Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
STUDI BIOAVAILABILITAS LOGAM BERAT MERKURI SECARA EKSTRAKSI
BERTAHAP DAN DIFUSSIVE GRADIENT
IN THIN FILMS (DGT) PADA TANAMAN BAYAM
BATIK (AMARANTHUS TRICOLOR L)
Helmiady, Asep Saefumillah
Departemen Kimia, FMIPA,
Universitas Indonesia,
Indonesia
E-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak
Tanah adalah sumber alami yang penting
dan merupakan bagian
dari lingkungan. Merkurimerupakan salah satu logam yang memiliki dampak
toksisitas yang berbahaya bagi manusia. Metode
untuk ekstraksi bertahap
untuk merkuri pada tanah. Merkuri
dipisahkan menjadi fraksi- fraksi. Urutan
lima langkah ekstraksi F1 (air deionisasi), F2 (0,01 M HCl + 0,1 M CH3COOH), F3(1 M KOH),
F4 (12 M HNO3),
dan F5 (aqua regia). Dari
antara fraksi tersebut yang terbesar adalah:
merkuri terikat
sulfida (57,08 - 94,53%) dan merkuri unsur (4,79 - 6,10 %). Fraksi terkecil
adalah merkuri larut
asam (0,21 – 0,73%), merkuri
larut air (0,45 – 0,68 %) dan senyawa
organomerkuri
(0,33 – 0,68%).
Teknik Diffusive Gradients
in Thin Films (DGT)
merupakan metode yang dikembangkan untuk monitoring
partikel logam berat pada media baik
perairan, sedimen dan tanah. Namun, dilakukan modifikasi pada salah satu
komponen difussive gelnya, yaitu Crosslinker (pengikat silang)
dengan menggunakan N,N’-methylenebisacrylamide (MBA) yang dikombinasikan dengan
agarosa sebagai difusif gel, serta penggunaan resin gel 3- mercaptopropyl-terfungsionalisasi silika gel (komersil). Nilai koefisien elusi adalah 0,73, sedangkan nilai
koefisien difusi 1,025 x 10-6 cm2/s. Keseluruhan analisis
menggunakan teknik Cold Vapor-Atomic Absorption Spectrometry. Nilai CDGT-Hg
berkisar 8,
6074 – 19,8790 µg/L, sedangkan C A.tricolor 0,087 – 2,074 µg/kg.
Kata kunci: diffusive gradient in thin films, merkuri,
ekstraksi bertahap, amaranthus tricolor, cvaas
Abstract
Soil is an important natural resource and is
part of the
environment. Mercury is a
metal that has a toxic effect that is harmful to humans. Methods
for the sequence
extraction of mercury in soil. Mercury is separated into
fractions. The five-step sequence extraction was F1 (deionized water), F2 (0.01 M HCl + 0.1 M CH3COOH), F3 (1 M KOH), F4 (12 M HNO3) and
F5 (aqua regia). The largest of these
fractions are: sulfide bound mercury (57.08 - 94.53%) and elemental mercury (4.79 - 6.10
%). The smallest fractions
were acid-soluble mercury
(0.21 – 0.73%), water soluble mercury (0.45 –
0.68%) and organomercury compounds (0.33 – 0.68%). Diffusive
Gradients in Thin Films (DGT) technique is a method developed for monitoring heavy metal particles in water, sediment and soil media. However, modifications were made to one of the components of the diffussive gel, namely Crosslinker using N,N'- methylenebisacrylamide
(MBA) combined with agarose as a diffusive gel, as well as the use
of 3-mercaptopropyl-
functionalized silica gel resin (commercial). The elution coefficient value is 0.73, while the diffusion coefficient value is 1.025 x 10-6
cm2/s. Overall analysis
using Cold Vapor-Atomic Absorption Spectrometry technique. The CDGT-Hg values ranged from 8.6074 – 19.8790 g/L,
while the CA. tricolor was 0.087 –
2.074 g/kg.
Keywords: diffusive gradients in thin films, mercury, sequence extraction, amaranthus tricolor,cvaas
Pendahuluan
Tanah adalah
sumber alami yang penting dan merupakan bagian dari lingkungan. Tanah juga merupakan bagian dari siklus logam
berat pembuangan limbah. Efek fisiologis logam berat pada makhluk hidup dalam konsentrasi rendah merupakan aspek yang sangat
penting. Berdasarkan sifat toksisitas, stabilitas, dan bioagregasinya, logam berat adalah kontaminan lingkungan
yang serius dan berbahaya (Kahkha et al.
2017). Logam berat memiliki potensi untuk mencemari tanah dan air dan
dapat tersebar dan dikumpulkan pada tanaman dan hewan (Wcislo et al. 2002).
Merkuri umumnya
dianggap sebagai salah satu logam paling beracun yang ditemukandi lingkungan. Disebabkan potensi toksisitas merkuri (Hg), elemen ini adalah salah satu kontaminan paling kritis di lingkungan (Hissler and Probst 2006), terutama di
daerah yang terkena dampak penambangan, industri,
dan pembuangan lumpur.
Diffusive Gradient in Thin Film (DGT) merupakan
teknik yang pada mulanya digunakan untuk analisis spesiasi logam di sistem
perairan. DGT merupakan
teknik passive sampler yang
berisi 3 lapisan penting, yaitu resin gel
(binding layer), teknik DGT digunakan untuk menilai bioavailabilitas merkuri (Hg)
dalam tanah pertanian organik
yang diubah, dan penyerapan oleh selada (Turul., et al 2019). Pada umumnya, teknik
DGT adalah teknik yang
efektif untuk mengevaluasi bioavailabilitas logam.
Metode ekstraksi
bertahap yang dikenalkan oleh Tessier, Campbell, & Bisson (1979)
juga telah banyak digunakan untuk
menganalisis spesiasi serta bioavailibilitas
logam (Okoro et al. 2012) pada sedimen dan tanah. Metode
Tesssier dapat lebih terperinci karena
mampu memaparkan fraksi
yang berhubungan dengan
mangan oksida dan besi sebagai
bentuk amorf dan kristalin yang terpisah.
Pada penelitian ini menitikfokuskan kepada pada permasalahan resiko kontaminasi dan bioavailibilitas logam berat Merkuri (Hg)
pada tanah lahan pertanian dan tanaman pangan (bayam batik). Metode pengambilan sampel yang efektif,
sederhana serta metode ekstraksi bertahap
yang dapat memberikan informasi spesiasi
logam tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis spesi logam merkuri
dalam tanah menggunakan ekstraksi bertahap, mengetahui pengaruh dari penggunaan N,N’-methylenebisacrylamide (MBA) sebagai pengikat silang (Crosslinker) pada perangkat
DGT, mengetahui kemampuan
penjerapan membran 3-mercaptopropil terfungsionalisasi silika sebagai
resin gel (binding agent) dalam
penjerapan logam merkuri
dalam media tanah dan tanaman
serta mengetahui pengaruh konsentrasi logam merkuri yang diberikan pada tanah terhadap
serapan logam tersebut
pada DGT.
Metode Penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan, yaitu CV-AAS, termometer, oven, pipet volumentrik, labu ukur, tabung sentrifuge, pH
meter, pengaduk vorteks, sentrifugasi, hot plate, magnetic stirrer, plat kaca,
pot tanaman, pot plastik, blender, saringan 2 mm, membran filter nitrat
0,45 μm, cetakan DGT. Bahan yang digunakan, yaitu akrilamida, DGT Crosslinker: N,N’- methylenebisaacrylamide (MBA), ammonium pershulphate, N,N. N, N- Tetramethylethylenediamine (TEMED) 99%, 17 membrane sellulosa nitrat (Whatman), aquademineralisasi, HNO3 65%, NaNO3, KCl, CH3COONa,
NH2OH.HCl, CH3COOH, NH4Oac,FeSO4.7H2O, H3PO4 85%, H2SO4 97%, difenilamin, Larutan
standar Hg 1000 ppm HGM, Millipore Filter Millex diameter
pori 40 μm
serta bibit sayuran
bayam batik dari produksi Haira Seed.
Sampling dan Preparasi Tanah
Sampel tanah
diambil dari kedalamn 0-10 cm di Sampel tanah diambil
Desa Puraseda
Village, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten
Bogor dengan koordinat
S 06o40'59.96" E 106o35'36.49 dengan ketinggian 731 m dpl yang merupakan area persawahan dan dekat instalasi tambang
emas tradisional.
Karakterisasi Sampel
Tanah
Kadar Air
Kadar air ditentukan dengan metode AOAC (2005). Cawan porselin dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC
selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Selanjutnya sampel tanah ditimbang sebanyak 10 g dan
dimasukkan ke dalam cawan porselin lalu dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 oC
selama 6 jam kemudian ditimbang hingga bobot
konstan.
pH H2O dan pH KCl (1:5 / soil:solution)
Disiapkan dua
buah Erlenmeyer untuk dua perlakuan. Pada masing-masing erlenmeyer, ditambahkan 10 g sampel tanah. Kemudian,
pada Erlenmeyer 1 ditambahkan 50mL air deionisasi sedangkan erlenmeyer 2 ditambahkan 50 ml KCl 1 M dan diukur nilai pH-nya.
Water Holding Capacity (WHC) metode volumetri
Pada pengukuran
ini disiapkan dua buah corong (satu untuk sampel dan untuk blanko) dan
klip jepit. Masing-masing perangkat corong dipasang kemudian kapas disumbatkan pada corong. Sampel tanah
kering 50 g, blanko menggunakan kapas. Kemudian
dituangkan 50 mL air pada corong
dibiarkan 30 menit untuk menjenuhkan tanah. Volume air yang
tertampung di gelas ukur
dicatat.
Kadar Total Organik Karbon
(Walkley & Black)
Sampel tanah kering ditimbang
1 g lalu ditempatkan labu Erlenmeyer 500 mL. Kemudian ditambakan
K2Cr2O7 1 N dan 20 mL
H2SO4 pekat. Selanjutnya suspensi
diencerkan 200 mL dengan H2O.
Ditambahkan 10 mL H3PO4 85% dan
0,2 g NaF dan
20 tetes indikator DPA. Selanjutnya dititrasi dengan
0,5 M FeSO4, diamati perubahan warna dari biru gelap menjadi
hijau dan dicatat
volumenya (dilakukan hal sama
dengan blanko).
Kapasitas Tukar Kation
(KTK) dan Tekstur
Tanah
Pengukuran kapasitas
tukar kation dan tekstur tanah dilakukan di Laboratorium
Indonesian Center for
Biodiversity and Biotechnology (ICBB) Bogor. Metode pengukuran KTK menggunakan ammonium
asetat pH 7, sedangkan tekstur tanah dengan metode ayakan.
Dekstruksi Total Logam Hg (aqua regia)
Sebanyak 0,5 g
sampel tanah kering oven 105 oC
ditambahkan 5 ml akua demineralisasi,
5 mL aqua regia, lalu dipanaskan selama 30 menit dengan suhu 95 oC. Didinginkan, ditambahkan kembali 50 ml aqua dm dan 15 ml KMnO4
dan dibiarkan selama 15 menit. Sampel
kemudian dicampur dan dipanaskan kembali. Didinginkan dan ditambahkan 6 ml hidroksilamin kemudian
dianalisis CV-AAS (US EPA, 2007).
Ekstraksi Bertahap
Merkuri di tanah (Bloom et al, 2003).
Fraksi spesies Hg larut air (water soluble)
Sebanyak 400 mg sampel tanah uji ditambah 25 ml aqua
dm kemudian di stirrer selama 18 jam lalu disentrifugasi
selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Sampel kemudian di saring
menggunakan kertas asetat selulose 0,45 µm. Residu yang dihasilkan dikocok kembali
dengan 20 ml aqua dm selama
15 menit, kemudian dicampurkan ke filtrat dan diencerkan dengan 50 ml aqua dm. Filtrat kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan
BrCl 0,2 M, sampel lalu dianalisis dengan
CV- AAS.
Fraksi spesies Hg larut
asam (acid soluble)
Sisa dari tahapan
sebelumnya ditambahkan 25 ml 0,1 M CH3COOH + 0,01 M HCl. Selanjutnya dilakukan langkah yang sama dengan tahapan prosedur
sebelumnya.
Fraksi spesies Hg terikat
material organik (organic matter bound Hg)
Sisa dari tahapan
sebelumnya ditambahkan 25 ml KOH 1 M. Selanjutnya dilakukan langkah yang sama
dengan tahapan prosedur sebelumnya.
Fraksi spesies Hg unsur (elemental Hg)
Sisa dari tahapan
sebelumnya ditambahkan 25 ml HNO3 12 M. Selanjutnya dilakukan langkah yang sama dengan tahapan prosedur sebelumnya.
Fraksi spesies Hg sulfida (Hg sulfide)
Sisa dari tahapan
sebelumnya ditambahkan 13 ml aqua regia (HCl : HNO3 rasio 3:1) kemudian di stirrer selama 12 jam lalu disentrifugasi selama
15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Sampel kemudian di saring
menggunakan kertas PTFE 0,45 µm. Residu yang dihasilkan diencerkan
dengan 50 ml aqua dm lalu dianalisis dengan CV-AAS.
Eksperimen Pot
Tanaman sayuran
bayam batik (A.tricolor L) dengan tanah yang dikontaminasi dengan logam Hg masing-masing
dengan konsentrasi 200 mg/kg, 500 mg/kg,
800 mg/kg,
1000 mg/kg, 1500 mg/kg dan
2000 mg/kg. Sampel tanah kering yang telah bersih
dari pengotor ditimbang
sebanyak 300 gram untuk setiap pot.
Destruksi Basah (Wet Ashing)
Sebanyak 1 gram sampel
sayuran kering dimasukkan ke dalam gelas beaker, lalu ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dan didiamkan
semalam. Kemudian dipanaskan dengan hot plate hingga menghasilkan uap NO2 (berwarna merah) berkurang. Didinginkan dan ditambahkan 1 mL HClO4.
Kemudian dipanaskan kembali (130 oC)
hingga volume 2-3 mL. Larutan kemudian disaring, dianalisis dengan CV-AAS.
Eksperimen DGT
Pembuatan Perangkat Diffusive Gradient in Thin Film (DGT)
Preparasi Crosslinker N,N’-methylenebisacrylamide (MBA)
Sebanyak 3 gram N,N’-methylenebisacrylamide dilarutkan dengan metanol:air (1:9) padalabu ukur 100 mL kemudian
disonikasi selama
± 30 menit.
Preparasi Larutan Gel
Larutan gel ini merupakan
40% acrylamide dan 0,3% larutan
MBA. Pertama, untuk membuat
100 mL larutan gel, maka dicampurkan 15 mL MBA dengan 47,5 mL aqua dm dalam beaker glass. Kemudian
campuran diaduk sampai
homogen dan ditambahkan 37,5 mL larutan akrilamida 40% dan diaduk kembali. Pada percobaan ini digunakan 5 mL larutan gel untuk pembuatan diffusive gel atau
resin gel.
Pembuatan Diffusive Gel
Sebanyak 1,5 g agarose ditambahkan dengan 15 mL aqua dm, lalu dipanaskan
dalam air mendidih dalam waterbath hingga agarose
larut, kemudian dengan sesegera
mungkin, larutan dipipet ke dalam cetakan kaca. Gel
tersebut kemudian dicuci
dengan air demineralisasi selama 24 jam untuk
hidrasi.
Produksi Resin
Gel 3-mercaptopropil terfungsionalisasi silika (Gao, et al, 2014) Sejumlah
2,5 g resin 3-mercaptopropil terfungsionalisasi silika (komersil)
ditambahkan ke 10 mL larutan
gel (15% akrilamida, 0,3% DGT-Crosslinker) dan larutan
ini dicampur. Kemudian 50 mL 10% larutan ammonium persulfat dan 15 mL TEMED ditambahkan. Resin gel dikarakterisasi menggunakan FTIR.
Perakitan Perangkat Gel
Lembaran gel (diffusive dan resin gel) dipotong dengan diameter
25 mm (dengan DGT cutter). Membran filter direndam
dalam aqua dm. DGT moulding dibilas
dan dicuci dengan air demineralisasi. Potongan resin gel (binding gel) dan DGT ditutup rapat.
Uji
Nilai Faktor Elusi
Pada pengujian
ini, disiapkan larutan
logam (Hg) konsentrasi 15 µg/l sebanyak 100 mL
dalam beaker gelas 250 mL. Binding gel dipotong dengan ukuran 25 mm (menggunakan DGT cutter) kemudian binding gel-nya saja direndam ke
dalam larutan uji tersebut. Sampel awal dan akhir dari larutan uji
diambil untuk ditentukam berapa
massa larutan yang teradsorpsi ke dalam binding gel.
Uji Nilai Koefisien
Difusi Gel (Saefumillah et al. 2013)
Uji nilai
koefisien dilakukan dengan menghubungkan waktu dengan massa logam yang terikat. Larutan yang digunakan
adalah larutan logam 15 µg/l sebanyak 100
mL. Perangkat DGT dipasang dan di-deployment pada larutan dengan variasi waktu
2, 4, 8, 10, 12 dan 24 jam. Kemudian larutan dianalisis menggunakan CV- AAS.
Aplikasi DGT (pengukuran Ce) Terhadap
Logam Merkuri pada Tanah
Sebanyak 300 g
tanah yang di-spike larutan logam, Hg
dengan konsentrasi 0 (kontrol), 10 mg/kg, 30 mg/kg, 30 mg/kg, 50 mg/kg, 75 mg/kg, 100 mg/kg dan 150 mg/kg tanah,
100%WHC. Tanah diaduk dan didiamkan selama 24 jam. Perangkat DGT yang telah dirakit kemudian digelar
(deploy) selama
24 jam, lalu perangkat DGT diangkat dari tanah lalu dibilas. Moulding DGT
dibuka secara hati-hati untuk diambil diffusive dan
resin gelnya. Kedua gel itu dielusi dengan 2 mL HNO3
1 M selama 24 jam dan dianalisis CV-AAS.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pengambilan Sampel Tanah
Sampel tanah dalam penelitian ini diambil dari lokasi persawahan padi di DesaPuraseda, Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat (S 06o 40' 59.96" E 106o 35' 36.49” ketinggian 731 m dari permukaan
laut). Sampel tanah diambil dari lokasi persawahan yang biasa digunakan masyarakat untuk bertani padi
dan sekaligus digunakan untuk mengolah emas secara tradisional. Sampel dibersihkan dari pengotor-pengotor.
Karakterisasi Fisikokimia Sampel Tanah
Parameter yang diujikan dalam karakterisasi tanah meliputi kadar air, pH, water holding capacity (kapasitas
tahanan air), total organik karbon, tekstur tanah, kapasitas tukar kation, serta kadar awal dari logam Hg pada tanah.
Tabel 1
Hasil karakterisasi sifat fisikokimia sampel tanah
Parameter |
Nilai |
Kadar air (%) |
63,9 |
Tekstur tanah (%) |
|
Pasir Debu Liat |
35 33 32 |
pH H2O |
4,39 |
pH KCl |
3,74 |
Total Organik Karbon (%) |
2,38 |
Nilai tukar kation (cmol(+)/kg) |
19,72 |
Water holding capacity (%) |
83 |
Hg awal (µg/kg) |
0,35 |
Berdasarkan hasil
pengukuran pada Tabel 1, nilai kadar pasir, debu dan liat diperoleh kadar pasir, debu,
dan liat, yaitu 35 %, 33 %, dan 32 %. Hasil uji pH H2O dan KCl adalah 4,4 dan 3,7. Nilai
pH memainkan peran
dalam tingkat muatan negatif pada fase padat tanah. Pada pH tanah yang semakin asam (pH
< 6), maka akan semakin banyak muatan positif (H+) pada fase padat tanah. Hal ini memungkinkan
terjadi kompetisi pada situs aktif peningkatan pelepasan
logam dari situs aktif menuju
larutan tanah (Zheng et al, 2014).
Nilai pH yang asam menunjukkan sampel tanah memiliki
keadaan pH yang cukup baiksebagai
media mobilitas logam (Muhammad et al., 2012).
Nilai water holding capacity (WHC) adalah 83% yang berarti sampel tanah
dapat menampung 83 mL air dalam 100 gram tanah. Kapasitas tukar kation (KTK)
masuk kategori sedang sebesar
19,72 cmolc/kg. Kandungan
organik (TOC) sampel
tanah cukup rendah,
yaitu 2,38 %.Nilai C organik di bawah
5% menandakan sedikitnya binding site yang bisa disediakan asam humat
sebagai tempat pengikatan logam berat pada tanah sehingga kompleks organik logam akan mudah
larut dalam larutan
tanah dan menjadi
asupan untuk tanaman
(Kushwaha et al. 2017). Berdasarkan uji karakterisasi fisiokimia awal tanah, diperoleh
sampel tanah merupakan
tanah jenis latosol (Azizi,
1995).
Ekstraksi Bertahap
pada Tanah Uji
(a)
spike 0 mg/kg (b) spike 200 mg/kg (c) spike 500 mg/k
(d) spike 800 mg/kg (e) spike 1000 mg/kg
(f)
spike 1500
mg/kg (g) spike 2000 mg/kg
Gambar 1. Diagram hasil ekstraksi bertahap
masing-masing fraksi yang telah di spike logam Hg
Pada Gambar 1 digambarkan secara diagram batang hasil ekstraksi bertahap pada tanah uji. Proses
ekstraksi yaitu suatu
proses pemisahan senyawa
kimia yang disebabkan oleh adanya perbedaan kelarutan. (Adagunodo et al.,
2018). Tanah yang di spike menggunakan HgCl2 dengan
variasi enam konsentrasi berturut-turut mulai dari 200 mg/kg; 500 mg/kg; 800 mg/kg; 1000 mg/kg;
1500 mg/kg dan 2000 mg/kg.
Secara umum nilai dari semua fraksi, terdapat
peningkatan nilai akumulasi Hg seiring dengan penambahan spike awal.
Fraksi larut air (water soluble)
Ekstraksi F1 (deionized water) dapat
digunakan untuk menentukan kadar Hg0 atau ion Hg yang dapat bermigrasi, dengan
asumsi bahwa Hg0 tidak teradsorpsi pada partikel atau teroksidasi menjadi
Hg(II). Konsentrasi fraksi (deionized water) pada tiap konsentrasi
spike Hg berkisar
3,34 - 8,92 µg/kg, sedangkan pada tanah blanko dengan kadar 0,64 µg/kg. Nilai F1 yang kurang
dari 50 µg/kg Hg dalam F1 ditafsirkan secara ambigu, merkuri pada tingkat kejenuhan air
dapat digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan kadar Hg0 dalam sampel tanah.
Fraksi larut asam (‘human stomach acid’ soluble Hg)
Akumulasi fraksi
merkuri yang larut asam (F2) terhadap total kandungan merkuri di tanah yang telah
di spike awal berkisar
0,73 – 1,72 µg/kg. Jumlah
akumulasi yang relatif
lebihkecil dari merkuri yang larut dalam
air (F1).
Fraksi terikat organik (organically bound Hg)
Tanah di tempat pengambilan
sampel termasuk golongan tanah latosol. Pengaruh tingkat material organik
yang lebih rendah dikaitkan dengan lapisan tanah yang menyajikan kandungan liat yang lebih
rendah. Bahan organik diyakini memiliki dampak
yang signifikan terhadap penyimpanan, distribusi, dan metilasi Hg di tanah dan sedimen (Bravo et al., 2017; He et al., 2019). Nilai fraksi di spesi ini berkisar 5,22 – 8,00 µg/kg.
Fraksi Hg
unsur (elemental Hg)
Fraksinasi
merkuri dalam bentuk unsur (elemental Hg) merupakan fraksi dominan pada semua sampel bersama
dengan fraksi kelima dibandingkan ketiga
fraksi sebelumnya danmewakili
antara 110 – 163,04 µg/kg dari konsentrasi Hg yang
tersedia pada sampel yang telahdi spike awal. Meskipun Hg dianggap
dalam bentuk unsur, Bloom et al. (2003) menemukan
bahwa penggunaan HNO3 12 mol L−1 dapat mengakses Hg terikat pada amalgam Hg dan perak, senyawa organosulfur
dan fase kristal besi dan mangan.
Fraksi Hg
sulfida (Hg sulfide)
Fraksi kelima
yang diekstraksi menggunakan aqua regia
terutama berhubungan dengan merkuri
terikat sulfida (cinnabar dan metacinnabar, HgS) (Alshehri et al., 2016). Fraksi merkuri sulfida di dalam sampel tanah yang telah di spike awal
memiliki akumulasi yang paling tinggi yang berkisar
antara 353,3 – 2403 µg/kg. Fraksi 5 menggunakan akua regia, campuran dari asam nitrat dan asam klorida dapat memutus ikatan antara logam dengan ikatan silika.
Campuran dari asam nitrat dan asam klorida
akan membentuk gas NOCl yang kemudian terurai
menjadi gas NO dan Cl2 (Pers. 6).
HNO3(aq) +
3 HCl(aq) → NOCl(g)
+ Cl2(g) + 2 H2O(l) 2 NOCl(g) → 2 NO(g) + Cl2(g)
2NO(g) + O2(g) → 2 NO2(g) (6)
Eksperimen Tanaman
Tanaman yang digunakan dalam eksperimen ini yaitu tanaman
bayam batik (Amaranthus tricolor L).
Tahapan determinasi tanaman dilakukan untuk menentukan nama latin dari tanaman uji. Berbagai macam
jenis tanaman bayam yang ada di pasaran, terutama dari famili Amaranthaceae. Berdasarkan
pengamatan morfologi, bahwa bibit tanaman
berwarna hitam dilihat secara fisik, dapat tumbuh pada terestrial, berdaun bulat hijau terang, batang bercabang, dan di tengah daunterdapat pola berwarna merah kehitaman menyerupai batik.
(Gambar 2).
Gambar 2. Tanaman (a) A. tricolor L untuk determinasi (tanpa spike logam) dan (b) A. Tricolor L dengan spike awal
logam Hg
Eksperimen tanaman
akumulasi logam merkuri pada tanaman
uji A.tricolor L dilakukan pada tanah spike Hg (blanko, 200, 500, 800, 1000, 1500 dan 2000 mg/kg). Berdasarkan
hasil penelitian akumulasi Hg pada tanaman uji,
akumulasi merkuri total pada tanaman meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi spike tanah, dengan
kisaran 0,087 – 2,074 µg/kg. Penelitian
pada tanaman lain seperti Amaranthus blitum L jmenunjukkan peningkatan dengan penambahan spike Hg (5-20 mg/kg) berkisardari 0,18 – 1,11
µg/g (Sinduja et al,
2018) serta pada jenis Amaranthus spinosus L terkandung
70,69 mg/kg pada spike 100 mg/kg
selama 14 hari (Irsyad et al,
2014). Kadar Hg+2 yang tinggi sangat fitotoksik
bagi sel tanaman sel. Tingkat toksisitas
Hg+2 dapat menyebabkan cedera yang terlihat dan gangguan fisiologis pada tanaman (Sinduja et al., 2018).
Eksperimen DGT
Reaksi yang terjadi dalam proses reaksi akrilamidan dan MBA ini yaitu polimerisasi adisi
vinil yang diinisiasi oleh radikal bebas dari amonium
persulfat.
Gambar 3. Reaksi akrilamida dan MBA dengan inisiator
Ammonium persulfat dan katalisTEMED (Craciun et al., 2015)
Proses mekanisme
reaksi yang ada pada Gambar 3, dalam memperkuat struktur agar tidak mudah terurai oleh pelarut yang digunakan
MBA sebagai pengikat silang (crosslinker) sehingga membentuk suatu gel. Dengan
adanya ikat silang
(crosslink) ikatan
dalam polimer serta struktur dan sifat mekanik dari akrilamida dan inisiator akan menjadi lebih kuat. Tampilan
membran difusif dan binding gel ditunjukkan pada Gambar 4.5. Secara fisik
dapat terlihat, binding gel berwarna lebih keruh karena adanya
3-mercaptopropil dan gugus -SH yang terdistribusi dalam membran.
Gambar 4. Penampakan (a) membran difusi
(b) dan binding gel
Penentuan zat
terlarut yang efektif bergantung pada pilihan difusi lapisan dan bahan pengikat. Beberapa gel pengikat yang mengandungresin tiol (–SH) telah
dikembangkan untuk pengukuran spesies Hg
tunggal. Tiol adalah senyawa yang mengandung gugus
fungsi -SH, yang merupakan analog
sulfur dari gugus hidroksil atau alkohol. Karena keelektronegatifan sulfur dan hidrogen yang serupa, tiol bersifat kurang polardan
memiliki momen dipol yang lebih rendah daripada alkohol. Tiol
hanya memiliki ikatan hidrogen lemah dengan air dan tiol
lainnya. Gugus tiol terutama
digunakan untuk afinitas
kuat yang ditunjukkan oleh anion tiolat terhadap logam berat (Wermuth,2003). Mousavi (2015) juga menerangkan aturan asam dan basa keras dan lunak
memprediksi bahwa asam lunak dan basa lunak akan memiliki interaksi
yang kuat ditunjukkan oleh Gambar
5.
(a)
(b)
Gambar 5. Contoh reaksi
tiol (-SH) dan logam merkuri
(Hg)
Gambar 6. Spektrum FTIR dari 3-mercaptopropyl terfungsionalisasi silika gel
Karakterisasi binding gel dilakukan dengan FTIR seperti yang
ada pada gambar 6. Binding gel
merupakan membran yang memiliki gugus tiol
sehingga diperoleh 3000 – 3600 cm-1
stretching (R)3 Si- OH, pada panjang gelombang
2113,59 cm-1 dan 1170, 57 cm-1 stretching SiO3 ; panjang gelombang
1641,12 cm-1 stretching (R)2CH-NH-C dan
terjadi stretching Si- CH benzene pada1641,12
cm-1.
Faktor Elusi
Zhou
et al., (2018) menjelaskan
bahwa hasil dari membandingkan massal logam yang
berhasil dielusi secara eksperimen dengan nilai teoritisnya (C) yaitu 0,8.
Penelitian ini digunakan HNO3
1 M karena merupakan larutan yang secara umum digunakan pada proses elusi logam-logam (Zhang et al, 1995). Nilai hasil pengukuran
pada penelitian ini, diperoleh
faktor elusi (fe) Hg dengan HNO3 1 M menunjukkan nilai
faktor elusi sebesar 0,73.
Koefisien Difusi
Penelitian ini
menggunakan Crosslinker (pengikat silang) yang diaplikasikan
pada membran difusif
dan binding gel bukan jenis komersil
yang disediakan oleh DGT Corp. Pengikat silang yang digunakan yaitu methylenebisacrylamide (MBA). Hasil
pengamatan pada jam ke 2, 4, 8, 10, 12, dan 24 jam, massa logam yang berhasil dijerap
secara konsisten mengalami peningkatan. Nilai koefisien difusi (D) diperoleh
dari nilai kemiringan (slope) yangdiperoleh
dari hubungan massa logam dengan waktu, melalui persamaan berikut:
Gambar 7. Hubungan massa
logam yang terelusi seiring
dengan waktu untuk logam Hg
Berdasarkan hasil pengukuran, koefisien
difusi yang diperoleh
berdasarkan percobaan, yaitu 1,025 x 10-6 cm2/s , sedangkan berdasarkan literatur yang dipaparkan oleh DGT
Research dengan penggunaan agarose
dan Crosslinker akrilamida
pada suhu 25 ºC untuk logam Hg yaitu 8,00 × 10−6 𝑐𝑚2/𝑠. Nilai tersebut lebih kecil
dibandingkan nilai koefisien
difusi yang diperoleh
dari nilai teoritis
(DGT Research). Hal ini disebabkan karena
faktor ketebalan membran
difusif percobaan yang lebih tebal (2,1 mm) dibandingkan literatur (Zhang menggunakan tebal difusif 0,8 mm) serta
jenis Crosslinker yang berbeda
(penelitian ini menggunakan MBA). Ukuran pori dan laju migrasi dari ion logam
menuju binding gel akan berpengaruh karena
perbedaan Crosslinker dan ketebalan
membran difusif
(Zhang & Davison, 1999).
Gambar 8. Gambaran proses spesi ion yang kontak dengan perangkat DGT (Hooda et al., 1999)
Sistem di dalam
perangkat DGT terdiri atas lapisan-lapisan hidrogel membran yang seluruhnya saling menempel. Namun, hanya
objek tanah yang langsung kontak dengan membran
filternya. Mobilitas dari spesi ion logam dari tanah
ke resin ditentukan dari nilai gradien konsentrasi dengan ketebalan membran
tertentu. Ion logam akan terperangkap pada binding gel yang didahului difusi ion logam tersebut
melalui membran difusi (Gambar 8). Salah
satu parameter yang diperlukan untuk perhitungan CE adalah nilai Rdiff. Perhitungan nilai CE tidak
diperoleh karena tidak dilakukan pengukuran nilai Rdiff. Pengujian
Rdiff dianggap sukar dilakukan karena terlebih dahulu harus tersedia
data mengenai pore water,
pore soil dan soil density yang pada akhirnya dianalisa secara
stastistik (Lehto et al.,2006).
Gambar 9. Aplikasi
DGT pada sampel
tanah terkontaminasi Hg
Perhitungan nilai CDGT melibatkan massa logam yang terjerap, ketebalan membran filter dan difusif gel, waktu aplikasi, luas permukaan membran, serta koefisien difusi. Aplikasi DGT pada
tanah spike Hg (10, 30,
50, 75, 100 dan 150 mg/kg) juga menunjukkan
peningkatan akumulasi Hg pada binding gel, berkisar
0,0115 – 0,0264
µg. Berdasarkan nilai logam yang terakumulasi
maka diperoleh
CDGT-Hg dengan kisaran 8, 6074 – 19,8790 µg/L
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2
Nilai CDGT sampel tanah spike logam
Hg
Spike Logam |
Cspike tanah (µg/kg) |
CDGT (µg/L) |
Ctanaman (µg/kg) |
Spike Hg 10 mg/kg |
200000 |
8,6074 |
0,087 |
Spike Hg 30
mg/kg |
500000 |
11,4765 |
0,195 |
Spike Hg 50 mg/kg |
800000 |
11,6814 |
0,948 |
Spike Hg 75 mg/kg |
1000000 |
17,8296 |
1,409 |
Spike Hg 100 mg/kg |
1500000 |
19,6740 |
1,843 |
Spike Hg 150 mg/kg |
2000000 |
19,8790 |
2,074 |
Berdasarkan hasil perbandingan nilai akumulasi Hg dan nilai Hg dengan
DGT dibandingkan dengan konsentrasi spike awal yang diberikan memang berbeda
jauh. Konsentrasi Hg yang berhasil dijerap DGT jauh lebih besar dikarenakan perangkat ini
hanya mampu menjerap spesi logam labil ataupun logam kompleks yang ikatannya
lemah. Oleh karena itu, diduga Hg yang berhasil terjerap pada DGT merupakan ionbebas Alkil Hg ataupun Hg2+
dalam bentuk unsur. Namun jika dikaitkan
dengan karakterisasi tanah awal maka hal ini sesuai karena sampel
tanah diduga kuat merupakan hasil sedimentasi yang sudah lama terjadi
bertahun-tahun yang diakibatkan salah satunya dari maraknya
tambang emas tradisional ilegal
warga. Selain itu selektivitas dari binding gel 3-mercaptopropyl
terfungsionalisasi silikagel efektif dalam melakukan prosespenjerapan Hg padatanah yang
terkontaminasi.
(a)
(b)
Gambar 10 (a) Hubungan
CDGT-Hg vs konsentrasi spike tanah
Hg dan (b) hubungan akumulasi Hg
pada tanaman vs konsentrasi spike Hg
Evaluasi
konsentrasi DGT (CDGT) terhadap konsentrasi spike logam Hg serta akumulasinya pada tanaman Amaranthus tricolor L ditunjukkan pada Gambar 10.
Korelasi ini menunjukkan kemampuan DGT sebagai
mimicking pada tanaman.
Nilai koefisien korelasi CDGT-Hg
vs konsentrasi
spike tanah diperoleh sebesar 0,85 dan 0,92 untuk CDGT dengan akumulasi logamHg pada tanaman. Berdasarkan hasil evaluasi hubungan
akumulasi Hg
pada tanaman vs CDGT-Hg, menunjukkan nilai
koefisien yaitu 0,909 yang menunjukkan kedekatan
dengan koefisien korelasi CDGT-Hg vs
konsentrasi spike tanah serta akumulasinya di tanaman, maka DGT dapat menjadi
solusi untuk prediksi dalam serapan logam Hg dan Hg oleh Amaranthus tricolor L.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian, metode ekstraksi bertahap yang telah dilakukan, akumulasi logam Hg maupun Hg pada Amaranthus tricolor semakin meningkat seiring dengan penambahan spike logam
pada tanah. Diperoleh distribusi fraksi logam Hg dan Hg pada tanah paling banyak ditemukan
dalam bentuk fraksi 4 (Hg elemental) dan fraksi 5 (Hg sulfida). Crosslinker methylenebisacrylamida
(MBA) dapat digunakan sebagai pengikat silang pada membran difusif dan binding gel. Penggunaan binding gel 3-mercaptopropil terfungsionalisasi silika gel dapat diaplikasikan dalam penentuan Hg pada tanah terkontaminasi. Korelasi antara CDGT-Hg dengan konsentrasi spike tanah dan akumulasi logam di
tanaman Amaranthus tricolor L menunjukkan korelasi yang baik sehingga DGT
dapat digunakan sebagai metode dan alat dalam memprediksi penyerapan logam Hg dan Hg pada tanaman
bayam batik (Amaranthus tricolor L).
Alshehri, S.M., Aldalbahi, A., Ahamad, T., Alhokbany, N., 2016. Synthesis and characterization of mackinawite nanocrystal s (FeSm) and their
application in recovery of aqueous Hg(II) solution. Desalin. Water Treat. 57 (14), 6594–6603.
Anis Azizi, 1995. “Beberapa
Sifat Fisik dan Kimia Tanah Latosol (Oxic Dystropept) Parung yang
Disawahkan.”
Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bravo, A.G., Bouchet, S.,
Tolu, J., Bjorn, E., Mateos-Rivera, A., Bertilsson,
S., 2017, Molecular
Composition
Of Organic Matter Controls Methylmercury Formation in Boreal
Lakes. Nature Commun. 8,
14255.
Craciun, G., Ighigeanu, D., Manaila, E and Stelescu, M. D. 2015.
“Synthesis
and Characterization of Poly(Acrylamide-Co-Acrylic Acid) Flocculant Obtained by Electron Beam Irradiation.
Materials Research. 18(5):
984-993. http://dx.doi.org/10.1590/1516-1439.008715.
Gao, Yue, Sam De Hgaemer, and
Willy Baeyens. 2014. “A Novel Method
for the Determination of Dissolved Methylmercury Concentrations Using Diffusive Gradients in Thin Films Technique.” Talanta.
Hooda P. S, H. Zhang, W. Davison dan A. C. Edwards. 1999.
“Measuring Bioavailable Trace Metals by
Diffusive Gradients in Thin Films (DGT):
Soil Moisture Effects on Its Performance in Soils. European Journal of Soil Science, 285-294.
Hissler, Christophe, and Jean Luc Probst.
2006. “Impact of Mercury Atmospheric Deposition on Soils and Streams
in a Mountainous Catchment
(Vosges, France) Polluted by Chlor-Alkali Industrial Activity: The Important Trapping Role of the Organic Matter.” Science of the Total
Environment. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2005.05.023.
Irsyad M , Rismawaty S, Musafira. 2014. “Translokasi Merkuri (Hg) pada Daun Tanaman Bayam
Duri (Amaranthus
Spinosus L) dari Tanah Tercemar. Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(1):
8-17.
Kahkha, Mohammad Reza Rezaei,
Somaye Bagheri, Roghayeh Noori, Jamshid Piri, and Safoura Javan. 2017. “Examining Total Concentration and Sequential Extraction of Heavy Metals
in Agricultural
Soil and Wheat.” Polish Journal of Environmental Studies.
Mousavi, A. 2015. “Are Thiolate
Anions the Only Natural Organic Matter Ligands for Which Mercury (II) has An Exceptionally
High Affinity in Aquatic Ecosystem?.” Rev. Chim. 66. 774-777.
Muhammad, I., Puschenreiter, M., & Wenzel,
W. W. (2012). Cadmium and Zn availability as affected by pH manipulation
and its assessment
by soil extraction,
DGT and indicator plants. Science of the Total Environment, 416, 490–500.
Różański, Szymon Łucjan, Jose Matias Peñas Castejón, and Gregorio
García Fernández. 2016. “Bioavailability
and Mobility of Mercury in Selected Soil Profiles.” Environmental Earth Sciences. https://doi.org/10.1007/s12665-016-5863-3.
Saefumillah A, Aprianti D D, Abdullah I, Husna I. 2013 . N, N’Metilenbisakrilamida (MBA) pada Sistem DGT Berbasis Gel dengan Adsorben
TiO2 untuk Penentuan Konsentrasi Fosfat di Lingkungan Akuatik. Modification of the Diffusive Layer with N,N’-methylenebisacrylamide (MBA) Crosslinker on TiO2 based DGT. II(2):173–184.
Turull, Marta, Clàudia Fontàs, and Sergi Díez. 2019. “Conventional and Novel Techniques for the Determination of Hg Uptake
by Lettuce in Amended Agricultural Peri-Urban Soils.” Science of the Total Environment. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2019.02.244.
U.S. EPA. 2005. “Method 3200.
Mercury Species Frationation and Quantification by MiHgowave Assted Extraction, Selective Solvent Extraction and/or Solid Phase
Extraction.” In Mercury Species Frationation and Quantification by MiHgowave Assted Extraction, Selective Solvent Extraction and/or Solid Phase Extraction. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.
Copyright holder: Helmiady, Asep Saefumillah (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |