Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 11, November 2022
SKEMA SOCIAL FUNDING PADA KOPERASI
JASA NON SIMPAN PINJAM UNTUK ANGGOTA
YANG MEMBUTUHKAN PENDANAAN: ANALISIS YURIDIS SESUAI PRINSIP SYARIAH DAN HUKUM POSITIF
Wirda Rohmah1, Rizka2,
Imron Rosyadi2
1Mahasiswa Pascasarjana,
Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia
2 Dosen Pascasarjana,
Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui skema social funding terbaik
dalam koperasi jasa non simpan pinjam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dana dari anggotanya. Hal ini penting untuk
diulas karena selama ini tidak
ada skema dalam pemenuhan kebutuhan dana tersebut mengingat koperasi jasa non simpan pinjam tidak mengakomodir
transksi peminjaman uang. Selama ini skema
simpan pinjam hanya ada pada koperasi jenis simpan pinjam yang berasaskan hutang piutang. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah
metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif normative menggunakan sumber primer data transaksi yang
diberikan oleh pihak koperasi dan juga sumber sekunder dari jurnal
dan Pustaka lainnya. Hasil penelitian
ini adalah bahwa skema social funding
terbaik yang bisa digunakan oleh koperasi jasa non simpan pinjam untuk memenuhi
kebutuhan dana anggotanya adalah dengan mix skema yang merupakan perpaduan antara akad qardhul hasan dan mudharabah.
Adapun jumlah maksimal yang
bisa dipinjamkan adalah sebesar 50% dari total simpanan hari tua anggota
tersebut. Sedangkan waktu pinjaman paling lama adalah selama 5 tahun. Jumlah dan lama waktu pinjama ini
telah mempertimbangkan risiko kredit dan risiko operasional yang mungkin timbul. Ditinjau dari aspek
teologis maka social
funding adalah ajaran islam yang agung yang disampaikan
di dalam Al-Quran dan Sunnah. Adapun jika ditinjau dari
aspek hukum positif yang berlaku di Indonesia
maka social funding merupakan
jati diri bangsa Indonesia yang telah ada sejak ratusan
tahun sebelum diproklamirkan Negara Indonesia pada 17 Agustus
1945. Dan kemudian dituliskan
dalam dasar negara yaitu Pancasila dan UUD 1945 sebagai
bagian dari prinsip berbangsa Bangsa Indonesia.
Kata Kunci: Social Funding, Koperasi
Syariah, Koperasi Jasa Non Simpan
Pinjam,
The purpose of this research is to find out the
best social funding scheme in non-savings and loan service cooperatives that
can be used to meet the funding needs of its members. This is important to
review because so far there is no scheme to fulfill
the need for these funds, considering that non-savings and loan service
cooperatives do not accommodate money-lending transactions. So far, savings and
loan schemes only exist in savings and loan cooperatives based on accounts
payable. The method used in this paper is a qualitative method with a
descriptive normative approach using the primary source of transaction data
provided by the cooperative and also secondary sources from journals and other
libraries. The results of this study are that the best social funding scheme
that can be used by non-savings and loan service cooperatives to meet the
funding needs of its members is the mix scheme which is a combination of qardhul hasan and mudharabah contracts. The maximum amount that can be loaned
is 50% of the member's total retirement savings. The maximum loan period is 5
years. The amount and duration of this loan have taken into account credit risk
and operational risk that may arise. Judging from the theological aspect,
social funding is a great Islamic teaching that is conveyed in the Al-Quran and
Sunnah. Meanwhile, if viewed from the positive legal aspect that applies in
Indonesia, social funding is the identity of the Indonesian nation which has
existed for hundreds of years before the proclamation of the State of Indonesia
on August 17, 1945. And then it was written on the basis of the state, namely
Pancasila, and the 1945 Constitution as part of the principle of the nation.
Indonesian nation.
Keywords: Social
Funding, Sharia Cooperative, Non-Savings and Loan Services Cooperative
Pendahuluan
Salah satu cara dalam
mewujudkan pembangunan yang
bertujuan untuk mensejahterakan suatu bangsa sesuai dengan
UUD 1945 pada alinea ke IV adalah dengan dibentuknya
suatu usaha bersama berbadan hukum dengan tujuan
mensejahterakan anggotanya secara khusus dan mensejahterakan masyarakat pada umumnya atau yang disebut dengan Koperasi (Ilmi, 2017).
Perkembangan koperasi di Indonesia, dari tahun ke tahun,
menunjukkan pertumbuhan positif. Data Kementerian Koperasi
menyebutkan, jika pada tahun 2013, Indonesia memiliki
143.117 unit koperasi aktif.
Jumlah tersebut meningkat menjadi 147.249 unit koperasi aktif pada tahun 2014. Angka itu naik lagi menjadi 150.223 unit koperasi aktif pada tahun 2015. Dari jumlah koperasi aktif tersebut, sebanyak 1,5% atau 2.253 unit adalah koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah (Harto, Amaliah, & Mulyati,
2018).
Suatu koperasi didirikan
bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun
tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 (Pemerintah Republik Indonesia,
1992).
Permodalan koperasi adalah
suatu modal yang bersumber dari kesepakatan bersama berupa simpanan pokok dan simpanan wajib yang menjadi kewajiban setiap anggota/calon anggota dan simpanan/tabungan sukarela anggota/calon anggota serta
penyertaan pihak ketiga (Ali, 2013). Keberhasilan kopersai
dapat di ukur dengan: pertumbuhan anggota, meningkatnya SHU dan meningkatnya
permodalan koperasi (Aji, 2011). Terkait dengan
permodalan koperasi maka berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Pasal 41 dan 42 Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman dengan rincian (Ilmi, 2017):
1.
Modal sendiri
dapat berasal dari:
a.
Simpanan pokok;
Simpanan pokok adalah sejumlah
uang yang sama banyaknya
yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota.
Simpanan pokok tidak dapat diambil
kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
b.
Simpanan wajib;
Simpanan wajib adalah jumlah
simpanan tertentu yang tidak harus sama
yang wajib dibayar oleh anggota kepada Koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat
diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
c.
Dana Cadangan;
Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha,
yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian
Koperasi bila diperlukan.
d.
Hibah.
2.
Modal pinjaman
dapat berasal dari:
a.
Anggota;
b.
Koperasi lainnya dan/atau
anggotanya;
c.
Bank dan lembaga keuangan
lainnya;
d.
Penerbitan obligasi dan surat
hutang lainnya;
e.
Sumber lain yang sah.
3.
Selain modal dengan skema
di atas, Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan.
Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan koperasi dalam meningkatkan kegiatan usahanya (Kementrian Koperasi Dan Usaha Kecil
Dan Menengah Republik Indonesia, 2018).
Dalam tahapan penyusunan dasar teori, penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif normatif yang berbasis pada studi literasi dengan mengumpulkan jurnal dan publikasi yang terindeks pada google.
Jurnal dan publikasi tersebut merupakan jurnal dan publikasi yang sesuai dengan topik
pada penelitian ini. penelitian deskriptif (menggambarkan), yaitu penelitian yang berupaya untuk menggambarkan secara lengkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti (Laksana, Jayantiari, & Dewi,
2016).
Adapun ketika mengolah data maka penelitian ini menggunakan metode menggunakan tipe penelitian kualitatif yang bersifat kualitatif deskriptif. Dalam penelitian deskriptif kualitatif digunakan paradigma interpretif. Tahapan pertama adalah meminta data dari pihak Koperasi JKRL lalu kemudian data diolah secara interpretative
untuk mendapatkan skema perhitungan terbaik untuk menjawab
tujuan penelitian yang telah diajukan.
Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data primer yaitu berupa data yang didapatkan dari Koperasi JKRL yang dikeluarkan
oleh pihak koperasi JKRL
yang berkaitan dengan social
funding.
Dan dalam penelitian ini juga bersifat induktif, yaitu penelitian dimulai dengan mempelajari suatu proses atau, mencatat, menganalisis, mentafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut. Pendekatan empiris-induktif bercirikan dialectical logic berdasarkan
logika bahwa kebenaran bersifat relatif dan dipengaruhi oleh asumsi-asumsi dasar yang dianut dan dialektika sosial yang terjadi (Ikhsanudin, 2012).
Metode Berpikir Induktif adalah Cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan
yang bersifat umum dari berbagai kasus
yang bersifat individual. Penalaran
secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan
yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum, sebaliknya Metode berpikir deduktif adalah Metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu
untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus (Purwanti, 2020).
Populasi yaitu seluruh objek / seluruh individu / seluruh gejala / seluruh kejadian/seluruh unit yang akan diteliti (Nuraeny, 2005). Sedangkan Soerjono Soekamto, menjelaskan populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang sama (Muhaimin, 2020). Dalam suatu penelitian tidak harus meneliti semua obyek (populasi)
tetapi cukup diambil sebagian saja untuk diteliti
sebagai sampel dengan disertai argumentasi (Tim Penulis, 2019). Adapun Sampel adalah
jumlah responden penelitian yang telah ditetapkan oleh peneliti dalam melakukan penelitian (Muhaimin, 2020).
Hasil dan Pembahasan
Islam sebagai agama yang sempurna pasti sudah mengatur
segala hal secara utuh karena
sifat agama Islam adalah Shalihun li kulli makan wa zaman. Oleh karena itu tugas
kita hanya menggali nilai-nilai yang terkandung di dalam Islam lalu mengkontekskan dengan problematika kekinian agar bisa terus menjadikan agama ini sebagai rahmatan
lil ‘alamin.
Tolong menolong sesama manusia merupakan sunnatullah yang tidak dapat dihindari (Delvia, 2019). Islam menawarkan
pola ekonomi yang bertolak dari ajaran-ajaran
tentang pemenuhan kebutuhan, kepentingan, kerja sama, saling
tolong menolong, tidak bertolak dari perjuangan dan perlawanan antar kelas masyarakat (Khobir, 2017).
Akad tabarru’ (gratuitos
contract) adalah segala
macam perjanjian yang menyangkut non profit transaction
(transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan
komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong
menolong dalam rangka berbuat kebaikan (Oktayani, 2018).
Tolong menolong (ta’awun) dan saling membantu sesama manusia sesuai prinsip Tauhid dalam kebaikan dan takwa kepada Allah ﷻ sangat di anjurkan dalam islam, tetapi tidak
di anjurkan dalam dosa dan permusuhan (Hamzah & Hafied, 2014). Tolong
menolong adalah perintah agama dan diperintahkan langsung oleh Allah
ﷻ.
Allah ﷻ berfirman:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya“ [al-Mâidah/5:2]
Berdasarkan ayat di atas maka
harus menjadi sikap setiap orang Islam untuk saling membantu
jika saudaranya membutuhkan bantuan, sehingga kita juga harus tolong menolong
dalam kebaikan, dalam mensejahterakan masyarakat (Rozali, 2019). Koperasi
merupakan salah satu bentuk tolong-menolong, kerjasama, dan saling menutupi kebutuhan. Menutupi kebutuhan dan tolong-menolong kebajikan adalah salah satu wasilah untuk mencapai
ketakwaan yang sempurna (haqqa tuqatih) (Syamsiyah, Syahrir, & Susanto,
2019).
Bahkan ayat di atas merupakan
jawaban bagi kita sesama manusia
untuk saling tolong menolong dalam hal kebaikan,
bisa diartikan dalam kegiatan jual beli tolong
menolong bisa dilakukan dengan pembayaran secara kredit karena tidak
semua manusia dapat memenuhi kebutuhannya secara cukup, oleh karena itu kredit bisa
digunakan sebagai jalan keluar (Fatriansyah, 2020).
Inti dari semuanya bahwa
Allah ﷻ mengajak untuk saling tolong-menolong
dalam kebaikan dengan beriringan ketakwaan kepada-Nya. Sebab, dalam ketakwaan,
terkandung ridha Allah ﷻ. Sementara saat berbuat baik,
orang-orang akan menyukai. Barang siapa memadukan
antara ridha Allah ﷻ dan ridha manusia, sungguh kebahagiaannya telah sempurna dan kenikmatan baginya sudah melimpah.
Dalam hal saling tolong-menolong dan saling waris-mewarisi, maka tidak ada
saling waris-mewarisi antara kalian dan mereka (kaum musyrikin dan Yahudi).
Hikmah tolong menolong (ta’awun) dalam kebaikan adalah: (1) Dapat lebih mempererat
tali persaudaraan. (2) Menciptakan hidup yang tenteram dan harmonis. (3) Menumbuhkan rasa gotong-royong antarsesama
(Delvia, 2019). Orang berilmu membantu orang lain dengan ilmunya. Orang kaya membantu dengan kekayaannya. Dan hendaknya kaum Muslimin menjadi satu tangan dalam
membantu orang yang membutuhkan.
Jadi, seorang Mukmin setelah mengerjakan suatu amal shalih,
berkewajiban membantu orang
lain dengan ucapan atau tindakan yang memacu semangat orang lain untuk beramal.
Jual beli itu terjadi
atas penjual, pembeli, shighat (akad kesepakatan) dan barang (Al-Mishri, 2006). Jual
beli sebagai sarana tolong menolong
antara sesama umat manusia mempunyai
landasan yang kuat dalam al-quran dan sunah (NN, 2000). Dan sudah
menjadi pemahaman semua orang Islam bahwa Allah ﷻ mengharamkan riba dan membolehkan jual beli.
Allah ﷻ juga berfirman:
“…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” [Al-Baqarah/2: 275]
Berdasarkan ayat di atas maka
keuntungan boleh diambil dari transaksi
jual beli bukan hutang piutang.
Nash ini menunjukkan bahwa sighat ini merupakan
dalil nyata untuk menjelaskan tiap-tiap apa yang dimaksud oleh pembicaraan itu. Pertama, jual
beli itu bukan seperti riba.
Jual beli itu hukumnya halal Riba itu hukumnya
haram. Arti keduanya ini difahamkan dari nash tersebut maksud
dari pembicaraan. Yang pertama, adalah maksud pokok dari
pembicaraan, karena ayat itu, untuk
membantah orang yang mengatakan,-
Jual beli itu seperti riba.
Yang kedua, maksud dari jalan pembicaraan
itu mengikut. Karena menafikan contoh-contoh yang mengikut pemyataan hukum dari keduanya
itu. Sehingga ada yang diambil dari kedua hukum
yang bcrbeda. Keduanya itu bukan contoh.
Dan kalau diringkaskan arti
maksud dari pembicaraan pokok, maka dikatakan bahwa jual beli
itu bukan seperti riba (Khallaf, 2005).
Allah ﷻ menyampaikan kekejian riba dan ancaman terhadap pelakunya, kemudian Allah ﷻ menganjurkan shodaqah dengan kemurahan, kesucian, dan pembersihan sebagai implementasi tolong menolong dan gotong royong (Hardiwinoto, 2018). Keharaman
riba sama dengan keharaman meminum khamer dan memakan babi(An-Nawawi, 2010b). Bahkan
riba dapat membatalkan akad yang sudah dibuat (An-Nawawi, 2010a).
Sementara itu berdagang adalah
pekerjaan yang paling baik,
pitu apabila ia terlepas dari
transaksi Snng haram, seperti riba, penipuan,
tipu daya dan pemalsuan serta hal-hal lainnln, berupa memakan harta manusia dengan
bathil (Al-Bassam, 2010a).
Skema syariah
menawarkan berbagai skema pembiayaan yang dibagi ke dalam
2 (dua) pola yaitu pembiayaan non komersial dan pembiayaan komersial, di mana pembiayaan non
komersial menggunakan skema qardhul hasan, sementara pembiayaan komersial menggunakan skema salam dan pembiayaan modal kerja menggunakan skema musyarakah atau mudarabah (Tim Kelompok Kerja Otoritas Jasa
Keuangan, 2016). Ciri-ciri manajemen
Islam, antara lain: manajemen
berdasarkan akhlak luhur (akhlakul karimah), terbuka, demokratis, berdasarkan ilmu, tolong menolong
(ta’awun) dan berdasarkan
perdamaian (Amalia, 2012).
Permodalan usaha di atas juga dapat diikuti dengan
pinjaman qardhul hasan. Dalam terminologi ekonomi/keuangan syariah, qardhul
hasan adalah pinjaman yang tidak mengambil manfaat (keuntungan) apa pun namun tetap ditekankan
untuk dibayarkan kembali (Hafizah, 2020). Produk/skema ini merupakan
salah satu produk/skema sistem keuangan
syariah yang sangat penting dalam
mendukung pemulihan atau menopang perekonomian
(Iskandar, Possumah, & Aqbar,
2020).
Qard Al-Hasan yang terdapat
pada Koperasi Syariah merupakan
jenis pembiayaan yang diberikan kepada anggota koperasi yang kurang mampu dalam
hal permodalan dan memiliki kriteria tertentu (Aditya, 2019). Pembiayaan qardul
hasan adalah penyediaan dana oleh koperasi untuk memenuhi kebutuhan anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan/ atau anggotanya disertai dengan kewajiban mengembalikan pokok pinajaman pada waktu yang disepakati. Untuk mengoptimalkan manfaat koperasi kepada para anggotanya, koperasi jasa keuangan syariah atau unit jasa keuangan syariah hendaknya menyediakan produk pembiayann qardhul hasan (Burhanuddin, 2019).
Hutang adalah muamalah yang dibolehkan dalam islam. Hutang dapat
membawa seseorang ke surga karena
niatnya untuk tolong menolong sesama manusia (hablun minannaas) namun hutang juga dapat membawa seseorang
terjerumus kedalam api neraka manakala
tidak dikelola dengan baik (Cahyadi, 2014). Utang piutang ini merupakan sebuah
akad yang bertujuan untuk tolong menolong,
bukan sebagai pengembangan modal. Sehingga syarat tambahan atau bunga yang ditetapkan pihak piutang itu tidak
diperbolehkan (Ratnasari, 2019). Utang piutang
merupakan sebuah perbuatan hukum yang mengandung aspek sosial yang bertujuan untuk tolong menolong
antar sesama. Sehingga adanya syarat dalam transaksi
utang piutang yang ditetapkan
baik secara pribadi atau secara
kedua belah pihak itu tidak
diperbolehkan karena tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip ajaran
Islam (Enes, 2017).
Pada zaman
dahulu para fuqaha berpendapat,
bahwa hutang piutang wajib dikembalikan
sesuai dengan jumlah penerimaan sewaktu mengadakan akad tanpa menambah
atau menguranginya. Tambahan atau memberikan
biaya tertentu yang dibebankan kepada debitur dapat memancing
pernyataan riba, sedangkan riba diharamkan dalam al-Qur’an. Pengharamannya juga telah disepakati oleh para as-salafus ṣāliḥ dan para ulama mujahid sesudahnya
(Nofitasari, 2016).
Sedekah adalah pemberian tulus dari yang mampu kepada yang butuh tanpa mengharap
imbalan dari mereka. Riba adalah
mengambil kelebihan di atas modal dari yang butuh dengan mengeksploitasi
kebutuhannya (Shihab, 2005).
Kaedah Umum dalam Memahami
Riba, Ada hadits yang berbunyi,
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً, فَهُوَ رِبًا
“Setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.” (Diriwayatkan
oleh Al-Harits bin Abi Usamah.
Sanadnya terputus sebagaiaman disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Begitu pula hadits ini punya penguat dari Fadholah bin ‘Ubaid dikeluarkan oleh Al-Baihaqi)
Walau hadits di atas dha’if (lemah) namun kandungannya benar karena dikuatkan
oleh kata sepakat para ulama.
Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,
أجمع العلماء على أن المسلف إذا
شرط عشر السلف
هدية أو زيادة
فأسلفه على ذلك أن أخذه
الزيادة ربا
“Para
ulama sepakat bahwa jika seseorang yang meminjamkan utang dengan mempersyaratkan 10% dari utangan sebagai hadiah atau tambahan,
lalu ia meminjamkannya
dengan mengambil tambahan tersebut, maka itu adalah
riba.” (Al-Ijma’, hal. 99, dinukil
dari Minhah Al-‘Allam, 6:
276).
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ
، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ
“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka
itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan
oleh para ulama.” (Al-Mughni, 6: 436)
Jika tambahan bukan prasyarat awal, hanya kerelaan dari pihak peminjam
saat mengembalikan utang, tidaklah masalah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Raafi’ bahwasanya Nabi ﷺ pernah meminjam dari seseorang
unta yang masih kecil. Lalu ada unta zakat yang diajukan sebagai ganti. Nabi ﷺ lantas menyuruh Abu Raafi’ untuk mengganti unta muda yang tadi dipinjam. Abu Raafi’ menjawab, “Tidak ada unta
sebagai gantian kecuali unta yang terbaik (yang umurnya lebih baik, -pen).” Nabi ﷺ kemudian menjawab,
أَعْطُوهُ فَإِنَّ مِنْ خِيَارِ النَّاسِ أَحْسَنَهُمْ قَضَاءً
“Berikan saja unta
terbaik tersebut padanya. Ingatlah sebaik-baik orang adalah yang baik dalam melunasi
utangnya.” (HR. Bukhari, no. 2392 dan Muslim, no. 1600).
Namun jika tambahan ini
dipersyaratkan dari awal maka ini
riba, baik besar maupun kecil,
sedikit maupun banyak hukumnya haram.
Allah ﷻ sudah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya permasalahan ekonomi, baik skala
mikro (kecil) ataupun skala makro
(besar).
Allah ﷻ berfirman:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri.” (QS An-Nahl: 89)
Allah ﷻ juga mengatur seluruh permasalahan yang berhubungan dengan masalah social funding tanpa
harus berkecimpung dalam riba dan dosa. Dalam ekonomi
Islam, tidak ada istilah Lending (meminjamkan),
lending ratio dalam hal
ini berarti Qardhul Hasan (pinjaman
kebaikan) (Aisyah & Nurmala, 2019). Akad tabarru’ yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan
tujuan kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan
komersial (Fadilah & Makhrus, 2019a).
Di antara produk Islam di dalam bidang ekonomi adalah Jual Beli
(Bay) dan Hutang-piutang (Qard) dengan penjelasan sebagai berikut:
a.
Bay : pihak yang membutuhkan
dana melepas kepemilikan hak miliknya kepada
pihak lain untuk mendapatkan dana segar dari pihak yang membelinya. Hak kepemilikan dalam hal ini
bisa berupa barang, atau jasa.
Dalam konsep jual beli keuntungan
yang diperoleh menjadi sah secara hukum
agama.
b.
Qardh : Pihak yang membutuhkan
dana mendapatkan dana segar dari
pihak yang meminjamkan dengan ketentuan mengembalikan dana yang dipinjam dalam waktu yang disepakati tanpa ada kesepakatan memberikan keuntungan apapun dalam transaksi
tersebut. Sehingga dalam konsep Qardh
ini keuntungan sekecil apapun bersifat haram.
Mengingat bunga dilarang
dalam Islam, maka pinjaman qardh maupun qardhul hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Lebih khusus
lagi, pinjaman qardhul hasan merupakan pinjaman kebajikan yang tidak bersifat komersial, tetapi bersifat sosial (Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 2016). Akad tijarah
merupakan semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersil, misalnya mudharabah, wadi’ah dan wakalah,
sedangkan akad tabarru’ merupakan semua bentuk akad
yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, tidak ditujukan untuk komersil (Mazwini, 2015). Sehingga dapat
dikatakan bahwa akad tabarru itu bersifat sosial
bukan komersial (H., 2017).
Sikap saling tolong menolong dan bersama-sama untuk tujuan yang baik, dengan kata lain kemitraan adalah bentuk kerjasama usaha atas dasar
tolong menolong antara sesama manusia
dengan tujuan mendapatkan profit, dalam hal ini profit yang dimaksud akad yang terletak pada prinsip- prinsip yang berdasarkan ketentuan-ketentuan ajaran Islam (Masfufah & Achiria, 2019).
Masyarakat muslim
adalah masyarakat yang berdiri diatas prinsip amanat, keadilan, tidak memakan harta orng
lain secara bathil, tidak berbisik-bisik dan berunding kecuali untuk kebaikan, tidak mengeraskan suara yang jelek kecuali bagi orang yang dianiaya, suka memberikan pertolongan yang baik, suka memberi
dan membalas penghormatan
yang baik, melarang perbuatan yang keji, mengharamkan pelacuran dan pergundikan, tidak sombong, congkak, riya bakhil, dengki,
dan dendam. Mereka selalu menegakkan solidaritas sosial, tolong menolong, salig memberi nasehat,
toleran, bantu membantu, pemberani dan menaati kepemimpinan yag memang benar-benar
berhak terhadap kepemimpinan itu (Faizah, 2016).
Tolong-menolong itu sudah dijadikan satu aksioma dalam agama kita, khususnya tolong-menolong dalam kebaikan (al-birri) dan dalam
kecintaan kepada Allah ﷻ (at-taqwa) (Tasmara, 2000). Sesungguhnya manusia,
jika mau merenung sunnah Allah ﷻ dalam alam dan kebesaran kebijaksanaan-Nya dalam menolong manusia pada hari kiamat, maka
tidaklah pantas orang tersebut egois dan serakah hidup di dunia. Tetapi, dia harus
tolong-menolong, berbuat baik dan takwa (Al-Wabil, 2019). Di antara kerja
sama antar musafir adalah yang kuat menolong yang lemah datyangkaya memberikan bantuan kepada yang fakir. Selain itu, tolong-menolong dalam membawa barang-barang
serta meringankan penderitaan safar dan kesulitan masing-masing (Nada, 2000). Allah ﷻ memerintahkan kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman agar berjama’ah,
bersatu dan tolong-menolong,
serta melarang mereka bercerai-berai, berselisih dan bermusuhan, melalui firman-Nya:
"Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai."
(QS. Ali ‘Imran: 103)
Kemerdekaan Indonesia memandang faham individualisme yang dipeluk oleh bangsa-bangsa Barat adalah sumber dari kapitalisme,
kolonialisme/imprealisme
yang mereka tentang habis-habisan. Para founding fathers nampaknya mempunyai interpretasi yang berbeda tentang faham kekeluargaan. Bung Karno yang menangkap kekeluargaan bangsa Indonesia lebih dari dinamika
dan semangatnya. Hatta memaknai
kekeluargaan secara etis. Sedangkan Prof. Soepomo menafsirkan kekeluargaan lebih sebagai konsep organis-biologis. Hampiran meta-teoretikal yang berbeda tersebut menghasilkan interpretasi yang berbeda pula tentang konsep kekeluargaan. Bung Karno menginterpretasikan kekeluargaan sebagai semangat gotong royong,
Bung Hatta memandang kekeluargaan
secara etis sebagai interaksi sosial dan kegiatan produksi dalam kehidupan desa, yang bersifat tolong menolong antar sesama (Effendi, 2007).
Social Enterprises sebagai Katalisator
Penanggulanan Kemiskinan
Salah satu konsep penting dari social
enterprises adalah aktivitas
kolektif yang ditujukan untuk merespon masalah atau isu
sosial ekonomi. Konsep ini menjadikan
social enterprises memiliki potensi yang penting sebagai katalisator penanggulangan kemiskinan. Sebagaimana kita ketahui Indonesia memiliki budaya kekerabatan yang kuat yang menjadi potensi modal sosial di masyarakat. Pembentukan social
enterprises yang berbasis masyarakat
dapat mengoptimalkan peran modal sosial yang ada dimana masyarakat
berupaya menemukan solusi dari masalah
yang mereka hadapi berdasarkan kekuatan sendiri, azas saling
membutuhkan dan membantu
(gotong royong), nilai-nilai, dan sejarah
setempat.
Khususnya bagi Indonesia dimana
kegiatan dengan sifat sosial-ekonomi sebagian besar masih dikelola oleh komunitas, peran social
enterprises berpotensi untuk
dikedepankan sebagai solusi atas permasalahan
sosial dan dalam penciptaan keswadayaan pencapaian tujuan bersama. Hasilnya diyakini mampu menciptakan multiplier effect terbesar
karena usaha bersama yang dibangun masyarakat, juga dijalankan dengan rasa kepemilikan masyarakat yang tinggi sebagai hasil dari
keterlibatan mereka secara aktif (Tim Penyusun, 2014). Proses tolong menolong
itu dilakukan tanpa mengharapakan imbalan atau upah
dari pemilik kegiatan (Sabri, Dirman, & Salniwati,
2019).
Sumber kekayaan alam
yang tak terhitung jumlahnya bagi peningkatan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan masyarakat menjadikan umat Muslim seharusnya tidak perlu merasa
bergantung kepada
negara-negara Eropa (baca:
Barat) ataupun negara lain. Hal ini
akan terwujud jika disertai dengan
saling bahu membahu dan tolong menolong di antara mereka (Sabiq, 2010).
Nilai kemanusiaan
yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan
bernegara meliputi nilai kerjasama dan tolong menolong, kasih sayang dan keinginan untuk menciptakan harmoni sosial (Syakur, 2016). Perkawinan merupakan
suatu jalan yang sangat mulia untuk mengatur
kehidupan rumah tangga serta keturunan
untuk saling mengenal antara yang satu dengan yang lain, sehingga akan membuka
jalan untuk saling tolong menolong
(Rampay, 2015). Adapun nikah adalah suatu
akad yang menyebabkan kebolehan bergaul antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dan saling tolong menolong
di antara keduanya serta menentukan batas hak dan kewajiban
di antara keduanya (Rohman, 2017). Di dalam KUH Perdata
Pasal 103 menyatakan bahwa suami dan isteri harus saling
setia, tolong menolong dan bantu membantu (Mawardi, 2017). Laki-laki bekerja sama dengan wanita dalam
membangun keluarga yang sholihah. Seorang laki-laki bekerja sama dengan saudaranya
dalam membangun komunitas masyarakat yang baik (Wargadinata & Fitriani, 2018). Prinsip dasar
keluarga didasarkan pada asas tolong menolong
dan gotong royong (Al-Bassam, 2010b). Dalam etika profesi jabatan notaris juga dimasukkan unsur tolong menolong
sebagai bagian dari etika yang harus mereka pegang
dalam menjalankan jabatan tersebut (Patricia, 2019).
Hal senada
juga termaktub dalam fatwa
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN
MUI) yang menyatakan bahwa asuransi syariah (ta’mîn, takâful atau tadhâmun)
adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan/atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah (Permata, 2019). Yaitu, para peserta atau
pelakunya saling bahu membahu dan tolong menolong dalam menghadapi suatu musibah yang kedatangannya tidak bisa dipastikan
secara pasti (Hariyadi & Triyanto, 2017).
Akad antara perusahaan
dengan peserta harus jelas, menggunakan
akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong
(takaful) (Muslim & Hadiwinata, 2018). Landasan
dasar yang digunakan dalam takaful adalah konsep tolong menolong
dalam kebaikan dan ketakwaan (Ridlwan, 2017). Hal ini adalah
dalam rangka untuk mendapatkan rasa aman, dengan tujuan
meminimalisir risiko yang mungkin akan terjadi
(Fadilah & Makhrus, 2019b).
Fuqaha kontemporer
membagi asuransi menjadi dua yaitu
asuransi ta’awuni atau tabarru yang landasannya adalah tolong menolong dan asuransi tijari yang landasannya adalah bisnis atau profit oriented
(Hosen & Muayyad, 2013). Asuransi berdasarkan
prinsip syariah menurut PMK
No. 18 dan No. 10 (2010) adalah usaha
saling tolong menolong (ta’awuni) dan melindungi (takafuli) diantara para peserta melalui pembentukan kumpulan dana (dana tabarru’)
yang dikelola sesuai prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu (Nurlatifah & Mardian, 2016).
Bahkan hukum Hak atas Kekayaan Intelektual
tidak bertujuan untuk mengikis budaya masyarakat yang penuh dengan nuansa
demokratis, gotong royong, tolong
menolong, tetapi justru ingin melindungi
masyarakat (sebagai penemu dan pemilik) bahwa masyarakat benar-benar secara hukum handarbeni (memiliki), bukan sekedar konsumen Ipteks atau mungkin
operator teknologi (Rahmanto & Purwaningsih, 2015).
Berdasarkan pembahasan di atas
maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
ini:
1.
Skema social funding yang terbaik yang bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan dana anggota yang membutuhkan tanpa yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari keanggotaan
koperasi adalah dengan menggunakan skema mix, yaitu perpaduan antara qardhul hasan dengan mudharabah.
2.
Besar jumlah pinjaman
yang dapat diperoleh oleh anggota yang membutuhkan jika dilihat dari
jumlah tabungan hari tua sebaiknya
tidak lebih dari 50% untuk meminimalisir risiko kredit.
3.
Lama proses pelunasan
terbaik atas pinjaman anggota tersebut adalah selama 5 tahun dengan pertimbangan waktu itu adalah
masa dua kali periode jabatan ketua koperasi
dalam rangka meminimalisir risiko operasional yang mungkin terjadi akibat pergantian pengurus.
4.
Tinjauan hukum syariat atas konsep social funding
adalah bahwa social
funding ini sudah diatur dalam Islam dengan skema qardhul
hasan dan ini merupakan ajaran Islam yang harus diamalkan oleh umat Islam dalam rangka memenuhi kewajiban yang diperintahkan
Allah ﷻ
untuk saling tolong menolong dalam kebajikan.
5.
Tinjauan hukum positif atas konsep social funding
adalah secara tertulis diamanatkan pada
Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar
negara. Selain itu juga ditemukan dalam Fatwa DSN-MUI dan
peraturan lainnya yang secara legal formal diakui oleh negara.
Meskipun secara praktek social funding untuk
koperasi jasa non simpan pinjam belum
ada peraturan yang mengaturnya.
BIBLIOGRAFI
Aditya,
R. O. (2019). Peranan Pembiayaan Qard Al-Hasan Terhadap Peningkatan Usaha
Anggota Koperasi Syariah Harapan Surabaya. Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel.
Aisyah,
S., & Nurmala, S. (2019). Aktualisasi kebijakan moneter islam dalam
permasalahan makro ekonomi islam. Syariah, 7(2).
Aji,
G. (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Koperasi Pondok Pesantren. Walisongo:
Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 19(1), 231.
https://doi.org/10.21580/ws.19.1.219
Al-Bassam,
A. bin A. (2010a). Syarah Bulughul Maram - Jilid 4. Jakarta: Pustaka
Azzam.
Al-Bassam,
A. bin A. (2010b). Syarah Bulughul Maram - Jilid 6. Jakarta: Pustaka
As-Sunnah.
Al-Mishri,
A. A. A. bin S. (2006). Fatwa-Fatwa Terlengkap Seputar Terorisme, Jihad
& Mengkafirkan Muslim (Cetakan I). Jakarta: Darul Haq.
Al-Wabil,
Y. (2019). Yaumul Qiyamah: Tanda-Tanda dan Gambaran Hari Kiamat Berdasarkan
Sumber-Sumber yang Otentik. https://doi.org/10.22435/hsr.v22i2.2080
Ali,
M. (2013). Analisis Kinerja Keuangan Pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Karya
Makmur di Kabupaten Sumbawa Tahun 2006-2009. Tesis, 1–170.
Amalia,
F. (2012). Implementasi Etika Bisnis Islam Pada Pedagang Di Bazar Madinah
Depok. Prosiding Seminas Competitive Advantage, 1(2), 1–33.
Retrieved from http://journal.unipdu.ac.id/index.php/seminas/article/view/134
An-Nawawi,
I. (2010a). Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab - Jilid 13. Jakarta: Pustaka
Azzam.
An-Nawawi,
I. (2010b). Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab - Jilid 3. Jakarta: Pustaka
Azzam.
Burhanuddin.
(2019). Pedoman Praktik Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa
Keuangan Syariah (Pertama; M. Rofiq, Ed.). Malang: Penerbit Edulitera.
Cahyadi,
A. (2014). Mengelola Hutang Dalam Perspektif Islam. Esensi : Jurnal Bisnis
Dan Manajemen, 4(1), 67–78.
https://doi.org/10.1016/j.bbapap.2013.06.007
Delvia,
S. (2019). Mengulas Tolong Menolong Dalam Perspektif Islam. PPKn Dan Hukum,
14(2), 106–122.
Effendi,
S. (2007). Mencari Sistem Pemerintahan negara. In Orasi Ilmiah Universitas
Pancasila. Jakarta.
Enes,
V. (2017). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang Antara Nelayan
Dengan Pengepul (Studi Kasus Pada Masyarakat Nelayan Di Alasdowo Dukuhseti
Pati) (Universitas Islam Negeri Walisongo).
https://doi.org/10.1037/0022-3514.51.6.1173
Fadilah,
A., & Makhrus. (2019a). Pengelolaan Dana Tabarru’ Pada Asuransi Syariah Dan
Relasinya Dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah,
2(1), 87–103.
Fadilah,
A., & Makhrus. (2019b). Pengelolaan Dana Tabarru’ Pada Asuransi Syariah Dan
Relasinya Dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah,
2(1), 87–103.
Faizah,
N. (2016). Poligami dalam Pandangan Ulama yang Tidak Menikah. Program Studi
Ilmu Agama Islam Konsentrasi Ilmu Tafsir Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta.
Fatriansyah,
A. I. A. (2020). Kajian Penelitian Tentang Hukum Jual Beli Kredit. Suhuf,
32(01), 50–58.
H.,
M. R. L. (2017). Implementasi Akad Musyarakah dan Penerapan Agunan Pada Bank
Rakyat Indonesia Syariah (BRI Syariah) di Bandar Lampung. Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta.
Hafizah,
G. D. (2020). Peran Ekonomi dan Keuangan Syariah pada Masa Pandemi COVID-19. Jurnal
Likuid, 1(1), 55–64.
Hamzah,
Y., & Hafied, H. (2014). Etika Bisnis Islami (Pertama). Makassar:
Kretakupa Print.
Hardiwinoto.
(2018). Kontroversi Produk Bank Syariah dan Ribanya Bunga Bank
(Pertama). Semarang: Penerbit Amanda Semarang.
Hariyadi,
E., & Triyanto, A. (2017). Peran Agen Asuransi Syariah Dalam Meningkatkan
Pemahaman Masyarakat Tentang Asuransi Syariah. Jurnal Ekonomi Dan Perbankan
Syariah, 5(1), 19–38. https://doi.org/10.46899/jeps.v5i1.164
Harto,
P. P., Amaliah, U., & Mulyati, S. (2018). Penilaian Tingkat Kesehatan
Koperasi Syariah Berdasarkan Peraturan Kementerian Koperasi Dan Ukm. Jurnal
Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 6(2), 5–26.
https://doi.org/10.46899/jeps.v6i2.79
Hosen,
M. N., & Muayyad, D. M. (2013). Mendudukkan status hukum asuransi syariah
dalam tinjauan fuqaha kontemporer. Ijtihad : Jurnal Wacana Hukum Islam Dan
Kemanusiaan, 13(2), 219–232.
https://doi.org/10.18326/ijtihad.v13i2.219-232
Ikhsanudin,
M. (2012). Mengembangkan Metodologi Penemuan Hukum Islam “Syariah Cum Reality”
(Studi Perspektif Historis dan Metodologis). Al-Mawarid Journal of Islamic
Law, XII(1), 109–128. Retrieved from
http://jurnalmawarid.com/index.php/almawarid/article/viewFile/132/124
Ilmi,
W. A. (2017). Strategi Dinas Perdagangan Perindustrian Dan Koperasi Dalam
Pembinaan Koperasi Di Kota Serang. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Iskandar,
A., Possumah, B. T., & Aqbar, K. (2020). Peran Ekonomi dan Keuangan Sosial
Islam saat Pandemi Covid-19. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(7),
625–638. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i7.15544
Kementrian
Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2018
Tentang Penyelenggaraan Dan Pembinaan Perkoperasian. , Pub. L. No. Nomor 09
Tahun 2018, 1 (2018).
Khallaf,
S. A. W. (2005). Ilmu Ushul Fikih (Kelima; Halimuddin, Ed.). Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Khobir,
A. (2017). Islam Dan Kapitalisme. Religia, 13(2), 225–237.
https://doi.org/10.28918/religia.v13i2.183
Laksana,
I. G. N. D., Jayantiari, I. G. A. M. R., & Dewi, A. A. I. A. A. (2016). Edisi
Revisi Bahan Ajar: Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Denpasar:
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Masfufah,
M., & Achiria, S. (2019). Perilaku Produsen pada Model Kemitraan Go Food
dalam Prespektif Ekonomi Islam (studi kaasus Daerah Wirobrajan,Yogyakarta). JESI
(Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia), 9(1), 1–8.
https://doi.org/10.21927/jesi.2019.9(1).1-8
Mawardi.
(2017). Hadits Tentang Status Wali Pada Pernikahan Analisis Matan, Sanad dan
Makna dalam Kajian Ulumul Hadits Serta Istidroj Dalam Hukum Syar’i Menurut
Pandangan Fuqaha. Konsentrasi Ulûm Al-Qur’an Dan Ulûm Al-Hadîts Studi Ilmu
Agama Islam Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
Mazwini,
V. (2015). Analisis Mekanisme Pengelolaan Dana Tabarru’ Pada PT Asuransi
Ramayana Tbk Unit Syariah. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Muhaimin.
(2020). Metode Penelitian Hukum (F. Hijriyanti, Ed.). Mataram: Mataram
University Press.
Muslim,
S., & Hadiwinata, K. (2018). Tinjauan Hukum Terhadap Kedudukan Fatwa Dewan
Syariah MUI dalam Usaha Asuransi di Indonesia. Jurnal Qolamuna, 3(2),
149–166.
Nada,
’Abdul ’Aziz bin Fathi As-Sayyid. (2000). Ensiklopedi Adab Islam: Menurut
Al-Quran dan As-Sunnah - Jilid 2. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
NN.
(2000). Buku Daras Fiqih Muamalah (Ekonomi).
Nofitasari,
A. D. (2016). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Hutang Uang Dibayar
Gabah Di Desa Plosojenar Kecamatan Kauman Ponorogo (Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta). https://doi.org/10.1016/j.cya.2015.11.011
Nuraeny,
H. (2005). Metode Penelitian Hukum. Cianjur: Fakultas Hukum Universitas
Suryakancana.
Nurlatifah,
A. F., & Mardian, S. (2016). Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Syariah
Di Indonesia: Surplus on Contribution. Akuntabilitas, 9(1),
73–96. https://doi.org/10.15408/akt.v9i1.3590
Oktayani,
D. (2018). Konsep Tolong Menolong Dalam Asuransi Syariah. IQTISHADUNA:
Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita, 7(1), 39–50. Retrieved from
http://ejournal.stiesyariahbengkalis.ac.id/index.php/iqtishaduna/article/view/122
Otoritas
Jasa Keuangan (OJK). (2016). Industri Jasa Keuangan Syariah. Jakarta:
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Patricia,
E. (2019). Sinergitas Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas Notaris
dalam Pemberian Sanksi Atas Pelanggaran Kode Etik. Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Pemerintah
Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992
Tentang Perkoperasian. , Pub. L. No. 25 TAHUN 1992, 1 (1992).
Permata,
C. (2019). Tanggungjawab Dewan Pengawas Syariah Terkait Pelanggaran Hukum
pada Asuransi Syariah (Analisis Yuridis Terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun
2014 Tentang Perasuransian) (Vol. 1). Retrieved from
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/taqnin/article/view/4878/2270
Purwanti,
A. (2020). Metode Penelitian Hukum - Teori & Praktek (Pertama; T.
Lestari, Ed.). Surabaya: CV. Jakad Media Publishing.
Rahmanto,
D., & Purwaningsih, E. (2015). Pengetahuan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Dosen dalam Upaya Meningkatkan Kesadaran Ber-HKI Civitas Academia. Naskah
Publikasi - Fakultas Hukum Universitas Yarsi Jakarta, 1–29.
Rampay,
D. L. (2015). Hak Waris Anak Dalam Perkawinan Campuran Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Morality : Jurnal
Ilmu Hukum, 2(2), 1–16.
Ratnasari,
E. (2019). Praktik Hutang Piutang Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus Desa
Giri Kelopo Mulyo). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro.
Ridlwan,
A. A. (2017). Asuransi Perspektif Hukum Islam. Jurnal Hukum Dan Ekonomi
Syariah, 04(1), 75–88.
Rohman,
M. F. (2017). Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU/XIII/2015
Tentang Perjanjian Perkawinan terhadap Tujuan Perkawinan. Al-Daulah: Jurnal
Hukum Dan Perundangan Islam, 7(1), 1–27.
Rozali,
M. (2019). Tolong Menolong Demi Kebaikan dan Kesejahteraan Masyarakat.
18–20.
Sabiq,
S. (2010). Fikih Sunnah - Tahkik dan Takhrij: Muhammad Nashiruddin Al-Albani
- Jilid 3. Jakarta: Penerbit Sunnah.
Sabri,
M., Dirman, L. O., & Salniwati. (2019). Eksistensi Nilai Tolong Menolong
(Assitulu-Tulungeng) Pada Proses Pernikahan Etnis Bugis (Studi Kelurahan
Boepinang Kecamatan Poleang Kabupaten Bombana). 2(2), 1–10.
Shihab,
M. Q. (2005). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran -
Jilid 1. Tangerang: Penerbit Lentera Hati.
Syakur,
A. (2016). Standar Pengupahan Dalam Ekonomi Islam (Studi Kritis atas Pemikiran
Hizbut Tahrir). Universum, 9(1), 1–13.
https://doi.org/10.30762/universum.v9i1.68
Syamsiyah,
N., Syahrir, A. M., & Susanto, I. (2019). Peran Koperasi Syariah Baitul
Tamwil Muhammadiyah Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah Di Bandar
Lampung. Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu Dan Budaya Islam, 2(1),
63–73. https://doi.org/10.36670/alamin.v2i1.17
Tasmara,
T. (2000). Dajjal & Simbol Setan (Ketiga). Jakarta: Gema.
Tim
Kelompok Kerja Otoritas Jasa Keuangan. (2016). Aksi Pro Salam (Akses
Keuangan Syariah Indonesia untuk Pertanian Organik yang Selaras, Alami, dan
Amanah) Pola Pembiayaan Syariah Untuk Pertanian Organik (Ketiga; A. Fadly,
Dwiyanto, Nada Fajriah, N. Nurfitriani, & J. Effendi, Eds.). Jakarta:
Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan.
Tim
Penulis. (2019). Buku Pedoman Penulisan Hukum. Yogyakarta: Fakultas
Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Tim
Penyusun. (2014). Warta KUMKM: Koperasi Gerakan Bersama Menuju Kesejahteraan
(Pertama). Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Koperasi Dan UKM Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS.
Wargadinata,
W., & Fitriani, L. (2018). Sastra Arab Masa Jahiliyah dan Islam (M.
A. Hamid, Ed.). Malang: UIN-Maliki Press.
Copyright
holder: Wirda Rohmah, Rizka, Imron Rosyadi (2022) |
First publication
right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |