Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
11, November 2022
PENGARUH METODE EKSTRAKSI DAN MEDIA
SEMAI TERHADAP VIABILITAS BENIH JABON MERAH (Anthocepalus
Macrophyllus)
Moda Talaohu, Lydia Riekie Parera
Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh Metode Ekstraksi dan Media Semai yang tepat terhadap viabilitas benih Jabon Merah (Anthocepalus macrophyllus), dan mengetahui
pengaruh interaksi dari metode ekstraksi
dengan media semai. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial dengan dua faktor yaitu
metode ekstraksi (A) dan
media semai (B). factor Metode
Ekstraksi terdiri dari taraf perlakuan
yaitu metode ekstraksi basah (A1), metode ekstraksi kering (A2) dan faktor
media semai terdiri dari taraf perlakuan
yaitu media semai pasir (B1), media semai
tanah (B2) dan media semai
cocopeat (B3). Dengan tiga
ulangan pada masing-masing taraf
perlakuan. Penelitian ini menunjukan bahwa pengaruh metode ekstraksi yang paling baik adalah metode
ekstraksi basah (A1)
dan media semai yang paling baik
adalah media semai tanah (B2). Interaksi dari metode ekstraksi
dan media semai yang paling baik
dan cocok adalah metode ekstraksi basah dan media semai tanah (A1B2), karena
dapat meningkatkan viabilitas dari benih Jabon Merah (Anthocepalus macrophyllus).
Kata Kunci: jabon merah; metode ekstraksi; media semai; viabilitas
Abstract
This
study aims to determine the effect of the Extraction Method and the appropriate
Seedling Media on the viability of Jabon Merah (Anthocepalus macrophyllus) seeds,
and to determine the interaction effect of the extraction method with the
seedling medium. This study used a completely randomized design with a
factorial pattern with two factors, namely the extraction method (A) and the
seedling medium (B). Extraction method factors consist of treatment levels,
namely, wet extraction method (A1), dry extraction method (A2) and seedling
media factors consist of treatment levels, namely sand seedling media (B1),
soil seedling media (B2), and cocopeat seedling media (B3). With three
replications at each treatment level. This study showed that the best effect of
the extraction method was the wet extraction method (A1) and the best seedling
medium was the soil seedling medium (B2). The interaction of the extraction
method and the seedling medium was the best and most suitable method of
extracting wet and soil seedling media (A1B2) because it could increase the
viability of the seeds of Jabon Merah (Anthocepalus macrophyllus).
Keywords:
jabon merah; extraction method;
seedling media; viability
Pendahuluan
Jabon merah (Anthocephalus macrophyllus)
merupakan jenis tanaman lokal cepat
tumbuh. Jabon merah termasuk jenis intoleran yaitu tumbuhan yang memerlukan cahaya murni (tak tahan
dengan adanya naungan) dalam proses tumbuhnya, sehingga anakan jabon merah
sangat sulit ditemukan dibawah tegakan pohon induknya. Tanaman Jabon merah
telah diusahakan sebagai komoditas perdagangan pada skala yang luas mulai dari
pengadaan benih, pembibitan, pertanaman, kayu dan produk olahannya. Selain untuk komoditas Hutan Tanaman Industri
(HTI), Jabon merah juga prospektif untuk dikembangkan melalui program berbasis masyarakat seperti Hutan Rakyat (HR) maupun Hutan Tanaman
Rakyat (HTR). Beberapa syarat
kesesuaian jenis tanaman untuk program tersebut dapat terpenuhi, seperti antara lain kemampuannya untuk tumbuh dengan
cepat. Tanaman Jabon merah juga tergolong mudah dalam pembudidayaannya dan dapat tumbuh dengan
baik pada berbagai tipe tanah.
Benih merupakan salah satu faktor penting
penunjang keberhasilan pembangunan tanaman. Benih yang baik adalah benih yang memiliki mutu genetik,
fisik dan fisiologik yang baik. Benih yang bermutu secara genetik adalah benih-benih unggul yang berasal dari sumber-sumber
benih yang jelas asal-usulnya dengan tingkat produktivitas dan adaptabilitas yang tinggi. Mutu secara fisik
dan fisiologik berhubungan kondisi benih itu
sendiri antara lain seperti: kebersihan, kemurnian maupun daya kecambahnya. Pengetahuan tentang pengelolaan benih tanaman Jabon merah
perlu dikuasai agar mutu benih dapat
dipertahankan dan dapat dipergunakan sesuai kebutuhan baik untuk materi pertanaman
ataupun untuk didistribusikan lebih lanjut. Pengetahuan pengelolaan benih yang baik dan benar akan mengurangi resiko kegagalan dalam pembangunan tanaman Jabon.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura
Ambon. Rancangan percobaan
yang digunakan adalah percobaan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana faktor A (metode ekstraksi) dan faktor B (media semai) dengan 3 kali ulangan.
Masing-masing taraf perlakuan
terdiri dari 0,25 gram.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : sprayer/penyiram tanaman, plastik kue (media kecambah), alat tulis, kamera
digital, saringan analitik,
kain sifon, timbangan digital, lesung kayu, pinset, termohigrometer,
nyiru. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: benih Jabon
merah (Anthocepalus macrophyllus), pasir gunung, tanah, Cocopeat.
Parameter yang diukur adalah persentase perkecambahan, laju perkecambahan
(diukur dengan menghitung rata-rata hari berkecambah), dan indeks vigor.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana faktor A (Metode Ekstraksi) dan Faktor B (Media Semai) dengan 3 kali ulangan. Masing-masing taraf perlakuan terdiri dari 0,25 gram. Adapun
tiap faktor dengan taraf perlakuannya sebagai berikut : faktor A (metode ekstraksi) dengan taraf perlakuan : A1 =
ekstraksi basah dan A2
= ekstraksi kering, faktor B (media semai) dengan taraf perlakuan
: B1 = pasir, B2 = tanah dan B3 = Cocopeat.
Hasil dan Pembahasan
1. Persentase Kecambah
Dari hasil penelitian, persentase rata-rata kecambah diperoleh sebesar 29,87%, dengan kisaran antara 3,73% - 86,36%.
Hal ini dapat dilihat untuk pertumbuhan
presentase kecambah yang
paling baik yaitu pada perlakuan A1B1 sebesar
50,88% dan media semai tanah
(B2) memiliki nilai
pertumbuhan yang sangat baik
sebesar 86,36%.
Perlakuan A1B2 mengalami pertumbuhan sebanyak 100%, dimana seluruh jumlah benih yang diuji seluruhnya berhasil berkecambah dan berpengaruh
sangat nyata pada taraf uji
5% maupun 1%.
Keterangan : A1 = Metode Ekstraksi Basah, A2 = Metode Ekstraksi Kering.
Gambar 1
Grafik Presentase Kecambah
2. Laju Perkecambahan
Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata laju perkecambahan benih yaitu 2,63 hari dengan kisaran
antara 0,85 - 7,03 hari.
Pada perlakuan media semai,
rata-rata laju perkecambahan
benih terendah adalah pada media semai cocopeat
(B3) yaitu 1,71 hari
dan laju perkecambahan tertinggi pada media semai tanah (B2) yaitu 4,15 hari. Sedangkan untuk metode ekstraksi,
yang terendah pada metode ekstraksi kering (A1) yaitu 1,06 hari dan yang tertinggi pada media ekstraksi basah (A2) yaitu 4,19 hari.
Keterangan: A1 = Metode Ekstraksi Basah, B2 = Metode Ekstraksi Kering
Gambar
2
Grafik Rata-Rata Laju Perkecambahan
3.
Index Vigor
Hasil
penelitian menunjukan bahwa pada perlakuan metode ekstrasi dan media semai terhadap benih Jabon Merah (Anthocepallus machrophyllus), nilai
rata-rata index vigor yang di diperoleh yaitu 59,92 dengan kisaran antara 6,64 - 177,57 dan berpengaruh sangat nyata terhadap index vigor benih Jabon Merah (Anthocepallus macrophyllus) pada taraf uji
5% dan 1%.
Keterangan: A1 = Metode Ekstraksi Basah, A2 = Metode Ekstraksi Kering
Gambar 3
Grafik Rata-Rata Index Vigor
4.
Metode Ekstraksi
Ekstraksi benih merupakan prosedur pelepasan dan pemisahan benih secara fisik
dari struktur buah yang menutupinya. Dengan kata lain, ekstraksi dilakukan untuk mengeluarkan biji dari buah/polongnya.
Pemisahan biji dari daging buah,
kulit benih, polong, kulit buah,
malai, tongkol dan sebagainya dengan tujuan agar benih tersebut dapat digunakan untuk bahan tanam yang memenuhi persyaratan (Kamil, 2002).
Jabon merupakan jenis tumbuhan penghasil kayu yang memiliki biji sangat kecil sehingga untuk mengestraksi atau memisahkan biji jabon dari
buahnya membutuhkan teknik khusus. (Mansur dkk.,
2010) mengemukakan bahwa biji Jabon dapat
diekstraksi dengan dua cara yaitu
melalui ekstraksi kering dan ekstraksi basah.
Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan metode ekstraksi dan media semai pada benih Jabon merah (Anthocepalus macrophyllus)
menghasilkan variasi perkecambahan atau pertumbuhan yang berbeda. Pada metode ekstraksi basah (A1) menghasilkan
pertumbuhan yang sangat baik
dibandingkan dengan metode ekstraksi kering (A2), hal ini disebabkan karena proses ekstraksi basah dan kering berbeda. Ekstraksi basah (A1), buah dari Jabon merah
(Anthocepalus macrophyllus) ini direndam sedangkan untuk ekstraksi kering buahnya dijemur. Untuk ekstraksi basah kandungan kadar air di dalam benih masih
dalam kadar optimum, lain hal dengan pada metode ekstraksi kering karena dijemur
otomatis kandungan kadar air di dalam benih tersebut mulai berkurang atau menurun, jadi
ketika ditabur atau dikecambahkan benih dari ekstraksi
kering baru mulai menyesuaikan dengan menyerap kandungan air kembali dari media semai yang digunakan untuk membantu proses pertumbuhannya.
Hal ini dapat mempengaruhi lambat pertumbuhan dan viabilitas dari benih tersebut
menurun disusul dengan kondisi lingkungan, suhu, kelembaban serta cahaya. Jabon merah
merupakan jenis benih rekalsitran atau semi rekalsitran yang dimana untuk benih-benih
rekalsitran, ketika kadar air dari benih itu sudah
mulai menurun dan berkurang maka viabilitas dari benih itu juga menurun.
Setelah di ekstraksi, benih dari hasil
ekstraksi menghasilkan warna yang berbeda. Ekstraksi basah warna benih coklat
kehitaman sedangkan ekstraksi kering warna benihnya coklat muda (lihat
gambar 4.)
Gambar 4
Benih Hasil Dari Ekstraksi
Setelah di ekstraksi kemudian ditimbang, ekstraksi basah lebih banyak
menghasilkan benih dibandingkan dengan ekstraksi kering. Ekstraksi basah menghasilkan benih seberat 25 gr sedangkan ekstraksi kering menghasilkan benih seberat 23 gr. Hal ini dikarenakan pemisahan benih dari daging
buah jabon merah dengan cara
ekstraksi kering memiliki kemurnian yang lebih kecil dibandingkan
dengan ekstraksi basah karena benih
tercampur dengan serbuk daging buah.
Ekstraksi kering sering kali sulit dibedakan antara benih dan daging buah yang berukuran hampir sama, sedangkan
untuk ekstraksi basah kemurnian benih jabon merah
(Anthocepalus macrophyllus) dapat mencapai 100% dan benih dapat dilihat dengan
jelas (Mansur, dkk 2010). (Schmidt, 2000a) menyatakan benih yang relatif berat lebih
dipilih karena umumnya berhubungan dengan kecepatan perkecambahan dan perkembangan semai yang bagus.
5.
Media Semai
Media
semai merupakan tempat untuk mengecambahkan
benih. Media semai untuk perkecambahan harus memenuhi syarat antara lain struktur remah yaitu perbandingan pori mikro dan makro seimbang sehingga tidak menghambat pertumbuhan akar serta mampu
mengikat air dan unsur hara
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Selain metode ekstraksi
yang mempunyai pengaruh,
media semai juga memberikan
pengaruh nyata pada kedua metode yang digunakan untuk melihat pertumbuhan dari benih itu
sendiri. Media semai yang digunakan yaitu media pasir (B1), tanah (B2)
dan Cocopeat (B3) ketiga media ini menghasilkan variasi pertumbuhan yang sangat nyata.
Media
pasir sangat mudah diolah, karena memiliki aerasi (ketersediaan rongga udara) dan drainase yang cocok, namun memiliki
luas permukaan kumulatif yang relatif kecil karena strukturnya
yang lepas, sehingga kemampuan menyimpan air sangat rendah atau tanahnya
lebih cepat kering (Anonim, 2013). Berdasarkan pernyataan di atas pengaruh media semai terhadap metode ekstraksi basah pertumbuhan benihnya cukup baik dibandingkan
dengan media semai pasir untuk metode
ekstraksi kering. Benih yang dihasilkan dari ekstraksi kering memiliki kandungan kadar air yang sudah menurun sehingga
ketika di tabur pada media semai pasir yang memiliki luas permukaan
kumulatif yang relatif kecil karena strukturnya
lepas sehingga kemampuan menyimpan air sangat rendah ini sangat mempengaruhi pertumbuhan. Kebutuhan air adalah salah satu hal yang penting
untuk proses perkecambahan
dan pertumbuhan, pada perlakuan
ini pertumbuhan terbilang agak lambat. Pertumbuhan perkecambahan benih jabon merah (Anthocepalus macrophyllus)
terbilang sangat baik untuk kedua metode
ekstraksi. Pada metode ekstraksi basah (A1) pertumbuhan perkecambahan benih jabon merah
(Anthocepalus macrophyllus) sangat baik, karena pada ulangan kedua untuk metode
ekstraksi basah (A1)
dan media semai tanah (B2)
menghasilkan pertumbuhan
100%, yakni seluruh jumlah benih yang diuji dapat berkecambah
dan tumbuh baik seluruhnya. Hal ini dikarenakan dari struktur tanah sendiri yang mempunyai fungsi mampu menyimpan
air dengan baik dan kondisi cahaya yang terpenuhi sehingga membantu kebutuhan proses fotosintesis untuk pertumbuhannya berjalan dengan baik.
Media
cocopeat mampu menahan air hingga 73% atau 6-9 kali lipat dari volumenya.
Cocopeat yang telah steril dapat langsung digunakan sebagai media tanam. Cocopeat melalui masa steril kemudian dikeringkan dengan cara dijemur sampai
benar-benar kering. Kondisi cocopeat yang basah dan mampu menahan air sangat cocok untuk benih
dari proses metode ekstraksi kering karena dapat membantu
proses perkecambahan atau pertumbuhan dari benih itu sendiri,
dan selama penelitian kondisi cahaya yang penuh sangat terpenuhi. Namun, kondisi cocopeat yang
sangat basah juga tidak terlalu baik untuk
proses pertumbuhan benih. Kondisi media cocopeat yang terlalu
tergenang air dapat mempengaruhi pertumbuhan menjadi lambat dan daun menjadi agak
kekuningan. Hal ini diakibatkan juga karena masih kurangnya waktu dalam proses mensterilkan cocopeat itu sendiri. Lama waktu untuk sterilkan cocopeat yang
paling baik yaitu selama 6 bulan, sehingga media cocopeat diduga masih mengandung zat tanin yang dapat memperhambat proses pertumbuhan dari benih tersebut. Air mutlak diperlukan untuk perkecambahan. Meskipun demikian, air yang berlebihan hampir selalu merusak karena cenderung menggantikan udara tanah dan menyebabkan kepadatan yang pada akhirnya membatasi respirasi (Schmidt, 2000b).
Selain Air yang menjadi hal penting dalam
pertumbuhan, cahaya dan suhu juga merupakan hal penting dilihat
untuk pertumbuhan. Jabon merah (Anthocepalus macrophyllus)
sangat membutuhkan cahaya matahari yang konstan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Proses fotosintesis
yang menghasilkan sumber energi untuk pertumbuhannya
dipengaruhi oleh cahaya matahari, namun perkecambahan juga dapat dipengaruhi oleh pH medium perkecambahan.
Intensitas cahaya berpengaruh secara nyata terhadap laju sintesis karbohidrat
pada pertumbuhan tanaman. Laju fotosintesis akan meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya sampai batas tertentu.
Intensitas cahaya juga akan berpengaruh terhadap suhu udara,
tanah dan tanaman dimana perubahan suhu kemudian akan
mempengaruhi tanamannya. Radiasi pada tengah hari berkisar 1,50 g.cal/cm/menit (setara 10.000 footcandle atau
108.000 lux). Titik kompensasi
cahaya untuk kebanyakan tanaman adalah pada intensitas cahaya sekitar 100 footcandle atau 1080 lux (Lakitan, 2002). Suhu mempunyai peranan penting dalam proses perkecambahan karena suhu mempengaruhi berbagai reaksi kimia yang terjadi selama proses perkecambahan benih. Suhu berfungsi
dalam mengaktifkan kerja enzim yang berperan dalam proses perkecambahan, diantaranya amilase, lipase dan protein. Copeland dan McDonald (1995) menyebutkan bahwa proses imbibisi, hidrolis cadangan makanan, respirasi dan
proses-proses lainnya mempunyai
suhu kardinal yang berbeda-beda, sehingga respon terhadap suhu bisa berubah
selama periode perkecambahan. (Gairola, Nautiyal, & Dwivedi, 2011) menyebutkan bahwa respon benih
terhadap suhu perkecambahan bervariasi berdasarkan spesies. Suhu maksimum untuk
jabon merah (Anthocepalus macrophyllus) dapat bertahan hidup yaitu 32-34 °C dengan rata-rata suhu selama penelitian
yaitu 27,8 °C. Serhat dan
Mut (2007) menyebutkan bahwa
pengaruh suhu perkecambahan terhadap daya berkecambah penting untuk dipelajari,
karena variasi kebutuhan suhu perkecambahan optimal tergantung
pada spesies tanaman. Jabon merah (Anthocepalus macrophyllus)
termasuk dalam jenis yang intoleran. Jabon merah biasanya
tumbuh pada suhu yang cukup panas. Selain
pengukuran suhu selama penelitian dilakukan, pengukuran pH pada
media juga dilakukan. Hasil pengukuran
menunjukan pH masing-masing media yaitu
pada media pasir (B1) memiliki
Ph 5.0 media Tanah (B2) 5,5 dan media cocopeat (B3) 4,5.
(Rendra, 2010) mengatakan bahwa Tanaman jabon
dapat tumbuh pada pH antara 4,5 sampai 7,5.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1) Perlakuan metode ekstraksi dan media semai pada benih Jabon Merah (Anthocepalus macrophyllus) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap viabilitas benih tersebut. 2) Metode ekstraksi basah (A1) dan media semai
tanah (B2) merupakan
perlakuan yang paling baik dalam meningkatkan viabilitas benih yang ditunjukkan oleh persentase kecambah (86,36%), laju perkecambahan (7,03 hari) dan
index vigor (177,57%). 3) Sedangkan pada metode ekstraksi kering (A2), media semai
yang paling baik adalah
media semai tanah (B2)
dengan nilai persentase kecambah (12,37%), laju perkecambahan (1,27 hari) dan index vigor (19,97 %).
Anonim. (2010). Samama si Jabon Merah
(Anthocephallus macrophylus), Dishut Halmahera. Benih Tanaman Kehutanan. Google
Scholar
Anonim. (2013). Pengaruh Berbagai Media
Tanam Terhadap Kecepatan Perkecambahan Biji Kacang Hijau. http://
zyhe.wordpress.com. Google
Scholar
Anonim. (2014). Media Tanam. Retrieved from
http://www.alamtani.com/media-tanam.html website:
http://www.alamtani.com/media-tanam.html. Google Scholar
Feriadi, H. dan H. Frick. (2008). Atap
Bertanam Ekologis Dan Fungsional. Kansius, Yogyakarta. Google
Scholar
Gairola, K. C., Nautiyal, A. R., &
Dwivedi, A. K. (2011). Effect of temperatures and germination media on seed
germination of Jatropha curcas Linn. Advances in Bioresearch, 2(2),
66–71. Google
Scholar
Hendarto, Kuswanto. (1996). Dasar Dasar
Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. Google
Scholar
ISTAs. (2000). International Rules for
Seed Testing: Rules 2000 (pp. 299 – 355). pp. 299 – 355. Seed Science and
Technology. Google
Scholar
Kamil. (2002). Teknologi Benih I.
Padang: Universitas Andalas. Google
Scholar
Kamil, J. (1979). Teknologi Benih,
Penerbit Angkasa Raya. Padang. Google
Scholar
Kuswanto, Hendarto. (1997). Analisis Benih.
Yogyakarta: Andi. Google
Scholar
Kuswanto, Hendarto. (2003). Teknologi
pemrosesan, pengemasan & penyimpanan benih. Kanisius. Google
Scholar
Lakitan, Benyamin. (2002). Dasar–Dasar
Klimatologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Google
Scholar
Maudara, Julita. (2016). Pengaruh
Pemberian Cocopeat Terhadap Viabilitas Benih Jabon Merah (Anthocepallus
machrophyllus). Google
Scholar
Mulyana, Dadan, Hut, S., Asmarahman, Ceng,
Hut, S., Fahmi, Idham, & Hut, S. (2012). Panduan Lengkap Bisnis &
Bertanam Kayu Jabon. AgroMedia. Google
Scholar
Notanubun, G. Silvi. (2016). Pengaruh
Naungan Terhadap Viabilitas Benih Jabon Merah (Anthocepallus machrophyllus).
Google
Scholar
Oard, M. J. dan J. .. Reed. (2009). Rock
Solid Answers , Master Books, USA. Google
Scholar
Sadjad. (2005). Dasar-dasar Teknologi
Benih. Retrieved from http://dasistalovers website: http://dasistalovers. Google Scholar
Sadjad, S. (1993). Dari Benih Kepada
Benih. Google
Scholar
Schmidt, L. (2000a). Pedoman Penanganan
Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Direktorat Jenderal Rehabilitasi
Lahan dan Perhutanan Sosial Indonesia Forest Seed Project. Departemen
Kehutanan. Buku. Gramedia. Jakarta. Google
Scholar
Schmidt, L. (2000b). Pedoman penanganan
benih tanaman hutan tropis dan sub tropis. Danida Forest Seed Centre. Google
Scholar
Sulawesi, BPTH. (2011). Anthocephalus
macrophyllus (Roxb.) Miq. Google
Scholar
Sutopo, L. (2002). Teknologi Benih 5th
Edition. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Google
Scholar
Taiz, Zeiger. (1998). Perkecambahan
Benih. Penerbit PT Agromedia, Jakarta. Google
Scholar
Copyright holder: Moda Talaohu, Lydia Riekie Parera (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |