Sugiyono. (2021). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif Dan R&D (Kedua). Bandung: Alfabeta.
Sulistiono, D., Hermawan, A., & Sukmawati, A. (2020). The
Effect Of Empowerment And Employee Engagement On Job Satisfaction,
Organizational Commitment And Its Impact On Performance Of PTPN V. Jurnal
Manajemen Dan Agribisnis, 7. https://doi.org/10.17358/jma.16.3.142
Suryanatha, B., & Ardhana, K. (2014). Pengaruh
Kepemimpinan Transformasional dan Komitmen Organisasi terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan dan Organizational Citizenship Behaviour (OCB) pada Baleka Resort
Hotel dan Spa Legian. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 3(4),
1155–1170.
Tarigan, V., & Ariani, D. W. (2015). Empirical study
relations job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention. Advances
in Management and Applied Economics, 5(2), 21.
Thomas, K. W., & Velthouse, B. A. (1990). Cognitive
Elements of Empowerment: An “Interpretive” Model of Intrinsic Task Motivation. Academy
of Management Review, 15(4), 666–681.
https://doi.org/10.5465/amr.1990.4310926
Viseu, J., Pinto, P., Borralha, S., & de Jesus, S. N.
(2020). Role of individual and organizational variables as predictors of job
satisfaction among hotel employees. Tourism and Hospitality Research, 20(4),
466–480. https://doi.org/10.1177/1467358420924065
Wanjiku, N. A., & Nickson, J. A. (2014). Effect of
Organization Culture on Employee Performance in Non-Governmental Organization. International
Journal of Scientific and Research Publicatio. University of Kenya., 4,
11.
Wen, J., Huang, S. (Sam), & Hou, P. (2019). Emotional
intelligence, emotional labor, perceived organizational support, and job
satisfaction: A moderated mediation model. International Journal of
Hospitality Management, 81, 120–130.
https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2019.01.009
Widayanti, K., & Sariyathi, N. (2016). Pengaruh Kepuasan
Kerja, Pemberdayaan Karyawan, Dan Stres Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pada
CV. Akar Daya Mandiri. E-Jurnal Manajemen Unud, 5(11), 7022–7049.
Widodo, W., & Damayanti, R. (2020). Vitality of job
satisfaction in mediation: The effect of reward and personality on
organizational commitment. Management Science Letters, 10(9),
2131–2138. https://doi.org/10.5267/j.msl.2020.1.016
Winarsih, T., & Fariz, F. (2021). The Effect of Job
Satisfaction on Organizational Commitment and Work Discipline. Budapest
International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities and
Social Sciences, 4(1), 1328–1339.
https://doi.org/10.33258/birci.v4i1.1759
Windasari, R., & Rahmasari, D. (2018). Perbedaan Komitmen
Organisasi Pada PNS dan Non PNS di Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik. Character :
Jurnal Penelitian Psikologi, 05(03).
Zaraket, W., Garios, R., & Abdel Malek, L. (2018). The
Impact of Employee Empowerment on the Organizational Commitment. Journal of
Public Administration and Governance, 8(3), 284.
https://doi.org/10.5296/jpag.v8i3.13515
Copyright holder: Hadi Sunaryo, R.A. Marlien (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |