Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

KETAHANAN SOSIAL BUDAYA DAN PEMBANGUNAN PAPUA DALAM PERSPEKTIF KETAHANAN NASIONAL

 

Arthur Josias Simon Runturambi, Paulus Waterpauw

1Ketua Program Studi Ketahanan Nasional SKSG Universitas Indonesia

2Deputi Bidang Pengelolaan Kawasan Perbatasan (BNPP)

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Dalam merealisasikan program pendidikan ketahanan nasional dan pemahaman wawasan kebangsaan pada masyarakat. Program Studi Kajian Ketahanan Nasional (PKN) Universitas Indonesia melakukan pengabdian masyarkat yang dilaksanakan di Papua dengan Judul kegiatanKetahanan Sosial Budaya dan Pembangunan Papua Dalam Perspektif Ketahanan Nasional”. Tujuan kegiatan ini dapat memberikan pembelajaran, pemahaman dalam menguatkan kajian keilmuan ketahanan Nasional dan wawasan kebangsaan masyarakat Papua serta menggali pemahaman terhadap ketahanan sosial budaya yang tujuan akhirnya dapat meningkatkan pembangunan berkelanjutan. Metode dalam Pengabdian ini lebih banyak menekankan kajian-kajian isu strategis berkaitan dengan tema yang dilakukan dengan beberapa tahapan, tahapan pertama  adalah pra-pengmas dengan kegiatan FGD yang digelar di Jakarta dan  seminar yang digelar di Universitas Cendrawasih Papua selama 2 hari, kemudian tahapan selanjutnya adalah kegiatan pengabdian masyarakat yang turun langsung ke lapangan dengan difokuskan  pada kampung wisata Yoboi, dan Kabupaten Keerom yaitu sekolah SD Kampung Yowong sebagai implementasi dari hasil seminar dan pendalaman materi yang dilakukan dengan FGD. Dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini pengabdi mengurai beberapa permasalahan tersebut dengan pengukuran analisa pembangunan berkelanjutan atau sustainable development  goals (SDGs). Dalam kegiatan ini difokuskan atas empat dimensi, yaitu pembangunan sosial budaya, ekonomi, pendidikan dan stabilitas keamanaan lingkungan.

 

Kata Kunci: Pengabdian Masyarakat, Ketahanan Sosial Budaya, Ketahanan Nasional, SDGs.

 

Abstract

In realizing the national resilience education program and understanding national insight in the community. The National Resilience Study Program (PKN) of the University of Indonesia carries out community service in Papua with the title "Socio-Cultural Resilience and Papuan Development in the Perspective of National Resilience". The purpose of this activity is to provide learning, understanding in strengthening scientific studies of National resilience and the national insight of the Papuan people as well as exploring understanding of socio-cultural resilience whose ultimate goal is to increase sustainable development. The method in this reseach to emphasizes studies on strategic issues related to the theme which is carried out in several stages, the first stage is pre-community service with FGD activities held in Jakarta and seminars held at Cendrawasih University Papua for 2 days, then the next stage is community service activities that go directly to the field with a focus on the Yoboi tourist village, and Keerom Regency, namely the Yowong Village Elementary School as an implementation of the results of the seminar and material deepening conducted with FGDs. In this community service activity, the devotees unravel some of these problems by measuring the analysis of sustainable development or sustainable development goals (SDGs). This activity focuses on four dimensions, namely socio-cultural development, economy, education and environmental security stability.

 

Keywords: Community Service, Socio-Cultural Resilience, National Resilience, SDGs.

 

Pendahuluan

Negara Indonesia memiliki wilayah yang luas dan kaya akan sumber daya alamnya, namun demikian juga memiliki tantangan yang harus diwaspadai termasuk ancaman yang datang dari internal maupun eksternal negara. Ancaman yang datang tersebut dapat membahayakan kesatuan dan persatuan Indonesia. Indonesia harus bisa mempertahankan kesatuan dan kedaulatan negara serta pemerintahan dari ancaman-ancaman yang datang tersebut. Salah satu caranya adalah dengan memperkuat Ketahanan Nasional dalam kehidupan bernegara (Hanita, 2021). Ketahanan Nasional dapat terbentuk jika seluruh elemen masyarakat Indonesia ikut menjaga ketahanan dalam aspek  politik, ekonomi, hukum, pertahanan, keamanan, sosial dan budaya selain itu ketahanan nasional kuat atau lemah sangat ditentukan oleh kualitas maupun kuantitas serta mobilitas dan produktivitas penduduknya, sehingga perlu ditingkatkan kualitas dan produktivitasnya (Djoharis Lubis, 2016).

Papua adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara Australia dan merupakan bagian dari wilayah timur Indonesia. Meski Papua kaya akan sumber daya alamnya namun untuk sumber daya manusia yang berkualitas masih sangat kurang. Masalah pendidikan, sosial-budaya, ekonomi merupakan permasalahan sumber daya manusia yang perlu mendapat perhatian serius. Dalam pengembangan pendidikan ketahanan nasional dan wawasan kebangsaan, perlu disoroti kajian ketahanan sosial budaya dan wawasan nasional di Papua sebagai bagian dari sistem kedaulatan dalam budaya Indonesia.

Sehubungan hal tersebut, maka upaya membangun dan membina generasi muda dalam mencintai dan melestarikan nilai-nilai nasionalisme dalam meningkatkan pemahaman wawasan kebangsaan menjadi penting, khususnya bagi para warga masyarakat dan pemerintahan di Papua yang sumber daya manusianya menjadi harapan bangsa di masa depan dan juga salah satu perwujudan tanggung jawab sosial.

Dalam merealisasikan program pendidikan ketahanan nasional dan pemahaman wawasan kebangsaan pada masyarakat Papua, Program Studi Kajian Ketahanan Nasional (PKN) Universitas Indonesia juga mengemban tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi kegiatan pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian masyarakat. Dalam program ini, Program Studi PKN melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat di Papua dengan judul kegiatanKetahanan Sosial Budaya dan Pembangunan Papua Dalam Perspektif Ketahanan Nasional”. Tujuan kegiatan ini dapat memberikan pembelajaran, pemahaman dalam menguatkan kajian keilmuan ketahanan Nasional dan wawasan kebangsaan masyarakat Papua serta menggali pemahaman terhadap ketahanan sosial budayanya agar terciptanya pembangunan nasional yang dicanangkan pemerintah secara berkelanjutan.

 

Metode Penelitian

Metode dalam Pengabdian ini lebih banyak menekankan kajian-kajian isu strategis berkaitan dengan tema yang dilakukan dengan beberapa tahapan, tahapan pertama  adalah pra-pengmas dengan kegiatan FGD yang menghadirkan Rektor Uncen serta Gubernur Lemhanas yang di gelar di Jakarta, tahapan selantanjutnya yaitu seminar dan FGD digelar di Universitas Cendrawasih Papua selama 2 hari, kemudian tahapan selanjutnya adalah kegiatan pengabdian masyarakat yang turun langsung ke lapangan dengan difokuskan  pada kampung wisata Yoboi, dan Kabupaten Keerom yaitu sekolah SD Kampung Yowong sebagai implementasi dari hasil seminar dan pendalaman materi yang dilakukan dengan FGD. Dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini pengabdi mengurai beberapa permasalahan tersebut dengan pengukuran analisa pembangunan berkelanjutan atau sustainable development  goals (SDGs). Dalam kegiatan ini difokuskan atas empat dimensi, yaitu pembangunan sosial budaya, ekonomi, pendidikan dan stabilitas keamanaan lingkungan.

 

Hasil Dan Pembahasan

Sasaran pengabdian masyarakat di Papua ini adalah mahasiswa Uncen, masyarakat kampung Yoboi dan Kampung Yowong Keerom, namun untuk menganalisis serta pemetaan permasalahan di lapangan dilakukan dengan seminar dan FGD. Pelaksanaannya dimulai dengan Pra-Pengmas dengan kegiatan FGD yang dilaksanakan di kampus UI Salemba pada 07 Oktober 2021 yang dihadiri oleh Rektor Uncen serta Gubernur Lemhanas. Tujuannya melakukan pemetaan analisis sosial berbagai permasalahan yang terjadi di Papua menggunakan perspektif Ketahanan Sosial Budaya serta pemetaan rencana kunjungan lapangan yang dilaksanakan di Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom.

Kegiatan Pengabdian Masyarakat di Papua dilaksanakan tanggal 18-19 Oktober 2021 di Aula FEB Kampus Uncen Wamena, Jayapura. Bentuk kegiatannya berupa seminar yang dihadiri oleh mahasiswa Uncen, dosen, pejabat dan tokoh setempat dan dilanjutkan dengan pendalaman materi dengan FGD (Forum Group Discussion) yang berlangsung selama 2 hari. Narasumber yang dihadirkan antara lain; yaitu Prof. Dr. Melkias Hetaria, M.Hum (Guru besar Fakultas Hukum Uncen), Komjen Pol. Drs. Paulus Watewrpaw (Baintelkam Polri) dan Dr. Frans Pekey, M.Si (Sekda Kota Jayapura) yang mewakili dari unsur pejabat daerah. Dr. Arthur Josias Simon Runturambi (Kepala program Studi Kajian Ketahanan Nasional UI), Dr. Puspitasari (Dosen PKN UI).  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. Kegiatan Pra-Pengmas FGD di UI Salemba, 7 Oktober 2021

 

Ketahanan Sosial Budaya Masyarakat Papua dalam Pembangunan Berkelanjutan

Ketahanan dalam bidang sosial budaya diartikan sebagai kondisi dinamika yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, gangguan, hambatan dan ancaman baik yang datang dari internal ataupun luar yang langsung maupun tidak secara langsung membahayakan kehidupan sosial budaya dan bangsa negara republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dr. Frans Pekey, M.Si mengatakan Ketahanan budaya meliputi tatanan adat atau tradisi, budaya lokal, kesenian, teknologi informasi, hak rakyat, inkulturasi budaya luar dan pola hidup.  Termasuk Papua sendiri yang saat ini masyarakat lokalnya masih menghadapi problematika begitu kompleks dalam menghadapi segala bentuk ancaman, sering kali sosial budaya masyarakat Papua dilihat sebagai suatu perangkat nilai dan kebiasaan yang berbeda dengan budaya pada umumnya, entah karena perbedaan akulturasi yang diadopsi dari luar atau karena kurangnya perhatian pemerintah.

Prof. Dr. Melkias Hetaria menyebutkan beberapa faktor yang menjadi penyebab masalah sosial budaya secara umum adalah pandangan dunia yang sebabkan perbedaan pandangan masyarakat lokal, percepatan dunia, modernisasi, kesenjangan peradaban, ekonomi, budaya, tanah, hutan, dan tambang (SDA), biologis/ras, melanesia, politik, hukum, pertahanan keamanan dan pelanggaran HAM. Selain itu ia juga mengatakan masalah budaya di Papua meliputi : 1. Alam pikiran dan konsep waktu orang Papua, 2. Pengharapan orang Papua, 3. Konsep adat yang kuat, kearifan lokal, kesenjangan antara hukum adat dan negara, 4. Ketidak adilan.

Hal tersebut juga diamini oleh Dr. Frans Pekey, M.Si yang mengatakan masalah yang menjadi hambatan dan kebijakan dalam pembangunan sosial budaya di Papua yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur. Untuk mengelola pembangunan tersebut perlu peningkatan SDM dan budaya kerja ASN, pengelolaan keuangan daerah, peningkatan pelayanan publik dan peningkatan pengawasan. Adapun upaya memperkuat ketahanan nasional di Papua meliputi perbaikan tata kelola pemerintahan daerah, membuka ruang komunikasi yang demokratis dan proporsional, penegakan hukum secara adil dan terbuka (korupsi dan HAM) dan percepatan pembangunan yang massif (otsus dan inpres). Terkait dalam kebijakan percepatan pembangunan di tanah Papua tertuang dalam UU 2/2021 tentang otsus Papua (prioritas pembangunan).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2. Ketika seminar dan FGD di Universitas Cendrawasih Jayapura

 

Prof. Hetaria dalam pendapatnya mengatakan bahwa dalam meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Papua tentu yang harus dilakukan adalah menjungjung tinggi serta membiasakan adat istiadat yang berlaku dalam kehidupan sehari, tentu adat yang dimaksud disini adalah kearifan lokal yang terjaga dari akulturasi luar karena menurutnya kebudayaan itu merupakan gambaran dari setiap langkah kehidupan dan terpatri dalam diri masyarakat yang manifestasinya terlihat dari tingkah laku dan tingkahlaku tersebut dapat dipelajari dengan baik. Dengan demikian, ketahanan sosial yang dihasilkan oleh kebudayaan tertentu tentu bisa diupayakan dan dipelajari untuk meningkatkan kualitas dan integritas diri dalam sosial masyarakat sehingga hal demikian dapat membentuk pembangunan yang berkelanjutan karena faktor yang menyebabkan kesenjangan peradaban sosial budaya dapat teratasi dengan meningkatkan nilai adat yang baik.

 

Revitalisasi Nilai Pancasila dalam Percepatan Pembangunan Papua

Peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang merupakan cita-cita luhur bangsa seperti Proklamasi 1945 dilanjut dengan sejarah PEPERA 1969, kemudian reformasi 1998 dan Otsus Papua 2021 menggambarkan cukup serius tantangan pemerintah dalam membangun Republik Indonesia ini. Pemerintah Indonesia tidak pernah berhenti membangun Papua sebagai trjuan pembangunan nasional yang terdiri dari pembangunan fisik (infrastruktur) dan pembangunan non fisik (sumber daya manusia) sampai Pemerintah menyiapkan dana untuk otonomi khusus (otsus) Papua dengan besaran anggaran yang semakin meningkat setiap tahunnya tiada lain untuk membangun kesejahteraan bagi rakyat Papua.

Berkaitan dengan semangat pembangunan tersebut, Komjen Pol. Drs. Paulus Waterpauw menyarakan agar penyelenggara negara khususnya di Papua dapat merevitalisasi nilai–nilai Pancasila dengan menanamkan jauh dalam diri pejabat tersebut hal ini secara konsekuensi dapat memciptakan iklim kerja yang positif dalam percepatan pembangunan di wilayah Papua yang tujuannya adalah dalam rangka keutuhan NKRI. Kebijakan pemerintah pusat dalam pembangunan infrastruktur sangat banyak antara lain pemekaran Provinsi Papua menjadi Provinsi Papua dan Papua Barat, revitalisasi Pulau Marsinam di Manokwari & kota Raja Ampat sebagai wisata, terminal penumpang bandara di Sorong, memperpanjang landasan pesawat Rendani, Pelabuhan Waisai dan terminal penumpang Raja Ampat, pembangunan sistem pemberdayaan air minum, Istora Papua bangkit, Venue Aquatic PON XX Papua, Venue Criket, Lapangan Hoki (Indoor dan outdoor), Venue Sepatu roda, Venue dayung, Venue panahan, jalan Trans Papua, Terminal Bus Entrop, Pos lintas batas negara terpadu di Skouw, infrastruktur untuk penyelengara PON (Stadion Lukas Enembe), 10 bandara baru, 5 pelabuhan laut baru, 6 infrastruktur kelistrikan baru, peningkatan RSUD, dan pengembangan Institut kesehatan Papua dan masih banyak lagi. Hal itu membuktikan bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa menjadi pemandu dalam pembangunan berkelanjutan.  Nilai-nilai Pancasila seperti nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan diterapkan dalam kehidupan bernegara dalam membangun negara tanpa pandang bulu, menjunjung tinggi nilai keadilan, gotong royong, toleransi, musyawarah, (Siswanto, 2009).

Selain itu, kebijakan pemerintah pusat dalam pembangunan SDM Papua antara lain pengembangan SDM unggul Papua termuat RPJMN 2020-2024, program beasiswa, pendirian beberapa perguruan tinggi, pembangunan Papua Youth Creative Hub yang dihadiri Presiden Jokowi pada saat peletakan batu pertama yaitu sebuah wadah untuk menghimpun sumber daya manusia muda berprestasi dari berbagai lintas, disiplin ilmu, pengetahuan asal Papua.

Sementara ruang lingkup penyelengara negara meliputi eksekutif (pemerintah daerah), legislatif (DPR), dan MRP sebagai representasi kultural masyarakat Papua. Revitalisasi nilai–nilai Pancasila bagi aparatur Pemda Papua, DPRP, MRP sebagai representasi kultural, agama, dan perempuan sekaligus sebagai teladan dan role model dalam praktek nilai-nilai pancasila apabila dilaksanakan dengan konsisten dan berkesinambungan akan membawa dampak positif terhadap percepatan program pembangunan menuju kesejahteraan masyarakat Papua yang akan mempengaruhi ketahanan nasional dan keutuhan NKRI.

Tentu pembangunan berkelanjutan di Papua melalui otonomi khusus di Papua akan mampu mengangkat harkat, martabat dan kesejahteraan masyarakat Papua dalam melaksanakan upaya akselerasi pembangunan kampung wisata dan distrik, peningkatan kapasitas dan kapabilitas serta akses lembaga adat dalam pembangunan infrastruktur dasar, pembangunan kualitas SDM dan sektor ekonomi serta kesejahteraan masyarakat Papua dapat terwujud dengan baik bila peningkatan pemahaman nilai-nilai Pancasila, nasionalisme dan wawasan kebangsaan Indonesia di Papua dilaksanakan dengan menumbuhkan kesadaran pribadi bagi pimpinan, staf, serta keluarga.

 

Ketahanan Keluarga Dan Pembangunan Karakter Bangsa

Dalam Pengabdian Masyarakat di Papua ini ingin menegaskan arah baru dalam proses pembangunan nasional saat ini yaitu pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDG)/ Tujuan Pembangunan Berkelanjutan nomer 3 kehidupan sehat dan sejahtera dengan menggalakkan hidup sehat dan mendukung kesejahteraan untuk semua usia. Dalam SDGs poin ketiga tersebut dapat terwujud bila masyarakat mampu mengendalikan emosi dan berkomunikasi sehat dalam pergaulan keluarganya sehingga tercipta Ketahanan Keluarga. Dr. Puspitasari mengatakan Ketahanan keluarga merupakan kemampuan keluarga merespon situasi yang merugikan para anggotanya dan mengubah situasi itu menjadi keluarga yang kuat, lebih banyak akal, lebih percaya diri dari keadaan sebelumnya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 1994 tentang penyelengaraan pembangunan keluarga sejahtera menekankan bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang mempunyai peran sangat penting dalam pembangunan nasional. Apabila keluarga mempunyai ketahanan yang tinggi maka kesejahteraan keluarga dapat dicapai dan pada gilirannya akan menghasikan sumber daya manusia yang bermutu bagi pembangunan nasional yang tidak lain dari pembangunan karakter itu sendiri.

Menurut Dr. Puspitasari bahwa salah faktor utama dalam lemahnya ketahanan Keluarga adalah faktor ekonomi dan kemiskinan.  Dalam laporan Pembangunan Papua tahun 2020, menunjukkan garis kemiskinan maysrakat Papua cenderung meningkat, namun berkat adanya berbagai kebijakan pro poor and equity, pemerintah Papua berhasil menekan kesenjangan P1 (garis kemiskinan) hingga menurun -0,41% per tahun, dan ketimpangan P2 (ketimpangan pengeluaran) sebesar -0,30% selama tahun 2014-2019 dimana tingkat kemiskinan tertinggi pada tahun 2019 di Kabupaten Deyiai sebesar 43,65% dan Intan Jaya sebesar 42,92%.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3. Dokumentasi ketika kegitan FGD di Uncen Jayapura

 

Tiga proses utama untuk memperkuat ketahanan keluarga yaitu sistem kepercayaan dalam keluarga, pola pengorganisasian dan proses komunikasi. Sistem kepercayaan termasuk didalamnya adalah apakah orang tua memberikan anaknya kesempatan untuk berpendapat atau anak itu harus patuh kepada orang tua dan tidak boleh berbeda dengan orangtua, apakah anak diberikan motivasi terus menerus oleh orang tua untuk bersekolah yang rajin, ini adalah bagian dari pengorganisasian dalam keluarga yang didasari sistim kepercayaan bahwa orang tua bertanggung jawab untuk pendidikan anak, bukan hanya dalam hal keuangan melainkan juga perilaku dan moralitasnya.

Dr. Puspitasari menilai bahwa tanggung jawab orang tua masyarakat Papua dalam mendidik anak masih kurang, mereka lebih mementingkan pekerjaanya untuk bertahan hidup ketimbang harus meningkatkan kualitas SDM anak dengan belajar di sekolah. Namun menurutnya faktor yang melatarbelakangi itu semua karena kurangnya akses informasi yang memadai. Andaikata mereka anak-anak Papua mendapatkan akses informasi yang sepadan seperti di kota, niscaya semangat belajar anak meningkat disertai partisipasi orang tuanya. Oleh sebab itu bahwa ketahanan keluarga bisa menjadi karakter bangsa bila masyarakat bergotong-royong mengentaskan segala bentuk kemiskinan di seluruh wilayah Papua dengan kerja kolaboratif bukan kerja individual tetapi membutuhkan partisipasi semua elemen  baik institusi agama, institusi pendidikan, Pemerintah, tokoh masyarakat, orang tua yang turut mengedukasi anak-anak agar semangat belajar, melek digital, meningkatkan skill dan kompetensi serta pembekalan ilmu ekonomi, tujuannya satu, agar pembangunan berkelanjutan dinilai berhasil dengan membangun karakter bangsa.

 

Pembangunan Berkelanjutan Melalui Revitalisasi Kampung Wisata

Dalam pengabdian masyarakat ini, tim pengabdi mendatangi salah satu kampung Yoboi yang merupakan salah satu dari tujuh kampung yang termasuk dalam wilayah distrik Sentani kabupaten Jayapura. Kampung yang berada di danau Sentani ini dapat diakses menggunakan perahu motor tempel atau perahu tradisional sejauh 8 km. Kampung Yoboi sering dibilang kampung yang unik karena berada diatas Danau Sentani atau terapung diatas Danau Sentani 90% bangunan berada diatas Danau Sentani, kampung Yoboi memiliki beberapa potensi pariwisata alam, budaya seperti dermaga warna-warni, teman gizi terapung, tracking hutan sagu, lapangan bola voli terapung, festival ulat sagu, gereja terapung, festival ela/berburu, tarian di atas air (Isosolo) dan lain lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4. Ketika tim pengabdi memberikan buku pada anak di kampung Yoboi

 

Kampung Yoboi sering menjadi lokasi obyek wisata dan obyek konservasi alam, selain itu juga sering dikunjungi sebagai obyek penelitian hal ini tentu akan meningkatkan nilai ekonomi kawasan. Agar dapat terciptanya nilai ekonomis dalam wisata tentu harus dioptimalkan potensi wisata dan konservasi ekosistemnya serta harus dijaga dengan baik kelestarian fungsi lingkungan karena hal ini sangat penting, untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan (Etika Khairina, dkk, 2020). Apalagi desa wisata ini masuk peringkat 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) pada tahun 2021 yaitu sebuah ajang yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tentu akan menambah daftar prestasi di bidang pariwisata, dan hal ini akan dapat meningkatkan perekonomian warga setempat.

Selain itu, Desa Yoboi ini telah memiliki dukungan infrastruktur listrik dan jaringan internet yang sangat baik. Selain masyarakatnya yang sangat ketat menjaga tradisi adat dan budaya leluhur, Kampung Yoboi juga terkenal akan keramahan penduduknya. Jumlah penduduk kampung Yoboi pada tahun 2013 tercatat sebanyak 1126 jiwa yang terdiri dari 680 laki- laki dam 446 perempuan. Berdasarkan data pemerintah kampung Yoboi tahun 2013 jumlah rumah tangga yang ada di Kampung Yoboi tercatat sebanyak 209 rumah tangga/KK. Mata pencaharian masyarakat kampung Yoboi adalah bertani dan nelayan. Kondisi sosial budaya kampung Yoboi, kepemimpinan komunitas adat masyarakat kampung Yoboi dipimpin oleh seorang Ondofolo sebagai pemimpin adat yang diwariskan secara turun temurun berdasarkan garis keturunan (hak kesulungan). Ondofolo dapat mengeluarkan suatu keputusan untuk segenap warga masyrakat kampung berdasarkan pertimbangan dewan Khoselo. Posisi dewan Khoselo mewakili mata rumah atau orang-orang yang dituakan dari kelompok marga yang berpengaruh di kampung. Bahasa masyarakat Yoboi adalah bahasa Sentani dengan dialek Sentani Tengah atau Nolobho.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 5. Ketika tim pengabdi lagi foto di pintu masuk wisata sagu di kampung Yoboi

 

Terdapat kurang lebih 10 lembaga atau organisasi di kampung Yoboi ini merupakan jumlah yang cukup besar dan kurang lebih demikian jumlah lembaga yang ada di kampung-kampung di sekitar kabupaten Jayapura, khususnya di wilayah Sentani. Lembaga yang ada di kampung Yoboi dimaksud diantaranya: Pemerintah Kampung, Badan Musyawarah Kampung, Pemberdayaan Kesejahteraan keluarga, Karangtaruna, pemuda dan olaharaga, agama, lembaga adat, posyandu, SD, komite sekolah, PPK/PPD, Paud, Peradilan Adat Kampung, seni budaya, tari dan kreasi.

Pengabdi ketika sampai di lokasi kampung Yoboi disambut ramah oleh masyarakat setempat dengan memberikan sedikit bantuan berupa makanan, minuman serta buku-buku kepada anak Yoboi. Sambutan yang ramah tersebut akan membawa dampak yang baik terhadap pola komunikasi tim pengabdi ketika berada di kampung Yoboi karena tujuan kedatangan peneliti bukan hanya kegiatan pengabdian masyarakat saja, tetapi juga berupaya meningkatkan dan mengoptimalkan potensi desa wisata dengan diskusi dan berbagi pengetahuan karena kalau hal ini dapat teraplikasi dengan baik tentu tujuan pemerintah dalam pembangunan berkelanjutan (SDGs) di Papua tercapai dengan baik.

 

Pembangunan Berkelanjutan Melalui Revitalisasi Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara dan pendidikan merupakan salah satu unsur dalam mencapai pembangunan berkelanjutan, seperti tertuang dalam SDGs nomer 4 yaitu Pendidikan berkualitas dengan memastikan pendidikan berkualitas yang layak dan inklusif serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang.  Oleh karena itu pendidikan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia karena untuk mencapai taraf pengetahuan yang lebih harus melalui pendidikan dulu.

Menurut Washington Consensus, ranah pemerintah dalam pembangunan ekonomi berfokus pada tiga sector, yaitu sector infrastruktur, pendidikan dan kesehatan (Rasmini & Hermanto, 2008). Sama halnya di Indonesia, bahwa tiga sektor ini juga penting dalam membangun sebuah negara, terutama pendidikan  namun kalau melihat kondisi pendidikan di Papua cukup memperihatinkan, banyak permasalahan yang muncul baik dari faktor internalnya atau lembaga pendidikan bahkan kondisi bangunan yang kurang layak, hal tersebut direvitalisasi agar tujuan pembangunan berkelanjutan berjalan dengan baik dan merata di setiap lapisan masyarakat.

Seperti sekolah dasar (SD) di Kampung Yowong kabupaten Keerom secara fisik dan bangunan sekolah mereka kurang memadai fasilitas penunjang proses belajar mengajar dan masih rendahnya semangat anak-anak disana untuk pergi ke sekolah setiap pagi, karena alasannya mereka masih malas bangun pagi, diperparah lagi kurangnya perhatian orangtua dalam memperhatikan anaknya pergi sekolah bahkan terkadang mereka lebih memilih anaknya untuk membantu mereka bertani dan menangkap ikan. Hal ini menjadi tantangan bagi guru-guru yang mengajar di Papua dan tanggung jawab pemerintah agar peningkatan pendidikan di Kampung Yowong dapat berjalan dengan baik dan menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berdaya saing.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 6. Tim pengabdi memberikan buku kepada anak SD di Kampung Yowong

 

Namun dengan kondisi seperti itu, ibu guru mereka tetap semangat dalam mengajar dan mendidik bahkan ada yang mendatangi rumahnya untuk mengajak mereka bersekolah karena sebagian ada guru yang datang dari luar Papua, bahkan dari daerah Jawa yang sengaja mengabdikan dirinya untuk mengajar anak-anak di pedalaman Papua.   

Meskipun anak-anak di Kampung Yowong sebagian masih banyak yang kurang sadar akan pentingnya pendidikan namun mereka serta ibu gurunya sangat ramah dan menerima tim pengabdi dengan baik dan penuh kasih sayang apalagi ketika tim pengabdi sampai di lokasi juga disambut baik oleh  Bapak Camat (Kepala Distrik Gemma) yang memfasilitasi untuk berkunjung ke sekolah tersebut. Mereka berharap, bahwa ini bukan hanya pertama kali ini saja mengunjungi mereka. Tetapi kedepan mereka berharap anak-anak mereka dapat melanjutkan sekolahnya dengan baik dan dapat kuliah di Universitas Indonesia di Jakarta. Ini adalah sebagai bentuk kepedulian tim pengabdi dalam sektor pendidikan bahwa anak-anak sekolah dasar tersebut, bukan hanya diajarkan ilmu saja melainkan akhlak dan budi pekerti yang baik serta takut kepada Tuhan YME.

Prof. Dr. Melkias Hetaria mengatakan bahwa solusi sebagai percepatan pembangunan di Papua yaitu pendidikan dalam arti luas (membangun kesadaran terutama pendidikan profesi dan vokasi, harga diri, pengendalian diri, disiplin diri, keteladanan, merantau, keterlibatan pemuka agama dan adat dalam masalah keamanan, adanya bansos dan dana desa, pembangunan padat karya di kampung-kampung, pelaksanaan otsus secara konsekuen, penyelesaian pelanggaran HAM, kesejahteraan dan modal dasar yaitu kasih.

 

Kesimpulan

Kegiatan pengabdian masyarakat di Papua yang dimulai dengan FGD dan seminar baik yang dilakukan di Kampus Universitas Indonesia atau di Kampus Universitas Cendrawasih Jayapura, target dari kegiatan adalah mahasiswa Uncen, masyarakat kampung Yoboi dan Kampung Yowong Keerom. Berdasarkan hasil analisis serta kegiatan pengabdian masyarakat yang turun ke lapangan menghasilkan beberapa kesimpulan.

1.   Ketahanan Sosial Budaya Masyarakat Papua dalam Pembangunan Berkelanjutan dinilai cukup baik meskipun ada beberapa ekses terkait akulturasi dari luar dan seprti konsep adat yang kuat, kearifan lokal, kesenjangan antara hukum adat dan negara yang menyebabkan ketimpangan sosial dan budaya. Prof. Hetaria dalam pendapatnya mengatakan bahwa dalam meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Papua tentu yang harus dilakukan adalah menjungjung tinggi serta membiasakan adat istiadat yang berlaku dalam kehidupan sehari, tentu adat yang dimaksud disini adalah kearifan lokal yang terjaga dari akulturasi luar karena menurutnya kebudayaan itu merupakan gambaran seluruh cara hidup dan melembaga dalam suatu masyarakat yang manifestasinya tampak dalam tingkah laku dan tingkah laku tersebut dapat dipelajari, dengan demikian ketahanan sosial yang dibentuk oleh kebudayaan tertentu bisa dipelajari dan diupayakan untuk meningkatkan kualitasnya.

2.   Revitalisasi Nilai Pancasila dalam Percepatan Pembangunan Papua harus dibangun dan ditanam dalam diri penyelenggara pemerintahan, tokoh adat, tokoh agama dan masyarakat. Dan hal ini sudah terbukti bahwa di Papua selama ini pembangunan cukup masif baik pembangunan infrastruktur ataupun SDM hal itu banyak . Seperti yang disampaikan oleh Komjen Pol. Drs. Paulus Waterpauw jika revitalisasi nilai–nilai Pancasila tertanam bagi penyelenggara negara maka percepatan pembangunan di wilayah Papua dalam rangka keutuhan NKRI akan terwujud dengan baik.

Pemerintah Indonesia tidak pernah berhenti dalam percepatan pembangunan Papua bahkan pemerintah menyiapkan dana ostsus Papua dengan besaran anggaran yang semakin meningkat setiap tahunnya, untuk membangun kesejahteraan bagi rakyat Papua baik pembangunan nasional terdiri dari pembangunan fisik (infrastruktur) dan pembangunan non fisik (sumber daya manusia). Kebijakan pemerintah pusat dalam pembangunan infrastruktur sangat banyak antara lain pemekaran Provinsi Papua menjadi Provinsi Papua dan Papua Barat, revitalisasi Pulau Marsinam di Manokwari & kota Raja Ampat sebagai wisata, apalagi pembangunan SDM seperti pengembangan SDM unggul Papua termuat RPJMN 2020-2024, program beasiswa, pendirian beberapa perguruan tinggi, pembangunan Papua Youth Creative Hub.

3.   Dalam menciptakan Ketahanan Keluarga serta Pembangunan Karakter Bangsa harus dapat mampu mengaplikasikan tujuan pembangunan berkelanjutan nomer 3 Kehidupan sehat dan sejahtera dengan menggalakkan hidup sehat dan mendukung kesejahteraan untuk semua usia. Yaitu kesejahteraan sosial bagi masyrakat Papua harus diperhatikan dan hal tersebut dapat terwujud bila masyarakat mampu mengendalikan emosi dan berkomunikasi sehat dalam pergaulannya sehingga tercipta Ketahanan Keluarga. Dr. Puspitasari mengatakan Ketahanan keluarga merupakan kemampuan keluarga merespon situasi yang merugikan para anggotanya dan mengubah situasi itu menjadi keluarga yang kuat, lebih banyak akal, lebih percaya diri dari keadaan sebelumnya.

Apabila keluarga mempunyai ketahanan yang tinggi maka kesejahteraan keluarga dapat dicapai dan pada gilirannya akan menghasikan sumber daya manusia yang bermutu bagi pembangunan nasional yang tidak lain dari pembangunan karakter itu sendiri. Menurut Dr. Puspitasari bahwa salah faktor utama dalam lemahnya ketahanan Keluarga adalah faktor ekonomi dan kemiskinan, lalu kemudian harus memperkuat 3 proses utama untuk memperkuat ketahanan keluarga yaitu sistem kepercayaan dalam keluarga, pola pengorganisasian dan proses komunikasi.

4.   Pembangunan Berkelanjutan Melalui Revitalisasi Kampung Wisata di kampung Yoboi yang merupakan salah satu dari tujuh kampung yang termasuk dalam wilayah distrik Sentani kabupaten Jayapura. Kampung yang berada di danau Sentani ini dapat diakses menggunakan perahu motor tempel atau perahu tradisional sejauh 8 km.

Kampung Yoboi ini menjadi lokasi obyek wisata dan obyek konservasi alam apalagi Kampung Yoboi sering dibilang kampung yang unik karena berada diatas Danau Sentani. Jika kawasan wisata kampung ini lebih ditata rapi dan direvitalisasi tentu akan meningkatkan nilai ekonomi kawasan selain dioptimalkan potensi konservasi ekosistem dan menjaga kelestarian fungsi lingkungan karena hal ini sangat penting, untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Desa wisata ini masuk peringkat 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) pada tahun 2021 yaitu sebuah ajang yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tentu akan menambah daftar prestasi di bidang pariwisata, dan hal ini akan dapat meningkatkan perekonomian warga setempat.

5.   Pembangunan Berkelanjutan Melalui Revitalisasi Pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara dan merupakan salah satu unsur dalam mencapai pembangunan berkelanjutan, oleh karena itu harus direvitalisasi dan menganggap sebagai sesuatu kebutuhan hidup manusia. Seperti sekolah dasar (SD) di Kampung Yowong kabupaten Keerom secara fisik dan bangunan sekolah mereka kurang memadai fasilitas penunjang proses belajar mengajar dan masih rendahnya semangat anak-anak disana untuk pergi ke sekolah setiap pagi, karena alasannya mereka masih malas bangun pagi diperparah lagi kurangnya perhatian orangtua dalam memperhatikan anaknya sekolah bahkan terkadang mereka lebih memilih anaknya untuk membantu mereka bertani dan tangkap ikan. Hal ini menjadi tantangan bagi guru-guru yang mengajar di Papua dan tanggung jawab pemerintah agar peningkatan pendidikan di Kampung Yowong dapat berjalan dengan baik dan menciptakan generasi penerus bangsa yang tanggung dan berdaya saing yang baik. Namun dengan kondisi seperti itu, ibu guru mereka tetap semangat dalam mengajar dan mendidik bahkan ada yang mendatangi rumahnya untuk mengajak mereka bersekolah karena sebagian ada guru yang datang dari luar Papua, bahkan dari daerah Jawa yang sengaja mengabdikan dirinya untuk mengajar anak-anak di pedalaman Papua.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Etika Khairina, dkk, (2020) Sustainable Development Goals: Kebijakan Berwawasan Lingkungan Guna Menjaga Ketahanan Lingkungan Di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 26, No. 2, Agustus 2020: 155-181

 

Djoharis Lubis, (2016) Ketahanan Nasional: Permasalahan dan Solusinya Dari Perspektif Kependudukan hal. 33 Jurnal Lemhanas Edisi 26 Tahun 2016

 

Hanita, Margaretha (2021) Ketahanan Nasional Teori, Adaptasi dan Strategi. Jakarta, UI Publishing

 

Nur Alim Mubin, (2021). Sdg’s Dalam Pembangunan Ekonomi Pasca Pandemi, Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 2 No. 8 Agustus 2021

 

Siswanto, (2009). Penerapan Nilai-nilai Pancasila dalam Pembangunan Masyarakat Desa, Jurnal Ilmiah Majalah Lontar Vol 23, No 4 tahun 2009

 

https://katadata.co.id/muchamadnafi/foto/61729b156313f/foto-kearifan-lokal-desa-wisata-kampung-yoboi-papua-yang-mempesona

 

https://bappeda.papua.go.id/file/456187359.pdf

 

https://pauluswaterpauw.blogspot.com/2014/08/transformasi-nilai-nilai-pancasila-bagi.html

 

https://www.kompasiana.com/ronijohnmartin/552fc5d16ea834ae378b4581/ketahanan-nasional-dalam-bidang-sosial-budaya

 

https://www.beritasatu.com/nasional/295642/sdm-masyarakat-papua-jauh-tertinggal-dibanding-daerah-lainnya

 

https://www.kompasiana.com/ronijohnmartin/552fc5d16ea834ae378b4581/ketahanan-nasional-dalam-bidang-sosial-budaya

 

Copyright holder:

Arthur Josias Simon Runturambi, Paulus Waterpauw (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: