Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
FORMULASI SEDIAAN HAIR TONIC
EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynous
(L.) Merr) DAN UJI EFEKTIVITAS TERHADAP PERTUMBUHAN RAMBUT TIKUS
Sara Surya*,
Sefrianita Kamal, Lusia Eka Putri
Program Studi S1 Farmasi Universitas Dharma Andalas,
Padang
Email: [email protected]*
Hair tonic digunakan untuk menstimulasi
pertumbuhan rambut yang digunakan dengan dioleskan pada kulit kepala. Salah
satu bahan aktif yang digunakan untuk pembuatan sediaan hair tonic yaitu daun katuk. Bahan alam seperti daun katuk memiliki
kandungan senyawa flavonoid, alkaloid dan saponin yang mempunyai aktivitas
dalam meningkatkan pertumbuhan rambut, selain itu daun katuk juga mengandung
vitamin A, E, seng dan mineral yang juga baik dalam membantu pertumbuhan
rambut. Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi sediaan hair tonic ekstrak daun katuk dan
melakukan uji efektivitas terhadap pertumbuhan rambut tikus. Daun katuk di
ekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Konsentrasi
ekstrak daun katuk yang digunakan untuk formulasi adalah 10%, 15% dan 20%.
Hasil evaluasi pada uji organoleptis sediaan hair tonic ekstrak daun katuk berbentuk cairan dengan bau khas daun
katuk, warna hijau kehitaman, memiliki pH secara keseluruhan berkisar antara
5,3 sampai 6,3 dan bersifat homogen. Nilai viskositas berkisar antara 0,93
mPa.s sampai 2,63 mPa.s. Bobot jenis sediaan sebesar 0,970 g/ml sampai 1,019
g/ml. Hasil pengukuran pertumbuhan rambut tikus selama 28 hari dengan
konsentrasi ekstrak 0%, 10%, 15%, 20% dan k(+) secara berturut-turut yaitu
11,08mm, 13,11mm, 13,82mm,15,03mm, 17,30mm. Berdasarkan hasil penelitian,
disimpulkan bahwa ekstrak daun katuk dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan hair tonic dan sediaan yang paling baik
digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan rambut adalah formula dengan
konsentrasi 20%.
Kata Kunci: Daun katuk, Hair tonic, Evaluasi,
Pertumbuhan rambut
Abstract
Hair tonic is used to stimulate hair growth which is used by applying
it to the scalp. One of the active ingredients used for making hair tonic
preparations is Katuk leaves. Natural ingredients in Katuk leaves include
flavonoid compounds, alkaloids, and saponins that increase hair growth. Besides
that, Katuk leaves also contain vitamins A, E, zinc and minerals, which are
also good for helping hair growth. This study was aimed to formulate a hair
tonic preparation from Katuk leaves extract and test its effectiveness on the
hair growth of rats. Katuk leaves were extracted by maceration using 70%
ethanol solvent. The concentration of Katuk leaves extract used for the
formulation was 10%, 15%, and 20%. The evaluation results on the organoleptic
test of the hair tonic preparation from Katuk leaves extract are liquid form
with a distinctive odour of Katuk leaves, blackish green colour, overall pH
values between 5.3 and 6.3, and homogeneous. Viscosity value has range between
0.93 mPa.s and 2.63 mPa.s. The density of the preparations is 0.970 g/ml to
1.019 g/ml. The results of hair growth measurement of rats for 28 days with
extract concentrations of 0%, 10%, 15%, 20% and k(+) respectively are 11.08mm,
13.11mm, 13.82mm, 15.03mm, 17.30mm. Based on the study results, it is concluded
that Katuk leaves extract can be formulated in hair tonic preparations. The
best preparation used to increase hair growth is a formula with a concentration
of 20%.
Keywords: Katuk leaves, Hair tonic, Evaluation, Hair growth.
Rambut mempunyai peran dalam proteksi terhadap
lingkungan yang merugikan, antara lain suhu dingin atau panas, dan sinar
ultraviolet. Selain itu, rambut juga berperan untuk melindungi kulit terhadap
pengaruh-pengaruh buruk misalnya alis melindungi mata agar
keringat tidak mengalir ke mata, sedangkan bulu hidung menyaring udara (Rudi, 2014).
Rambut
sehat memiliki ciri-ciri tebal, berwarna hitam, berkilau, tidak kusut dan tidak
rontok. Namun tidak semua orang dapat memiliki rambut sehat, karena dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur, genetik, stres, penyakit
kulit tertentu, efek samping obat dan makanan yang dikonsumsi. Ciri-ciri
kerusakan rambut antara lain kusam/tidak berkilau, kusut/sulit diatur,
berminyak, rambut bercabang, rambut mudah patah, dan rontok berlebihan (Purnamasari & Suhartiningsih, 2013); (Rudi, 2014).
Hair tonic adalah sediaan kosmetik
yang memiliki bentuk cair hasil campuran dari bahan kimia atau herbal dengan
bahan lainnya (Hidayah et al., 2020).
Fungsi dari hair tonic adalah untuk meningkatkan sirkulasi darah di kulit
kepala sehingga dapat mencegah rambut rontok, meningkatkan pertumbuhan rambut,
mencegah timbulnya ketombe dan gatal serta memberikan rasa menyegarkan pada
kulit kepala (Rusdiana, 2018). Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas terhadap
pertumbuhan rambut adalah daun katuk (Sauropus androgynous (L.) Merr.) (Hidayah et al., 2020).
Katuk
(Sauropus androgynous (L.) Merr.) merupakan
tanaman yang mudah tumbuh di Indonesia dan telah dikenal secara empiris sebagai
penambah ASI, pereda panas, membantu mengatasi bisul, borok dan mengembalikan
suara parau (RI, 2017).
Daun katuk (Sauropus androgynous (L.)
Merr.) juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengatasi kebotakan dan
menyehatkan rambut dengan cara ditumbuk dengan susu dan digunakan secara
topikal (Ong et al., 2011).
Berdasarkan
uraian diatas, penulis tertarik untuk memformulasikan kandungan ekstrak daun
katuk (Sauropus androgynous (L.)
Merr) sebagai bahan aktif dalam sediaan hair tonic dan melakukan pengujian
terhadap pertumbuhan rambut pada tikus putih.
Tahapan
dalam penelitian ini yaitu:
a)
Pengumpulan Sampel
Sampel
yang digunakan untuk penelitian adalah daun katuk (Sauropus androgynous (L.) Merr.) yang diperoleh dari Nagari Ladang
Panjang, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat.
b)
Pembuatan Ekstrak Daun Katuk
Daun katuk disortasi dan dicuci, lalu dikeringkan selama ± 1 minggu
kemudian diblender, dihaluskan dan ditimbang sebanyak 1500 gram. Kemudian
simplisia direndam dengan pelarut etanol 70% di dalam maserator dan didiamkan
selama 3x24 jam sambil sesekali diaduk. Maserat dipisahkan dengan cara
filtrasi. Residunya dimaserasi kembali sebanyak 2 kali dengan etanol 70% dengan
menggunakan prosedur yang sama. Dikumpulkan semua maserat, diuapkan dengan
destilasi, selanjutnya dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu 60º C
hingga didapatkan ekstrak kental (Badan, 2013).
Kemudian dihitung randemen sampel.
c)
Pemeriksaan Ekstrak
·
Uji Organoleptik
Uji organoleptik,
dilakukan dengan pengenalan secara fisik menggunakan panca indera untuk
mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa dari suatu sediaan yang dibuat (Depkes, 2000).
·
Kadar Air
Uji organoleptik,
dilakukan dengan pengenalan secara fisik menggunakan panca indera untuk
mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa dari suatu sediaan yang dibuat (Depkes, 2000).
·
Penetapan Kadar Abu
Ekstrak daun katuk
(Sauropus androgynous (L.) Merr.)
ditimbang 2-3 g, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah ditara,
dipijarkan dalam tanur perlahan-lahan, kemudian dinaikkan 27 secara bertahap
hingga 600oC selama 6 jam hingga sampel menjadi abu. Kemudian didinginkan di
dalam desikator dan ditimbang berat abu. Kadar abu ditentukan dalam persen
terhadap berat sampel yang digunakan (Depkes, 2000).
·
Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang
diperoleh pada penetapan kadar abu total, ditambahkan HCl 10% hingga 25 ml,
dipanaskan selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring
melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, kemudian dipijarkan
dalam krus hingga bobot tetap menggunakan tanur. Kadar abu yang tidak larut
asam dihitung terhadap bahan uji. Kadar abu tidak larut asam dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut: (Depkes, 2000).
d)
Pemeriksaan Kandungan Kimia
·
Uji Kandungan Flavonoid
Sebanyak 0,5 g
ekstrak ditambahkan dengan air panas, didihkan selama 5 menit, kemudian disaring.
Filtrat ditambahkan 0,05 mg serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat, kemudian dikocok
kuat-kuat. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau
jingga (Harbone, 1987).
·
Uji Kandungan Alkaloid
Sebanyak 0,5 g
ekstrak ditambahkan reagen Mayer sebanyak 4-5 tetes. Apabila terbentuk endapan
berwarna putih menunjukkan bahwa sampel tersebut mengandung alkaloid (Harbone, 1987).
·
Uji Kandungan Saponin
Sebanyak 0,5 g
ekstrak ditambahkan 10 ml air panas sambil dikocok selama 1 menit. Bila busa
yang terbentuk tetap stabil ± 7 menit, maka ekstrak positif mengandung saponin (Harbone, 1987).
·
Uji Kandungan Tanin
Sebanyak 0,5 g
ekstrak diencerkan dengan air dan panaskan di waterbath kemudian tambahkan
pereaksi FeCl3, akan terbentuknya warna hijau, jika ditambahkan gelatin maka
akan terbentuk endapan putih menunjukkan adanya golongan tanin (Harbone, 1987).
·
Uji Kandungan Steroid dan Terpenoid
Sebanyak 0,5 g
ekstrak ditambahkan asam asetat anhidrat sebanyak 10 tetes dan H2SO4 pekat
sebanyak 2 tetes. Larutan dikocok 29 perlahan dan dibiarkan selama beberapa
menit. Steroid memberikan warna biru atau hijau, sedangkan triterpenoid
memberikan warna merah atau ungu (Harbone, 1987).
e)
Formula Sediaan
Tabel 1. Formulasi Sediaan Hair
Tonic
Bahan |
Formula (%) |
|||
F0 |
F1 |
F2 |
F3 |
|
Ekstrak Daun Katuk |
- |
10 |
15 |
20 |
Etanol 96% |
40 |
40 |
40 |
40 |
Propilen glikol |
20 |
20 |
20 |
20 |
Metil paraben |
0,1 |
0,1 |
0,1 |
0,1 |
Propil paraben |
0,02 |
0,02 |
0,02 |
0,02 |
Natrium metabisulfit |
0,05 |
0,05 |
0,05 |
0,05 |
Menthol |
0,2 |
0,2 |
0,2 |
0,2 |
Aquadest ad |
100 |
100 |
100 |
100 |
keterangan:
kontrol positif (+) menggunakan Hair tonic minoxidil 2%
f) Pembuatan Sediaan
Pembuatan formula sediaan dibuat dengan cara semua bahan-bahan ditimbang. Metil paraben 0,1 g, propil paraben 0,02 g dan mentol 0,2 g dilarutkan dalam etanol sebanyak 40 ml, kemudian tambahkan propilenglikol sedikit demi sedikit sebanyak 20 ml (larutan 1). Natrium metabisulfit sebanyak 0,05 g dilarutkan dengan aquadest, aduk hingga homogen, selanjutnya dicampurkan dengan esktrak yang telah dilarutkan dengan aquades (larutan 2). Larutan 1 dicampurkan kedalam larutan 2. Sisa aquades ditambahkan sedikit demi sedikit dan diaduk hingga homogen.
g) Evaluasi Sediaan
· Uji Organoleptik
Pengamatan organoleptik dilakukan dengan mengamati warna, bau dan
bentuk sediaan selama 4 minggu penyimpanan (Ansel, 1989).
· Pemeriksaan pH
Pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan indikator universal atau
pH meter. Pengukuran pH dengan menggunakan PH meter dilakukan dengan kalibrasi
alat pada pH 4 dan 7, kemudian celupkan pH meter kedalam sediaan dan baca pH
yang tertera. pH sediaan hair tonic disesuaikan dengan pH kulit kepala, yaitu
berkisar 4,5-6,5 diamati selama 4 minggu (Ansel, 1989).
· Uji Viskositas
Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer
Brookfield. Caranya adalah menempatkan sedian hair tonic ekstrak daun 31 katuk
ke dalam beker gelas, kemudian diletakan dibawah alat Viskometer Brookfield dengan
tongkat pemutar (spindel) pada kecepatan 60 rpm. Spindel dimasukkan kedalam sediaan
sampai terendam. Kemudian alat dinyalakan. Pengamatan dilakukan selama 4 minggu
penyimpanan (Ansel, 1989).
· Uji Homogenitas
Sediaan Hair tonic diletakkan diatas obyek glass kemudian diratakan,
dan diamati secara visual diamati selama 4 minggu penyimpanan (Naibaho et al., 2013).
· Uji bobot jenis
Pengukuran bobot jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer pada suhu ruangan. Pengukuran bobot jenis yang dilakukan menggunakan piknometer dengan cara sebagai berikut: piknometer kosong (w1) ditimbang, lalu diisi dengan air suling, bagian luar piknometer dilap sampai kering dan ditimbang (w2). Air suling tersebut dibuang dan piknometer dikeringkan lalu diisi dengan sediaan Hair tonic yang yang akan diukur bobot jenisnya (w3) kemudian ditimbang dan dihitung dengan rumus: (Ansel, 1989).
g/ml)
h) Uji Pertumbuhan Rambut
· Penyiapan Hewan Uji
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan dengan berat badan lebih kurang 200-250 gram sebanyak 25 ekor. Sebelum pengujian efektivitas terhadap pertumbuhan rambut tikus, tikus yang akan digunakan digunakan diaklimatisasi selama 1 minggu untuk membiasakannya pada lingkungan percobaan. Kemudian tikus dibagi dalam 5 kelompok yang terdiri dari 1 kelompok kontrol negative, 3 kelompok uji dan 1 kelompok kontrol positif (pembanding). Masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.
Rambut pada bagian punggung masing-masing
tikus dicukur dengan alat pencukur rambut dengan luas 4 cm x 4 cm. Setelah
diperoleh rambut yang agak pendek, lalu dioleskan krim depilatori (krim Veet®)
selama 3-5 menit pada bagian yang dicukur tersebut. Setelah itu, bilas dengan
air hingga rambut rontok. Pada bagian tengah punggung tikus yang dicukur dibuat
kotak untuk tiap daerah uji dengan menggunakan spidol. Tikus didiamkan selama
24 jam kemudian baru dilakukan pengujian.
i) Uji Efektivitas Sediaan Hair Tonic
Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynous (L) Merr)
Uji efektivitas sediaan hair tonic ekstrak daun katuk terhadap laju pertumbuhan rambut dilakukan dengan mengoleskan sediaan setiap hari 2 kali yaitu pagi dan sore sebanyak 4 tetes pada masing-masing daerah pengujian. Pengelompokkan dibagi menjadi: (Anisah et al., 2017)
Tabel
2. Uji Efektivitas
Sediaan Hair Tonic Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynous (L) Merr)
Kelompok |
Perlakuan |
Jumlah Tikus
(Ekor) |
1 |
Diolesi sediaan yang
tidak mengandung ekstrak daun katuk sebagai kontrol negatif. |
5 |
2 |
Diolesi sediaan yang
mengandung ekstrak daun katuk 10% (formula 1) |
5 |
3 |
Diolesi sediaan yang
mengandung ekstrak daun katuk 15% (formula 2) |
5 |
4 |
Diolesi sediaan yang
mengandung ekstrak daun katuk 20% (formula 3) |
5 |
5 |
Diolesi sediaan yang
mengandung minoxidil sebagai kontol positif (pembanding) |
5 |
Pengamatan dilakukan selama 28 hari, Hari pertama pengolesan
dianggap hari ke-0. Pengujian dilakukan dengan mengambil 10 helai rambut tikus
tiap 7 hari sekali, dihitung pada hari ke-7, ke-14, ke-21 dan ke-28. Rambut diambil
dengan cara dicabut, diluruskan dan ditempelkan pada solatip, kemudian diukur
panjang rambut dengan menggunakan jangka sorong (Sulastri et al., 2019).
j) Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian diolah secara statistik dengan
menggunakan uji ANOVA dua arah (two way) dengan faktor independent (formula dan
waktu) dan faktor dependent (panjang rambut). Kemudian untuk melihat perbedaan
bermakna antar perlakuan dilakukan uji lanjut (Post hoc) menggunakan uji
Duncan.
Maserasi
dari 1500 gram serbuk daun katuk didapatkan ekstrak kental sebanyak 196,1 gram
dan rendemen ekstrak yaitu 13,07 %. Menurut Farmakope Herbal Indonesia Edisi
II, rendemen ekstrak daun katuk tidak kurang dari 7,6%. Hal ini menunjukkan
bahwa rendemen yang diperoleh memenuhi persyaratan literatur (RI, 2017).
Uji
parameter spesifik (organoneptik) ekstrak daun katuk
didapatkan ekstrak kental berwarna hijau kehitaman, berbau khas dari daun katuk
dan rasa agak pahit. Hasil yang diperoleh
memenuhi kriteria ekstrak daun katuk yang tercantum dalam Farmakope Herbal
Indonesia Edisi II.
Pada
uji parameter non spesifik ekstrak daun katuk didapatkan hasil kadar air 7,5%,
kadar abu total ekstrak daun katuk 0,29% dan kadar abu tidak larut asam ekstrak
daun katuk 0,17%. Menurut Farmakope Herbal Edisi II (2017) persen kadar air
tidak boleh lebih dari 10% maka hasil yang didapatkan
sesuai dengan rentang yang baik. Uji kadar air dilakukan untuk memberi batasan
minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam ekstrak, karena makin
tinggi kadar air, makin mudah ditumbuhi kapang dan jamur sehingga dapat
menurunkan aktivitas biologi ekstrak dalam masa penyimpanan (Depkes, 2000). Hasil uji kadar abu memenuhi standar yaitu tidak lebih dari 0,4% (RI, 2017). Sedangkan uji kadar abu tidak larut asam ekstrak daun katuk
memberikan hasilnya tidak memenuhi standar yaitu
tidak lebih dari 0,1% (RI, 2017).
Tingginya kadar abu tidak larut dalam asam menunjukkan adanya kandungan silikat
yang berasal dari pasir, tanah dan unsur logam lainnya (Guntarti dkk, 2015).
Hasil uji fitokimia menunjukkan adanya senyawa flavonoid,
alkaloid, saponin dan tanin. Dari hasil yang telah
dilakukan terhadap ekstrak daun katuk menunjukkan bahwa ekstrak daun katuk positif
mengandung senyawa flavonoid yang ditandai dengan terbentuknya warna jingga,
senyawa alkaloid yang menunjukkan terbentuknya endapan berwarna putih, senyawa
saponin yang ditandai dengan terbentuknya busa yang tetap stabil ± 7 menit, dan
senyawa tanin yang ditandai dengan larutan berwarna hijau hitam disertai
endapan putih.
Hasil
pemeriksaan organoleptik sediaan hair tonic meliputi warna, bau dan bentuk yang
dilakukan terhadap 4 formula: F0 (Kontrol negatif), F1 (Formula mengandung 10%
ekstrak daun katuk), F2 (Formula mengandung 15% ekstrak daun katuk), F3 (Formula
mengandung 20% ekstrak daun katuk) setiap minggu selama 4 minggu. Hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa keempat formula memiliki warna yang stabil, bau
yang khas dan berbentuk cair. Dari hasil evaluasi 46
organoleptis sediaan hair tonic ekstrak daun katuk menyatakan bahwa sediaan ini
tidak mengalami perubahan selama penyimpanan. Ini berarti bahwa sediaan termasuk
sediaan yang baik karena tidak mengalami perubahan.
Selanjutnya hasil pemeriksaan pH menunjukkan bahwa pH sediaan
berkisar antara 5,3-6,3. Hasil analisis, Ph dipengaruhi secara nyata oleh
kelompok formula dan waktu (p0,05). Pengaruh formula terhadap pH memberikan
hasil yang tidak berbeda nyata, dimana F1, F2 dan F3 didapatkan hasil yang
tidak berbeda nyata dengan nilai F1 lebih kecil dibandingkan dengan F2 dan F3.
Sedangkan untuk F0 (kontrol negative) dibandingkan dengan F1, F2 dan F3
memberikan hasil yang berbeda nyata, dimana nilai F0 paling besar dibandingkan
dengan formula lainnya. Dengan demikian formula ekstrak daun katuk mempengaruhi
penurunan Ph. Sedangkan pengaruh waktu terhadap pH sediaan menunjukkan bahwa
pada hari ke-0,7, 14, 21 dan 28 memberikan
hasil pH yang berbeda nyata dalam waktu penyimpanan. Tetapi pada hari ke0 dan 7
lebih besar dibandingkan dengan hari ke 14, 21 dan 28. Adanya perbedaan pH
hari-hari tersebut menunjukkan bahwa waktu penyimpanan berpengaruh terhadap pH.
Hasil pemeriksaan pH secara keseluruhan yaitu F0 5,4-6,3, F1 5,5-6,0, F2
5,3-5,9 dan F3 5,3-5,9, sesuai SNI 16-4955-1998 yang menyebutkan bahwa pH
sediaan hair tonic berkisar antara 3,0-7,0. Hal tersebut dikarenakan pH kulit
berkisar antara 4,5 - 6,5. Dari
hasil evaluasi pH maka dapat disimpulkan bahwa seluruh sediaan hair tonic yang
telah diformulasi memiliki pH yang dapat diterima.
Hasil
pemeriksaan viskositas menunjukkan bahwa sediaan hair tonic ekstrak daun katuk
berkisar antara 0,93 sampai 2,63 mPa.s. Hasil viskositas dipengaruhi secara
nyata oleh kelompok formula dan waktu (p0,05). Pada F3 didapatkan hasil yang
berbeda nyata dengan F0, 39 F1 dan F2, dimana F3 memiliki nilai lebih besar
dibandingkan dengan formula lainnya. Pada F0, F1 dan F2 didapatkan hasil yang
tidak berbeda nyata, dimana F1 nilainya lebih kecil dibandingkan dengan F0 dan
F2. Sedangkan pengaruh waktu terhadap viskositas sediaan pada hari ke-0 sampai
hari ke-28 didapatkan hasil analisis statistic yang berbeda nyata, dimana nilai
viskositas pada hari ke-28 nilainya lebih besar dibandingkan hari ke-0,7, 14
dan 21, tetapi pada hari ke-14 dan 21 di dapatkan hasil analisis statistic yang
tidak berbeda nyata dengan nilai viskositas pada hari ke-21 lebih kecil
dibandingkan dengan hari ke-14, sehingga dapat dikatakan viskositas keempat
formula tidak stabil selama penyimpanan. Dari hasil
evaluasi viskositas sediaan hair tonic ekstrak daun katuk menyatakan bahwa
masingmasing formula memiliki viskositas yang stabil dan memenuhi syarat karena
sediaan hair tonic ekstrak daun katuk memiliki viskositas yang rendah.
Hasil
pemeriksaan homogenitas menunjukkan bahwa formula sedian hair tonic ekstrak
daun katuk tetap homogen selama penyimpanan dalam 4 minggu yang berarti semua
bahan yang terdispersi merata tanpa ada partikel yang tidak larut, sehingga
sediaan hair tonic mempunyai efek yang sama pada saat diaplikasikan ke kulit
kepala (Indriyani, 2021).
Hasil
pemeriksaan bobot jenis sediaan berkisar 4 antara 0,001 g/ml sampai 1,019 g/ml.
Hasil analisis, bobot dipengaruhi secara nyata oleh kelompok formula (p0,05).
Pengaruh formula terhadap bobot jenis memberikan hasil yang tidak berbeda
nyata, dimana F2 dan F3 didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan nilai
F2 lebih kecil dibandingkan dengan F3. Sedangkan untuk 40 F0 (kontrol
negative), F1, dan F2 memberikan hasil yang berbeda nyata, dimana nilai F2
paling besar dibandingkan dengan formula lainnya. Dengan demikian formula
ekstrak daun katuk mempengaruhi peningkatan viskositas. Sedangkan pengaruh
waktu terhadap viskositas sediaan menunjukkan bahwa pada hari ke-0,7, 14,21
dan 28 memberikan hasil viskositas yang tidak berbeda nyata dalam waktu
penyimpanan. Adanya perbedaan viskositas pada hari-hari tersebut menunjukkan
bahwa waktu penyimpanan tidak berpengaruh terhadap viskositas. Hasil
evaluasi ini menunjukkan bahwa perbedaan bobot jenis keempat formula terhadap
lamanya penyimpanan tidak berbeda jauh satu sama lain atau masih relatif stabil
dengan tidak terjadinya perubahan bobot jenis yang signifikan dari
masing-masing pengujian sediaan.
Selanjutnya uji pertumbuhan rambut sediaan hair
tonic ekstrak daun katuk selama 28 hari menunjukkan pertumbuhan rambut tikus
dengan rata-rata F0 11,08±0,058 mm, F1 13,11±0,047 mm, F2
13,82±0,029 mm, F3 15,03±0,163 mm dan kontrol positif 17,30±0,041 mm. Selama
aklimatisai hewan percobaan tidak menunjukkan penurunan berat badan lebih dari
10% dan secara visual memperlihatkan perilaku normal. Aklimatisai bertujuan
untuk penyeragaman perlakuan dan juga untuk membiasakan hewan pada kondisi dan
perlakuan yang baru (Purnamasari & Suhartiningsih, 2013).
Hewan percobaan yang digunakan adala tikus putih jantan, karena mudah diperoleh
dalam jumlah banyak, mempunyai respon yang cepat dan memberikan gambaran secara
ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia (Sihombing, 2010).
Pemilihan tikus jantan dikarenakan tikus jantan lebih stabil dibandingkan
dengan tikus betina yang memiliki hormon estrogen yang dapat menghambat
pertumbuhan rambut sehingga dapat menghambat proses penelitian (Rudi, 2014).
Gambar 1. Pertumbuhan Rambut pada Tikus
Dilihat
dari analisis menggunakan IBM SPSS STATISTIC versi 25. Pada uji homogenitas
menunjukkan bahwa data homogen karena diperoleh nilai p= 0,147 (p>0,05).
Berdasarkan uji ANOVA dua arah perbedaan formula berpengaruh terhadap
pertumbuhan rambut selama 28 hari. Pada kelompok formula, waktu dan interaksi
antara formula dan waktu memberikan pengaruh secara signfikan (p<0,05) terhadap pertumbuhan rambut. Pada kelompok formula didapatkan
nilai p=<0,001, Kelompok waktu p=<0,001
dan
kelompok interaksi formula dengan waktu menunjukkan nilai p=0,009.
Pada
uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) Pengaruh formula terhadap
perubahan panjang rambut tikus secara statistik didapatkan hasil yang berbeda
nyata antara F0 (kontrol negative) dengan F1, dimana nilai pertumbuhan rambut
yang diberikan F1 lebih besar dibandingkan F0 (kontrol negative). Pada F2
dengan F3 didapatkan pengaruh pertumbuhan rambut tidak berbeda nyata tetapi
nilai pertumbuhan rambut pada F3 lebih besar dibandingkan dengan F2. Sedangkan
pada kontrol positif didapatkan hasil berbeda nyata dengan formula lainnya,
dengan nilai pertumbuhan rambut kontrol positif lebih besar daripada F1, F2 dan
F3. Dengan hasil yang 50 demikian dapat dikatakan semakin tinggi konsentrasi
ekstrak pada formula sediaan hair tonic maka semakin besar nilai pertumbuhan
rambut. Pada uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) Pengaruh waktu
terhadap pertumbuhan rambut pada hari ke-7, hari ke-14 hari ke-21 dan hari
ke-28 didapatkan hasil analisis statistik yang sangat berbeda nyata, dimana
nilai pertumbuhan rambut tikus pada hari ke-28 nilainya lebih besar
dibandingkan dengan hari ke-21, hari ke 14 dan hari ke-7. Dari hasil pengaruh waktu
secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu pemberian sediaan
hair tonic ekstrak daun katuk maka semakin besar nilai pertumbuhan rambut pada
tikus.
Berdasarkan
hasil analisa statistik, terlihat bahwa sediaan hair tonic ekstrak daun katuk
pada F1, F2 dan F3 mempunyai efektivitas dalam meningkatkan pertumbuhan rambut.
formula yang baik digunakan dalam meningkatkan pertumbuhan rambut pada penelitian
ini adalah formula 3 dengan konsentrasi 20%, karena formula 3 memiliki
pertumbuhan rambut tikus yang nilainya mendekati kontrol positif.
Dari
penelitian yang telah dilakukan dapat kesimpulan bahwa:
1.
Ekstrak daun katuk (Sauropus androgynous (L.) Merr) dengan
konsentrasi 10%, 15% dan 20% dapat diformulasi dalam bentuk sediaan hair tonic
dan sediaan memenuhi persyaratan organoleptik (Bentuk, warna, dan bau), pH,
viskositas, homogenitas dan bobot jenis.
2.
Perbedaan konsentrasi ekstrak daun katuk dalam sediaan hair
tonic mempengaruhi efektivitas pertumbuhan rambut dengan konsentrasi paling baik
yaitu 20% dibandingkan dengan konsentrasi 10% dan 15%.
Anisah, S., Prabandari, S., & Ikhsanudin, M.
(2017). Pengaruh konsentrasi ekstrak daun teh (Camellia sinensis L.) sebagai
pertumbuhan rambut pada kelinci (Lepus spp.) dengan metode maserasi. Parapemikir:
Jurnal Ilmiah Farmasi, 6(2). Google
Scholar.
Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.
Edisi keempat. In Jakarta: UI Press. Google
Scholar.
Badan, P. O. M. (2013). RI,“Pedoman Teknologi
Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak. Volume, 2, 12–16. Google
Scholar.
Depkes, R. I. (2000). Parameter standar umum ekstrak
tumbuhan obat, Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Google
Scholar.
Harbone, J. B. (1987). Metode Fitokimia: Penuntun cara
modern menganalisis tumbuhan terbitan kedua. Terjemahan: Kosasih Padmawinata
Dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Google
Scholar.
Hidayah, R. N., Gozali, D., Hendriani, R., &
Mustarichie, R. (2020). Formulasi dan Evaluasi Sediaan Hair Tonic Anti Alopesia.
Majalah Farmasetika, 5(5), 218–232. Google
Scholar.
Indriyani, F. (2021). Formulasi dan Uji Stabilitas
Hair Tonic Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera L.) dan Seledri (Apium graviolens
L.). IJMS-Indonesian Journal on Medical Science, 8(1). Google
Scholar.
Naibaho, O. H., Yamlean, P. V. Y., & Wiyono, W.
(2013). Pengaruh basis salep terhadap formulasi sediaan salep ekstrak daun
kemangi (Ocimum sanctum L.) pada kulit punggung kelinci yang dibuat infeksi
Staphylococcus aureus. Pharmacon, 2(2). Google
Scholar.
Ong, H. C., Zuki, R. M., & Milow, P. (2011).
Traditional knowledge of medicinal plants among the Malay villagers in Kampung
Mak Kemas, Terengganu, Malaysia. Studies on Ethno-Medicine, 5(3),
175–185. Google
Scholar.
Purnamasari, D., & Suhartiningsih, S. (2013).
Pengaruh Jumlah Air Bonggol Pisang Klutuk Terhadap Sifat Fisik dan Masa Simpan
Hair Tonic Rambut Rontok. Jurnal Tata Rias, 2(3). Google
Scholar.
RI, K. K. (2017). Acuan Bahan baku obat tradisional
dari tumbuhan obat di Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Direktorat Jenderal Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Google
Scholar.
Rudi, K. (2014). Formulasi Sediaan Mikroemulsi
Minyak Kemiri (Aleurites moluccana L.), Mikroemulsi VCO (Virgin Coconut Oil)
Serta Kombinasi Keduanya sebagai Penyubur Rambut Terhadap Tikus Putih Jantan
Galur Wistar. Jakarta UI Press. Google
Scholar.
Rusdiana, I. (2018). Pengaruh Proporsi Ekstrak Lidah
Buaya (Aloe vera) dan Madu Sebagai Bahan Aktif Hair Tonic. Jurnal Tata Rias,
7(2). Google
Scholar.
Sihombing, M. (2010). Status Gizi Dan Fungsi Hati
Mencit (Galur CBS-Swiss) Dan Tikus Putih (Galur Wistar) Di Laboratorium Hewan
Percobaan Puslitbang. Biomedis Dan Farmasi. Media Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan, 20(1). Google
Scholar.
Sulastri, L., Indrawati, T., & Taurhesia, S.
(2019). Uji Aktivitas Penyubur Rambut Gel Kombinasi Ekstrak Air Teh Hijau Dan
Herba Pegagan. Medical Sains: Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 4(1), 19–34.
Google
Scholar
Tranggono, R. I. dan Latifah, F.
2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. Google Scholar.
Copyright holder: Sara Surya, Sefrianita Kamal,
Lusia Eka Putri (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |