Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11, November 2022

 

KONFLIK PAPUA DALAM PARADIGMA TRACK ONE DAN TRACK TWO   DIPLOMASI

 

Melyana Ratana Pugu, Mariana Erny Buiney

Universitas Cenderawasih Jayapura Papua, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang konflik yang terjadi dibeberapa daerah di Pegunungan Tengah, yakni Kabupaten Nduga, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Paniai. Konflik panjang yang terjadi diwilayah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni : pergerakan kelompok Pro Kemerdekaan Papua yang dikenal dengan TPNPB OPM serta Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), pertikaian antara TNI/Polri dengan TPNPB OPM / KKB, dinamika politik lokal serta perang suku. Metode yang di gunakan adalah Metode Penelitian Kualitatif yaitu penelitian ini menjelaskan dan memberikan data-data terkait konflik yang terjadi di Papua dengan cara pengumpulan data melaui studi pustaka dan data-data sekunder berbasis internet. Luaran yang dihasilkan penelitian ini adalah Penyelesaian konflik yang muncul dan berkembang diperlukan keseriusan dan penggunaan metode yang tepat. Penelitian ini mendeskrikpsikan penggunaan dua dari multi jalur diplomasi (Multi Track Diplomacy): Diplomasi Track One yakni jalur diplomasi dengan negara sebagai aktornya dan Diplomasi Track Two, pihak non pemerintah atau kalangan profesional sebagai agen diplomasi.

 

Kata Kunci: diplomasi; konflik; papua; track one; track two

 

Abstract

This study aims to explain the conflicts that occurred in several areas in the Central Mountains, namely Nduga Regency, Intan Jaya Regency, Puncak Jaya Regency and Paniai Regency. The long conflict that occurred in this area was influenced by several factors, namely: the movement of the Pro-Papuan Independence group known as the TPNPB OPM and the Armed Criminal Group (KKB), the dispute between the TNI/Polri and the TPNPB OPM/KKB, local political dynamics and tribal wars. The method used is a qualitative research method, namely this study explains and provides data related to the conflict that occurred in Papua by collecting data through literature studies and internet-based secondary data. The output of this research is that the resolution of conflicts that arise and develop requires seriousness and the use of appropriate methods. This study describes the use of two of the multi-track diplomacy (Multi Track Diplomacy): Diplomacy Track One, namely diplomacy with the state as the actor and Diplomacy Track Two, non-government parties or professionals as diplomatic agents.

 

Keywords: diplomacy; conflict; Papua; track one; track two

 

Pendahuluan

Konflik yang terjadi di Papua telah memasuki beberapa dekade. Disinyalir oleh berbagai pendapat ahli baik lokal maupun nasional bahwa penyebab konflik di dorong oleh beberapa faktor utama yaitu masalah diskriminasi, masalah kesejahteraan, masalah pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlanjut, masalah pembangunan dan status Papua yang terus di jadikan sumber utama terjadinya konflik di tanah Papua. Hal ini menjadi bagian perhatian utama semua pihak termasuk akademisi karena konflik yang berkepanjangan dan tidak kunjung terselesaikan.

Konflik yang terjadi di Nduga, Intan Jaya, Puncak dan Paniai merupakan beberapa wilayah yang dapat dikatakan tinggi intensitas konfliknya dan menelan korban jiwa yang cukup banyak. Mengapa terus terjadi dan tidak diselesaikan. Wilayah tersebut diatas tentunya memiliki pemerintah daerah dan mengetahui apa yang terjadi disana. Lalu mengapa tidak diselesaikan. Apakah ada hal hal yang menghambat dalam pelaksanaan usaha perdamaian.  Melihat kembali yang telah terjadi disana maka beberapa waktu lalu di Nduga terjadi penembakan kepada seorang remaja dan tidak diketahui siapa pelakunya, demikian juga pembakaran rumah warga di Ilaga kabupaten Puncak beberapa waktu lalu. Seperti dalam kutipan berita dibawah ini:

Masyarakat Nduga, Papua dikejutkan dengan aksi penembakan brutal di Jembatan Kali Nogolait padaSelasa malam (6/4/2022) sekitar pukul 21.00 WIT. Purunus Lokbere, siswa kelas 6 SD Keneyam tewas ditembak orang tak dikenal saat sedang bermain handphone bersama kedua temannya di sekitar rumah. Pelaku pembunuhan terhadap Purunus Lokbere masih misterius dan dalam penyedikan Kepolisian. Kasus remaja berusia 16 tahun itu yang tewas dengan leher tertembak peluru itu jadi pertanyaan besar masyarakat Keneyam, Nduga. "Hanya Tuhan Allah saja yang bisa membalas semua atas apa yang terjadi di Nduga Papua," Ujar Bupati Nduga, Wentius Nimiangge saat menghadiri pemakaman Purunus Lokbere, Kamis sore (8/4/2022) (Batkorumbawa, 2022).

Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua Merdeka kembali membuat teror. Kali ini dengan membakar 16 rumah warga di Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua. Diduga, aksi pembakaran ini sebagai balas dendam atas tewasnya anggota KKB bernama Ali Ateu Kogoya (35), pada Minggu 3 April 2022. Petugas gabungan pun disiagakan di Ilaga, khawatir terjadi serangan susulan. Kapolda Papua Irjen Pol Mathius Fakhiri mengatakan, sejak kematian Ali Ateu, teror KKB semakin massif (Suripaty, 2022).

Berdasarkan situasi dan kondisi diatas maka perlu penanganan yang benar dan adil bagi masyarakat orang asli Papua di wilayah konflik ini. Dalam hubungan internasional dikenal beberapa jalur penyelesaian konflik dimana dalam penelitian ini Tim Peneliti akan mencoba menjelaskan peran dan solusi penyelesaian konflik Papua berdasarka track one dan track two diplomasi yaitu jalur penyelesaian konflik yang melibatkan aktor negara dan non negara didalamnya. Selain itu melihat apa yang mengakibatkan konflik terus terjadi di wilayah Papua.

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian Kualitatif. David William dalam buku Moleong mengatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan proses pengumpulan data pada suatu latar yang bersifat alamiah, menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh seseorang atau peneliti secara alamiah (Moleong, 2018). Definisi lain oleh Kirk dan Miller menyatakan bahwa penelitian Kualitatif merupakan kebiasaan tertentu di dalam ilmu sosial yang secara mendasar melihat pada pengamatan manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya (Moleong, 2018). Definisi lain dari. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian kualitatif adalah penggambaran hasil pengamatan dalam tulisan ilmiah berdasarkan hasil pengumpulan data oleh seorang peneliti.

Metode Penelitian Kualitatif digunakan untuk menggambarkan dan menganalisa penyelesaian konflik Papua dengan Paradigma Track One dan Track Two Diplomasi. Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu melalui penelitian Studi Pustaka dengan mengumpulkan data sekunder melalui berbagai media massa maupun online, dengan menggunakan internet dan termasuk berbagai data terpercaya melalui Whatsapp group yang didalamnya terdapat elemen kunci dari actor-aktor daerah termasuk actor non-negara. Data yang diperoleh melalui dokumentasi dari berbagai sumber  akan diolah, diintrepretasikan dan dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dan dielaborasi melalui verifikasi data.

1.   Jadwal Penelitian

Rencana Kegiatan

Juni

Juli

Ags.

Sep.

Okt.

Nov.

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

 

Desktop riset

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pengumpulan data

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Analisa Data

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penyusunan Laporan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penyerahan Laporan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Seminar Hasil

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Publikasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 1

Jadwal Penelitian

 

Hasil dan Pembahasan

Akar permasalahan konflik di Papua merupakan suatu hal yang cukup kompleks. Beberapa faktor yang menjadi sumber pemicu munculnya persoalan ataupun konflik, yakni: perjalanan sejarah integrasi Papua ke Indonesia yang masih menjadi perdebatan panjang hingga saat ini, diskriminasi dalam berbagai sektor kehidupan juga masih dialami, pembangunan yang belum merata di berbagai daerah di Papua, pelanggaran Hak Asasi Manusia sampai dengan sisi kesejahteraan masyarakat yang belum meningkat secara menyeluruh menjadi tantangan bagi penyelesaian permasalahan di Papua.

Berbagai upaya telah dilakukan selama ini baik oleh pihak pemerintah Indonesia, pemerintah daerah setempat, komunitas masyarakat lokal sampai dengan tokoh adat, agama, perempuan dan pemuda, pihak swasta atau non pemerintah bahkan aktor internasional seperti negara atau organisasi internasional lainnya turut dalam mencari jalan keluar dari masalah ataupun konflik yang ada di Papua.

Penelitian ini mendeskripsikan serta menganalisa perjalanan konflik yang terjadi di Empat (4) Kabupaten di Provinsi Papua. Kabupaten Nduga, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Paniai merupakan Empat dari sejumlah wilayah di kawasan Pegunungan tengah yang rentan terhadap konflik. Perjalanan panjang pertikaian, bentrokan dan kekerasan terjadi di daerah-daerah tersebut. Faktor-faktor yang mendorong terjadi dan berkembangnya konflik didominasi oleh pergerakan kelompok TPNPB OPM / KKB yang pro Kemerdekaan, konflik senjata dengan aparat keamanan TNI/Polri dan juga tindak kekerasan oleh anggota TNI/Polri, masalah politik lokal (Pilkada) yang cukup meresahkan sebagai dampak dari adanya pemekaran wilayah dan perang suku.

Resolusi konflik sangat diharapkan sebagai upaya untuk meredam ataupun menghapus berbagai konflik panjang yang ada. Kajian studi Hubungan Internasional yang digunakan oleh penulis guna menemukan jalan keluar atau resolusi bagi berbagai jenis konflik yang ada di beberapa Kabupaten Kawasan Pegunungan Tengah ini melalui diplomasi. Diplomasi yang dipakai adalah dua jalur atau cara  dari  Diplomasi Multi jalur (Multi Track Diplomacy), yakni Jalur Pertama (Track One) dan Jalur Dua (Track Two). Aktor negara atau dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjadi agen dalam pelaksanaan Track One Diplomacy. Sedangkan Track Two Diplomacy merupakan aktor atau agen dalam proses diplomasi yang bukan berasal dari pemerintah (Non State Actor), seperti pihak gereja, kelompok-kelompok independen atau komunitas tertentu, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga bantuan hukum independen dan lainnya.

1.   Perjalanan Konflik di Papua

1)  Konflik di Kabupaten Nduga

Kabupaten Nduga merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya yang terbentuk pada tanggal 4 Januari 2008. Setelah terbentuk, pembangunan dilakukan diberbagai sektor diantaranya, pemerintahan, infrastruktur, pendidikan ekonomi dan sebagainya. Pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Kabupaten ini dalam rangka meninjau pembangunan jalan penghubung Nduga dan Jayawijaya. Pada kesempatan tersebut, beliau juga menyampaikan akan membuka pelabuhan besar Mumuga guna memperlancar jalur transportasi serta distribusi logistik dan material (Ndugakab, 2022).

 

 

Gambar 1

Peta 1.1 Kabupaten Nduga

 

Selain pembangunan dan pengembangan wilayah, disisi lain Kabupaten Nduga menghadapi tantangan yakni konflik yang kerap timbul dan meresahkan masyarakat lokal maupun masyarakat pendatang. Pemicu konflik yang ada yakni, pergerakan kelompok Papua Merdeka, permasalahan pemilukada, sampai dengan konflik internal yang biasanya diawali dengan tindakan kriminal atau kekerasan antar warga dalam Kabupaten tersebut. Tahun 1996 menjadi tahun dimana kelompok Papua Merdeka pimpinan Kelly Kwalik melakukan penyanderaan masyarakat di Nduga. Hal ini kemudian mendorong Pemerintah Indonesia mengirimkan pasukan untuk menyelamatkan sandera dibawah pimpinan Komandan Militer Prabowo Subianto. Pengiriman pasukan dalam jumlah besar dan kontak senjata yang terjadi pada satu sisi membuat para sandera diselamatkan, namun sisi lain menimbulkan ketakutan karena kekuatan militer yang ada. Pada masa itu Nduga masih menjadi bagian dari Kabupaten Jayawijaya.

Setelah pemekaran wilayah, Kabupaten Nduga menjadi Kabupaten yang menjalankan pemilihan umum untuk memilih kepala daerah atau Pemilukada. Momentum pesta politik ini juga menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik. Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) pernah mencatat bahwa pada Tahun 2010-2014 telah jatuh korban jiwa berjumlah 71 orang akibat pelaksanaan Pemilu yang berujung pada konflik di beberapa Kabupaten di papua. Pada tahun 2018, Nduga sedang mempersiapkan pemilukada. Berbagai tahapan persiapan, distribusi logistik sampai dengan pemilihan mendorong munculnya masalah atau gesekan. Kelompok-kelompok tertentu menggunakan kelompok TPM-OPM serta Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) untuk mengintimidasi masyarakat agar memilih pasangan tertentu dalam pemilukada.

Pada tanggal 22 Juni dan 25 Juni Tahun 2018 telah terjadi penembakan terhadap pesawat yang membawa sejumlah awak beserta penumpang dari maskapai Trigana Air. Penembakan di 22 Juni dilakukan dari bawah dan tidak ada korban, namun pada 25 Juni dimana maskapai penerbangan tersebut diatas membawa 15 personil brimob yang mendarat di bandara Kenyam, Nduga mendapat serangan penembakan ke arah pesawat. Selain itu, KKB juga melepaskan tembakan ke arah anggota masyarakat yang berada disekitar bandara. Pada saat peristiwa penembakan pada 2 hari itu, tidak ada korban jiwa tetapi pilot Trigana terkena tembakan pada bahu kiri. Setelah kejadian penyerangan itu, Kepolisian mengirimkan 30 anggota Brimob untuk mengamankan pelaksanaan pemilikada di Kabupaten Nduga. Kejadian-kejadian tersebut diataslah yang dapat memicu konflik dan menciptakan kondisi tidak aman.

Selain pemilukada sebagai bagian dari pelaksanaan pesta demokrasi di daerah menjadi moment munculnya konflik, pengembangan infrastruktur yang menembus wilayah terisolir juga dijadikan sasaran. Sejumlah pekerja PT. Istaka Karya yang mengerjakan jalan Trans Papua yakni pembangunan jembatan di Kali Yigi - Kali Aurak, Distrik Yigi (Kabupaten Nduga) yang menghubungkan Wamena hingga Agats ditembaki oleh Kelompok Kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya pada tanggal 2 Desember 2018. Korban tewas yakni 19 orang. Kasus ini terjadi karena para pekerja PT Istaka Karya melanggar peringatan yang dikeluarkan oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah tersebut. Peringatan berisi: larangan kepada Warga non Papua untuk keluar dari beberapa distrik di Kabupaten Nduga sejak 28 November 2018 karena akan memperingati hari Kemerdekaan Papua Barat 1 Desember dan Natal. Selain itu, salah seorang mandor telah mengambil gambar pada saat peringatan 1 Desember dan diketahui oleh pihak OPM.

IMG_256

Gambar 2

Peta 1.2. Lokasi Pembunuhan Pekerja PT.Istaka

Karya di Kabupaten Nduga

Sumber:https://tirto.id/tim-kemanusiaan-nduga-ungkap-pemicu-pembunuhan-pekerja-istaka-karya-egin

 

Akibat penembakan para pekerja PT.Istaka Karya, Kepolisian kemudian mengirimkan tambahan pasukan guna mengejar para pelaku. Kontak senjata pun terjadi antara kelompok OPM dan KKB ini serta aparat TNI/POLRI. Konflik senjata dan penambahan jumlah pasukan menimbulkan kepanikan serta ketakutan warga disejumlah Distrik di Kabupaten Nduga, sekitar 37 ribu warga mengungsi (data dari Tim Kemanusiaan bentukan Pemda Kabupaten Nduga terdiri dari LSM HAM dan Gereja) (Tirto.id, 2022a). Para pengungsi berasal dari Distrik Mapenduma berjumlah 4.276 orang, Distrik Mugi 4.369 orang, 5.056 berasal dari Distrik Jigi, Distrik Yal terdapat 5.021 orang, dan 3.775 dari Distrik Mbulmu Yalma orang. Tidak hanya kelima Distrik itu tetapi juga ada pengungsi yang tersebar di Distrik Kagayem sebanyak 4.238 orang, Distrik Nirkuri 2.982 orang, 4.001 orang berasal dari Distrik Inikgal, Distrik Mbua terdiri dari 2.021 orang, dan Distrik Dal sebanyak 1.704 orang. Mereka mengungsi ke beberapa Kabupaten terdekat seperti Jayawijaya, Lanny Jaya, Yahukimo, Asmat, Jayapura dan ada juga yang masuk ke hutan.

Para pengungsi akibat konflik bersenjata di Nduga sejak akhir 2018 sampai dengan 2019 kemudian menimbulkan masalah baru karena fasilitas yang tidak memadai ditempat pengungsian serta kondisi wilayah yang berat. Warga banyak yang kelaparan, kedinginan, sakit dan sekitar 241 orang meninggal dunia (Tirto.id, 2022b). Bantuan kemanusiaan kemudian dikerahkan dari Kementerian Sosial RI melalui 2 tahap dan juga Dinas Sosial Provinsi Papua serta berbagai kalangan seperti: gereja, sumbangan dari masyarakat umum di daerah lain. Namun hal miris terjadi ketika beberapa pengungsi menolak bantuan dari Dinas Sosial, karena ada isu yang mengatakan bahwa mereka diancam oleh KKB atau kelompok OPM untuk tidak menerima bantuan dari Pemerintah Indonesia.

Konflik sepanajang Tahun 2018 - 2019 memberikan pengaruh yang sangat besar bagi kondisi keamanan serta aktivitas warga masyarakat. Pasukan TNI-Polri diturunkan dalam jumlah besar guna mengejar dan menumpas gerakan kelompok KKB dan TPNPB-OPM yang telah melakukan penembakan serta pembunuhan terhadap pekerja jalan Trans-Papua. Kontak senjata serta keberadaan pasukan militer menyebab gelombang pengungsi yang pada akhirnya menimbulkan korban jiwa dan kesengsaraan warga. Selain itu, mobilitas KKB&OPM ini menimbulkan ketakutan bagi warga setempat karena mereka turut mendapat ancaman serta gangguan. Pada sisi lain, proses pengejaran yang dilakukan TNI-Polri juga berdampak pada kecurigaan-kecurigaan yang timbul terhadap masyarakat yang diduga terlibat kelompok kriminal dan separatis tersebut.

Tahun 2020 terjadi lagi kasus penembakan di Nduga tapi dilakukan oleh Pasukan TNI pada tanggal 18 Juli 2020. Elias Karunggu (40 Tahun) dan putranya Selu Karunggu (20 Tahun) ditembak oleh pasukan TNI di Distrik Kenyam karena diduga merupakan anggota dari kelompok Organisasi Papua Merdeka. Namun kemudian kelompok tersebut melalui juru bicaranya Sebby Sambom menyatakan bahwa Elias dan Selu bukanlah anggota TPNPB-OPM. Pemerintah Daerah Nduga yang melakukan penelurusan terkait kedua warga tersebut menyebutkan bahwa mereka adalah pengungsi akibat kasus penembakan di Tahun 2018 silam (Regional.kompas.com, 2022).

Kemudian pada 27 Juli 2020, sejumlah masyarakat berdemonstrasi menuntut keadilan terhadap kedua warga yang tewas tersebut. Masyarat menyampaikan aspirasinya agar Pemerintah segera menarik pasukannya dari Kabupaten Nduga, karena selama ini telah banyak korban akibat konflik antara pasukan TNI/Polri dan TPNPB-OPM serta KKB. Ikabus Gwijangge yang adalah Ketua DPRD Nduga mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia perlu menerapkan pola baru dalam menangani konflik di daerah-daerah pegunungan seperti di Nduga (Papua.tribunnews.com, 2022).

 

Tabel 2

Situasi Konflik Di Kabupaten Nduga Tahun 2018 - Tahun 2022

Waktu

Peristiwa

2 Desember 2018

Penembakan & pembunuhan pekerja PT.Istaka Karya

Akhir Desember 2018 - 2019

Gelombang Pengungsi akibat kontak senjata TNI/Polri & TPNPB-OPM. 37.000 warga Nduga mengungsi ke beberapa daerah.

Januari 2020

Penembakan anggota Brimob di Bandara Kenyam, Nduga oleh KKB pimpinan Egianus Kogoya

Maret 2020

Penyerangan personel Satgas Mupe Marinir oleh KKB dan terjadi kontak senjata

April 2020

Penembakan mobil patroli Satgas Damai Cartenz oleh KKB

18 Juli 2020

Pasukan TNI menembak 2 orang warga sipil: Elias dan Sela Karunggu di Distrik Kenyam karena dugaan sebagai anggota TPNPB-OPM

27 Juli

Demonstrasi warga Nduga karena penembakan 2 warga sipil & meminta Pemerintah Indonesia segera menarik pasukan organik.

10 Oktober 2020

KKB melakukan penyerangan terhadap Pos Yonif Para Raider 330 / Tri Dharma di Koteka, Distrik Kenyam

22 April 2022

Pos TNI di daerah Kalikote diserang oleh KKB (Pimpinan Egianus Kogoya)

16 Juli 2022

3 warga sipil ditembak oleh KKB di Nogolaid.

Sumber: data diolah oleh Penulis, 2022

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.   Konflik di Kabupaten Intan Jaya

 

Gambar 3

Peta 1.3. Kabupaten Intan Jaya

 

Kabupaten Intan Jaya menurut data statistik tahun 2021 memiliki jumlah  penduduk sebanyak 136.968 jiwa. Wilayah ini sebelumnya menjadi bagian dari Kabupaten Paniai dan pada 26 November 2008 kemudian dimekarkan menjadi Kabupaten Intan Jaya dengan ibukota Sugapa oleh Menteri Dalam Negeri RI pada saat itu, yakni Mardiyanto (Intanjayakab.go.id, 2022).

 

IMG_256

  Gambar 4

Peta Sebaran Kabupaten Intan Jaya

Sumber: https://intanjayakab.go.id/?page_id=1258

 

Kabupaten Intan Jaya, sama halnya dengan Nduga dan beberapa Kabupaten pemekaran lainnya diwilayah pegunungan tengah rentan terhadap konflik baik yang sumber pemicunya dari dalam ataupun luar daerah tersebut. Penetapan sebagai daerah pemerintahan baru di Tahun 2008 silam pada satu sisi bertujuan untuk mempercepat laju pembangunan serta pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, namun disisi lain menimbulkan berbagai gesekan yang berujung pada konflik.

Nduga yang mengalami sederatan konflik karena pemilihan umum daerah (politik lokal) sampai dengan kontak senjata antara TNI/Polri, warga masyarakat dan TPNPB OPM serta Kelompok kriminal Bersenjata juga terjadi di Kabupaten Intan Jaya.  Pada Tahun 2014, terjadi sengketa Pemilu berkaitan dengan hasil pemilihan calon Anggota Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Intan Jaya dan tudingan penggelembungan suara. Sehubungan dengan proses penyelenggaraan demokrasi tersebut maka pasukan keamanan pun ditambahkan jumlahnya guna mengamankan Pemilihan Umum saat itu.

Keberadaan aparat keamanan di Sugapa pada satu sisi untuk menciptakan rasa aman bagi warga masyarakat, tetapi disisi lain ternyata juga menimbulkan gesekan atau konflik di Intan Jaya. Pada 29 September 2014, terjadi penembakan terhadap warga yang sebelumnya terlibat perkelahian dengan dua anggota Brimob. Seprianus Japugau (22 Tahun ) mendapatkan luka tembak di perut dan  Benyamin Agimbau (30 Tahun) terkena pukulan popor senjata dan luka parah. Hal ini kemudian memicu intimidasi bentrok fisik antara warga sipil dan Brimob (Yeimo, 2022).

 

Tabel 3

Peristiwa Konflik Antara Aparat Keamanan Dan Warga

Sipil Di Kabupaten Intan Jaya

Waktu

Peristiswa

29 September 2014

Penembakan&pemukulan warga sipil oleh Brimob

25 Agustus 2016

Penembakan warga Malon Sondegau (luka &masih hidup) oleh satuan Brimob di Sugapa

27 Agustus 2016

Penembakan oleh Brimob terhadap Otinus Sondegau (tewas). Kemudian pembakaran Markas Kepolisian Sektor Sugapa akibat kasus penembakan tersebut diatas.

    Sumber: Data diolah Penulis, 2022

 

Tahun 2017 merupakan Tahun terjadi konflik besar di Kabupaten Intan Jaya karena penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati Intan Jaya periode 2017 – 2022. Para simpatisan pasangan calon Bupati Yulius Yapugau-Yunus Kalabetme dan pejabat sebelumnya Natalis Tabuni-Robert Kobogoyauw berselisih yang menimbulkan sengketa dan bentrokan. Pada 23 Januari 2017 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Intan Jaya massa pendukung Yulius Yapugau-Yunus Kalabetme meminta KPU mempercepat proses penghitungan suara Pilkada Intan Jaya. Namun permintaan tersebut ditolak, karena KPU Intan Jaya belum menerima rekapitulasi perolehan suara dari Distrik Wandai dan Distrik Agisiga.

Karena permintaannya ditolak maka terjadilah terjadi bentrokan antar pendukung yang menewaskan tiga orang warga. Sejumlah 101 warga lainnya terluka. Untuk mengatasi serta meredam bentrokan tidak menyebar maka Polda Papua kemudian mengirimkan 400 orang polisi ke Intan Jaya. Pada akhirnya, KPU intan Jaya dapat melakukan rekapitulasi perolehan suara pada 24 Februari 2017. Akan tetapi, pada 15 Mei 2017, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Papua menolak hasil rekapitulasi Pilkada Intan Jaya dengan alasan  banyak persyaratan administrasi yang tidak dipenuhi KPU Intan Jaya. Persoalan itu kemudian menjadi sengketa Mahkamah Konstitusi (MK).

Pada 29 Agustus 2017, MK memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 7 TPS berbeda. Ketua MK Arief Hidayat membacakan putusannya, menetapkan Natalis Tabuni dan Robert Kobogoyauw memenangi Pilkada Intan Jaya 2017 dengan 36.883 suara. Putusan itu sekaligus membatalkan putusan KPU Intan Jaya yang memenangkan Yulius Yapugau dan Yunus Kalabetme. Putusan MK memicu terjadinya konflik kekerasan dan pengrusakkan aset negara, seperti:  pemalangan lapangan terbang Sugapa, pembakaran sejumlah kantor Pemerintah Kabupaten Intan Jaya oleh massa.

Akibatnya, kegiatan perekonomian di Sugapa lumpuh. Sebagian besar kios dan pasar tutup. Kemudian masyarakat asli memilih untuk diam di dalam rumah, sedangkan sebagian masyarakat pendatang memilih mengungsi ke markas polisi dan tentara. Pasca amuk massa di Sugapa, 100 Brimob Detasemen A Polda Sulawesi Selatan dikirim ke Intan Jaya untuk menjaga obyek vital, seperti lapangan terbang dan kantor-kantor pemerintah. Konflik Pilkada 2017 membuat Pemerintah Kabupaten Intan Jaya sulit menengahi berbagai konflik baru yang terjadi di sana.

Dua tahun kemudian yakni Tahun 2019, muncul lagi konflik yang disebabkan oleh keberadaan TPNPB OPM, KKB dan juga pasukan keamanan / TNI/Polri. Hal ini mnejadikan Intan Jaya sebagai zona konflik seperti halnya yang terjadi di Nduga. Data yang disampaikan oleh Tim Kemanusiaan bahwa sejak Desember 2019 sampai dengan November 2020 tercatat 17 kasus kekerasan yang dilakukan baik oleh TNI maupun oleh TPNPB OPM. Hal ini menyebabkan 17 orang tewas, 12 diantaranya adalah warga sipil dan seorang anak.

Peristiwa tragis yang mendapat kecaman masyarakat adalah saat Pendeta Yeremia Zanambani ditembak pada September 2020. Hal ini awali dengan adanya pengumpulan warga Hitadipa di Markas Koramil Persiapan Hitadipa dan halaman Gereja Iammanuel Hitadipa. Pada saat warga berkumpul, Wakil Komandan Rayon Militer (Wadanramil) Alpius Hasim Madi menyampaikan agar masyarakat segera mengembalikan senapan milik TNI dan disaat yang bersamaan Pendeta Yeremia bersama lima (5) warga lainnya dikatakan sebagai musuh dari Wadanramil tersebut. Dampak dari pengumpulan dan penyampaian itu, kelompok TPNPB OPM melakukan penyerangan terhadap markas koramil dan menyebabkan meninggalnya Pratu Dwi Akbar Utomo. Setelah kejadian itu, aparat TNI membakar rumah dinas tenaga kesehatan serta terjadi penembakan dan penusukan Pendeta Yeremia (Yeimo, 2022).

Victor Mambor dalam tulisannya di Jubi.co.id memaparkan bahwa seorang peneliti Bobby Anderson dalam tulisannya yang berjudul Papua’s Insecurity State Failure in the Indonesian Periphery menjelaskan terdapat empat (4) wilayah yang memiliki karakter konflik di Papua. Pertama, wilayah konflik sumber daya/hak ulayat. Daerah konflik berlatar belakang rivalitas masyarakat adat setempat dengan migran, yang umumnya terjadi di daerah dengan jumlah warga pendatang/migran cukup banyak merupakan karakter wilayah kedua. Ketiga, konflik antar suku. Kemudian yang terakhir adalah, wilayah dengan kekerasan oleh aktor keamanan (Yeimo, 2022).

Sebulan kemudian, yakni pada tanggal 7 Oktober 2020, terjadi penembakan terhadap seorang katekis di Stasi Emondi, Gereja Katolik Keuskupan Timika bernama Agustinus Duwitau. Katekis adalah pembantu Pastor Katolik yang antara lain bertugas menerjemahkan isi doa dan Alkitab dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah setempat. Duwitau diduga sebagai anggota TPNPB OPM sehingga ditembak oleh prajurit TNI saat berjalan kaki dari Paroki Bilogai menuju Kampung Emondi dan tembakan itu mengenai bahu kirinya. Setelah peristwa itu, Keuskupan Timika mengkonfirmasi Duwitau adalah seorang Katekis (Yeimo, 2022).

TPNPB OPM melakukan penembakan pada 9 Oktober 2020 terhadap anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya, Bambang Purwoko Bambang terluka di bagian kaki dan tangan kiri, dan dirawat di rumah sakit. Selanjutnya, 26 Oktober 2020, terjadi penembakan yang menewaskan Katekis Paroki Gereja Katolik Santo Mikael Bilogai, Rufinus Tigau. TNI kembali membuat klaim bahwa Rufinus Tigau adalah anggota kelompok pembebasan atau Papua Merdeka. Pihak Keuskupan menegaskan bahwa Rufinus katekis yang bertugas di Kampung Jalai, Distrik Sugapa, sejak tahun 2015.

TNI dan TPNPB kembali melakukan kontak senjata pada 5 November 2020, dan menyebabkan seorang warga sipil bernama Agopabega Sani terluka di bagian kepala. Korban dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Intan Jaya di Sugapa, dan paramedis di sana membuat surat rujukan untuk membawa Agopabega Sani ke rumah sakit di Timika atau Nabire. Sehari kemudian yakni, 6 November 2020, Kelompok Pro Kemerdekaan ini dan TNI terlibat kontak senjata di Kampung Titigi, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya. Seorang prajurit TNI, Pratu Firdaus tewas, sementara seorang prajurit TNI lainnya, Pratu Arbi Setiawan terkena tembakan dan luka di kaki kanan.

Sejak kematian Pendeta Yeremia Zanambani, banyak warga Intan Jaya yang mengungsi ke beberapa daerah terdekat. Bernadus Kobogau seorang warga di Hitadipa mengatakan bahwa “Akibat dari kematian dari Bapak Pendeta [Yeremia], para jemaat dari sebelas gereja trauma. Kalau TNI, Polri, atau TPNPB masuk, itu artinya masyarakat pasti akan lari. Ada yang mengungsi ke Biandoga, kampung yang berbatasan dengan Kabupaten Puncak, ada juga warga yang lari ke Distrik Agisiga, dan lain-lain. Waktu saya sampai di Hitadipa, saya temukan hanya dua laki-laki saja. Semua sudah tidak ada. Jadi orang ketiga adalah saya. Seluruh orang yang ada di tempat pertumbuhan iman kami di Hitadipa, itu sudah kosong. Jaringan Gereja Katolik Keuskupan Timika dan Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) mendata pasca penembakan Pendeta Yeremia Zanambani ada 367 nama warga Intan Jaya yang mengungsi. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Intan Jaya mencatat 99 nama warga lainnya. Totalnya 466 warga Intan Jaya yang mengungsi ke distrik atau kampung tetangga.

1)   Konflik di Kabupaten Puncak Jaya

Kabupaten Puncak Jaya dengan Delapan (8) Distrik atau Kecamatan yakni, Distrik Mulia, Ilu, Fawi, Mewoluk, Yamo, Tingginambut, Distrik Torere dan Jigonikme telah dibentuk pada tahun 1997 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1996 tentang Pembentukan Kabupaten Puncak Jaya, Paniai, Mimika dan Perubahan Nama dan Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II Paniai di Wilayah Propinsi Daerah TK I Irian Jaya. Hal ini juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Irian Jaya Barat, Kabupaten Pania, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong.

Kabupaten Puncak Jaya secara geografis terletak di kawasan Pegunungan Tengah Provinsi Papua dengan ketinggian antara 500 s/d 4.500 M di atas permukaan laut. Wilayah ini 95% berbukit-bukit dan bergunung-gunung dengan struktur tanah yang berbatu-batu, dan hanya kurang lebih 5% yang merupakan dataran rendah yaitu Distrik Fawi dan Torere. Batas-batas wilayah administratif Kabupaten ini sebagai berikut. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Mamberamo Raya; kemudian sebelah timur berbatasan  dengan  Distrik Karubaga Kabupaten Tolikara; Sebelah Selatan berbatasan dengan Distrik Agadugume Kabupaten Puncak, dan distrik Tiom Kabupaten Lanny Jaya; dan sebelah Barat berbatasan dengan Distrik Sinak, Distrik Pogoma dan Distrik Doufo Kabupaten Puncak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 5

Peta 1.4. Kabupaten Puncak Jaya

 

Puncak Jaya sama halnya dengan Kabupaten Nduga dan Kabupaten Intan Jaya, memiliki rangkaian rekam jejak konflik yang berkepanjangan. Faktor-faktor yang mendorong muncul dan berkembangnya konflik selalu sama, yakni konflik senjata TNI/Polri dan kelompok Pro Kemerdekaan serta gerakan Kriminal Bersenjata dan sengketa politik lokal. Puncak Jaya dengan berbagai pebangunan dan perkembangannya setelah dimekarkan, namun intensitas konflik masih tetap ada. Kekerasan yang kerap terjadi di daerah ini diduga disebabkan oleh OPM. Pemimpin Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) di Puncak Jaya yang biasa disebut dengan sang Jenderal sebagai “Panglima Tertingg,” adalah Goliat Tabuni. Pergerakan mereka selalu berpindah-pindah sehingga tidak mudah untuk didekati dan tidak diketahui. Goliat Tabuni dan anggotanya memiliki belasan pucuk senjata api berbagai jenis, juga alat perang tradisional (Www.jeratpapua.org, 2014).

Tahun 2009 sampai dengan tahun 2014, daerah ini diwarnai oleh kontak senjata antara TPNPB OPM dan TNI/Polri. Pertikaian kedua pihak ini seakan tidak pernah redam dan warga setempat selalu yang menjadi korbannya. Pada awal Tahun 2009, kelompok bersenjata menyerang Pos Polisi Tingginambut di Distrik Tingginambut dan mereka berhasil merampas sejumlah senjata beserta amunisi. Kemudian Kelompok ini menghadang pasukan Brimob yang hendak ke Mulia dan juga membakar bendera merah putih. Selain itu, terjadi penembakan terhadap kendaraan yang akan menuju Mulia oleh kelompok bersenjata.

Awal Tahun 2014 daerah ini kembali bergejolak dengan kasus penembakan oleh kelompok sipil bersenjata terhadap dua anggota Kodim 1714 Puncak Jaya pada ssat sedang tugas jaga di Pos Kompas, Pasar Lama Mulia (regional.kompas.com, 2014). Setelah insiden tanggal 18 Januari 2014 tersebut, aparat keamanan gencar melakukan pengejaran terhadap kelompok bersenjata itu. Pada tanggal 27 Januari 2014 terjadi baku tembak antara kedua belah pihak dan pasukan gabungan TNI-Polri berhasil menangkap 1 orang anggota kelompok OPM. Sebelumya juga terjadi peristiwa baku tembak yang menenwaskan 1 orang anggota TNI di Kampung Yambi Mulia (www.solopos.com, 2022).

Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya konflik di Kabupaten Puncak Jaya, Papua. Pada tahun 2017, tepatnya di Bulan Juli terjadi konflik antara massa pendukung calon pasangan Bupati dan wakil Bupati  nomor urut 1 Yustus Wonda- Kirenius Telenggen dengan pasangan nomor urut 3 Yuni Wonda-Denias Geley. Pertikaian terjadi sejak tanggal 15 Juni sampai dengan 4 Juli saat pemungutan suara ulang pilkada Puncak Jaya. Korban luka sebanyak 20 orang, meninggal dunia 3 orang dan pengrusakan sejumlah rumah dan motor. Setelah konflik itu, para tokoh masyarakat serta aparat TNI/Polri memediasi kedua kelompok massa dan dilakukan kesepakatan dengan memasang tanda bendera merah putih diwilayah pasar Kota baru yang menjadi daerah bebas panah & senjata tajam atau dilarang membawa kedua benda tersebut dalam wilayah kesepakatan tersebut (www.beritasatu.com, 2022).

Namun setelah kesepakatan yang dibuat paska bentrokan massa kedua kubu, terjadi lagi konflik pada tanggal 29 Juli 2017 yang dipicu oleh kesalahpahaman pada acara bakar batu. Peristiwa ini menimbulkan konflik antara massa pendukung 3 kandidat pasangan calon Bupati & wakil Bupati. Pada saat insiden terjadi di Kampung Legimut, Distrik Pagaleme, terdapat anggota KKB atau Kelompok Pro Kemerdekaan yang terlibat didalamnya dan mereka juga membawa senjata. Sejumlah pasukan keamanan kemudian dilibatkan untuk mengamankan daerah tersebut (Www.kompas.id, 2022). Hal ini sangat disayangkan karena sebelumnya telah dilakukan penandatanganan kesepakatan damai  antara pihak yang bertikai.

Setahun kemudian terjadi lagi perang suku di 4 Distrik di Kabupaten ini yang berkaitan dengan politik lokal. Bupati Yuni wonda pada 23 Juli 2018 melantik 302 kepala kampung beserta sekretaris dari 26 Distrik. Namun warga Distrik Muara, Distrik Tingginambut, Distrik Kalome dan Distrik Taganombak tidak setuju dengan para kepala kampung yang dilantik tersebut. Warga Dsitrik yang bertikai tidak setuju dengan pemberhentian Kepala Kampung sebelumnya sehingga melakukan pengrusakkan yang menyebabkan banyak korban luka-luka dan honai yang rusak serta terbakar dan juga ada korban meninggal dunia. Pemerintah Daerah beserta TNI dan Polri segera datang ke lokasi-lokasi konflik guna meredam agar tidak meluas atau bertambah parah (M.wartaplus.com, 2022). Peristiwa ini kemudian mendapat respon dari Kementerian Dalam Negeri RI dengan mengirimkan timnya untuk melakukan investigasi terkait masalah pelantikan 302 Kepala Kampung. Fakta dilapangan bahwa Pelantikan tersebut telah melanggar aturan UU tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Kampung No.4 Tahun 2014 dan Permendagri No.74 tentang Adminitrasi Pemerintah Desa karena terdapat penyelewengan dan tidak tepat sasaran. Bupati Puncak Jaya memberhentikan para Kepala Kampung yang belum berakhir masa jabatannya dan menggantikannya dengan orang-orang terdekat beliau. Hal ini diduga karena pengaruh elit politik da n elit di pemerintahan.

Setelah kasus pelantikan 302 Kepala kampung yang menimbulkan perseturuan, pada tahun 2019 Puncak Jaya diwarnai dengan pertikaian antar suku. Perang suku terjadi di Kampung Pagaleme, Distrik Pagaleme yang disebabkan oleh penghadangan antara kubu BT dan KW pada 24 September 2019. KW mengalami luka karena panah sedangkan BT ditemukan meninggal dunia. Selain itu, 1 orang prajurit TNI dan 1 anggota polisi mengalami luka-luka pada saat melerai perang tersebut. Aparat keamanan berusaha menghentikan perang diantara dua suku. Setelah itu, Wakil Bupati Puncak Jaya memediasi kedua suku yang bermasalah dan masing-masing pihal bersedia meyerahkan pelaku yang diduga terlibat untuk diproses secara hukum (News.okezone.com, 2022).

Kejadian yang dapat mendorong terjadinya gesekan atau konflik yakni, penembakan terhadap dua orang warga sipil yang bekerja sebagao tukang ojek di Kampung Lumbuk, Distrik Tingginambut oleh Orang Tak dikenal (OTK) pada 12 April 2022. penembakan mengakibatkan 1 orang tewas dan satunya lagi kritis. Kasus ini ditanggapi oleh Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ahmad Mustofa yang menyampaikan bahwa mereka masih menyelidiki kasus ini. Setelah insiden tersebut, Kabid Humas mengatakan situasi dan kondisi di Puncak Jaya masih kondusif.

2)   Kabupaten Paniai

 

Gambar 6

Peta Kabupaten Paniai

 

Kabupaten Paniai terletak di kawasan Pegunungan Tengah dan memiliki luas  18.104,63 km² dengan ibukota Enarotali. Daerah ini dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No: 56 Tahun 1996 tentang Pembentukan Kabupaten Administratif Paniai serta UU No. 45 Tahun 1999 tentang Pembentuk Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Mimika dan Kota Sorong, maka terbentuk Definitif pada Tahun 2001. Menurut sejarah,  Paniai dikenal dengan nama Wissel Meeren (Pada zaman Belanda) yang merupakan nama 3 danau di wilayah tersebut. Nama Wissel Meeren adalah nama seorang pilot asal Belanda yang menemukan danau-danau itu pada tahun 1938.

Terdapat Empat (4) suku besar di Paniai, yakni:  suku Mee, suku Moni, suku Wolani dan suku Auye. Pada bagian utara, Kabupaten Paniai berbatasan dengan Kabupaten Nabire dan Yapen Waropen. Kemudian disebelah selatan dengan Kabuoaten Mimika dan Kabupaten Deiyai. Bagian barat wilayah ini berbatasan dengan Kabupaten Dogiyai dan Kabupaten Nabire sedangkan di bagian timur dengan Kabupaten Intan Jaya.

Kabupaten Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya menorehkan perjalanan konflik yang banyak mengorbankan nyawa, menyebabkan kerusakan berbagai fasilitas milik warga masyarakat maupun negara, rasa ketakutan yang berkepanjangan, duka, sedih dan kesengsaraan. Hal ini juga terjadi di Kabupaten Paniai. Tragedi Paniai berdarah tahun 2014 meninggalkan luka yang mendalam serta perjuangan untuk mendapatkan keadilan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia pada saat itu.

Pada tanggal 8 Desember 2014, sejumlah masyarakat berkumpul dilapangan Karel Gobai, Enarotali yang lokasinya berdekatan dengan markas keamanan. Mereka berkumpul untuk melakukan protes atas pemukulan terhadap 11 orang anak yang dilakukan oleh aparat keamanan sehari sebelumnya. 11 anak yang mendapatkan pukulan tersebut dikarenakan mereka menegur aparat TNI yang mengendarai kendaraan tanpa menyalakan lampu. Hal ini kemudian menyulut amarah anggota TNI sehingga terjadilah pemukulan. Pada saat aksi protes berlangsung, warga turut melempari markas keamanan menggunakan batu dan kayu. Hal ini kemudian direspon oleh aparat keamanan dengan melakukan tembakan kearah warga. Akibat dari peristiwa itu, 4 orang warga meninggal dunia dan 17 orang mengalami luka tembakan. Paska tragedi penembakan itu, berbagai kecaman datang atas penembakan yang dilakukan personil keamanan karena telah terjadi kekerasan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 2014 melewati perjalanan panjang guna mendapatkan keadilan melalui proses peradilan. Pada 11 Februari 2020 Komnas HAM RImenentapkan kasus Paniai Berdarah sebagai pelanggaran HAM berat, namun belum ada kejelasan dalam penyelesaiannya. Kejaksaaan Agung RI dalam hal ini memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti penyelesaian kasus ini dan melakukan investigasi lanjutan untuk menemukan permasalahan yang jelas terhadap kasus pelanggaran HAM dan kemudian diteruskan ke tahap penuntutan. Setahun kemudian yakni tanggal 3 Desember 2021, Kejagung mengeluarkan surat perintah penyidikan untuk menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Paniai. Harapannya ada kejelasan dalam penyelsaian serta para pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai (Ahmad Tri Hawaari, 2022).

 

 

Kesimpulan

Penyelesaian Konflik yang terjadi di Provinsi Papua terutama di Empat (4) kabupaten antara lain Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya dan Paniai dapat dilakukan melalui dua jalur diplomasi yaitu Track One Diplomasi melalui peranan pemerintah yang serius dan konsisten menyelesaikan konflik yang ditunjukan dengan keberadaan pemerintah dan peraturan yang dibuat untuk memberikan rasa aman bagi warga masyarakat dikabupaten setempat. Selain Track One juga terdapat Track Two Diplomacy yaitu melalui actor-aktor non-negara yang dinilai dapat memainkan peran aktif ditengah masyarakat yang alami konflik maupun pemulihan pasca konflik sehingga konflik yang terjadi di Papua dapat terselesaikan dan masyarakat Papua dapat hidup aman, rukun dan tenang sehingga kesejahteraan yang sesungguhnya dapat terwujud di tengah-tengah masyarakat Papua.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Ahmad Tri Hawaari. (2022). Awal Mula Kasus Pelanggaran HAM Berat Di Paniai Papua. Retrieved from https://www.google.com website: https://nasional.tempo.co/read/1308202/awal-mula-kasus-pelanggaran-ham-berat-dipaniaipapua/full&view=ok. Waktu akses 30 Juli 2022. Google Scholar

 

Barston, Ronald Peter. (2019). Modern diplomacy. Routledge. Google Scholar

 

Batkorumbawa, Omega. (2022). “Brutal! Siswa Kelas 6 SD Tewas Tertembak di Leher, Bupati Nduga: Anak Itu Tidak Berdosa.. Google Scholar

 

Diamond, Louise, & McDonald, John W. (1996). a. Google Scholar

 

Emilia, Ranny. (2013). Praktek Diplomasi. Baduose Media. Google Scholar

 

Intanjayakab.go.id. (2022). Profil Kabupaten Intan Jaya. Retrieved from https://intanjayakab.go.id/?page_id=1258, waktu akses 28 Juli 2022 website: https://intanjayakab.go.id/?page_id=1258, waktu akses 28 Juli 2022. Google Scholar

 

Irfanuddin, Muhammad Aziz, & KY, I. Gede Sumertha. (2021). Strategi Pencegahan Internasionalisasi Konflik Papua Melalui Track One Diplomacy Dalam Upaya Stabilitas Keamanan Nasional. Jurnal Damai Dan Resolusi Konflik, 7(2), 255–282. Google Scholar

 

M.wartaplus.com. (2022). konflik pelantikan kepala kampung di puncak jaya Wabup itu ulah provokator. Retrieved from https://m.wartaplus.com website: https://m.wartaplus.com/read/2375/konflik-pelantikan-kepala-kampung-di-puncak-jaya--Wabup-itu-ulah-provokator waktu akses 4 Agustus 2022. Google Scholar

 

Moleong, Lexy J. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Offset, Bandung. Google Scholar

 

Ndugakab. (2022). Sejarah. Google Scholar

 

News.okezone.com. (2022). lerai perang antar suku di papua 1 TNI dan 1 Polisi Terluka. Retrieved from https://news.okezone.com website: https://news.okezone.com/amp/2019/09/25/340/2109090/lerai-perang-antar-suku-di-papua-1-tni-dan-1-polisi-terluka?page=1 waktu akses 4 Agustus 2022. Website

 

Papua.tribunnews.com. (2022). Menengok Konflik Nduga di Papua Demo Tuntut Keadilan di Tengah Banyak Korban Berjatuhan. Website

 

Regional.kompas.com. (2014). Dua Anggota TNI Tertembak di Puncak Jaya. Retrieved from regional.kompas.com website: https://regional.kompas.com/read/2014/01/18/2111481/Dua.Anggota.TNI.Tertembak.di.Puncak.Jaya, waktu akses 30 Juli 2022 Website

 

 

 

Regional.kompas.com. (2022). Konflik Nduga Papua, Korban Berjatuhan Dan Demonstrasi Tuntut Keadilan. Retrieved from https://regional.kompas.com website: https://regional.kompas.com/read/2020/07/31/09010071/konflik-nduga-papua-korban-berjatuhan-dan-demonstrasi-tuntut-keadilan-?page=all#:~:text=untuk mengubah kebijakan.-,Gelombang aksi demonstrasi terjadi di Nduga%2C di pegunungan tengah Papua,putranya Selu Karunggu%2C 20 tahun.waktu akses 28 Juli 2022. Website

 

Suripaty, Chanry Andrew. (2022). "KKB Bakar 16 Rumah di Distrik Ilaga, Warga Mengungsi di Kantor Pemerintah”. Google Scholar

 

Tirto.id. (2022a). 37 Ribu Warga Nduga Papua Harus Mengungsi Akibat Konflik Bersenjata. Google Scholar

 

Tirto.id. (2022b). Nestapa Nduga Selama 2019: 37.000 Orang Mengungsi, 241 Orang Tewas. Google Scholar

 

Widjiarti, Keke Utami. (2019). Pengaruh Debt To Asset Ratio (Dar), Total Asset Turnover (Tato), Return On Asset (Roa), Dan Earning Per Share (Eps) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Indeks Lq 45 Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2017. Universitas Buddhi Dharma. Google Scholar

 

www.beritasatu.com. (2022). konflik pilkada puncak jaya mengakibatkan 3 meninggal. Retrieved from www.beritasatu.com website: https://www.beritasatu.com/news/439825/konflik-pilkada-puncak-jaya-mengakibatkan-3-meninggal waktu akses 30 Juli 2022. Website

 

Www.jeratpapua.org. (2014). jalan terjal di puncak jaya. Retrieved from https://www.jeratpapua.org website: https://www.jeratpapua.org/2014/08/12/jalan-terjal-di-puncak-jaya/. Website

 

Www.kompas.id. (2022). konflik lagi di puncak jaya satu orang tewas. Retrieved from https://www.kompas.id website: https://www.kompas.id/baca/utama/2017/07/30/konflik-lagi-di-puncak-jaya-satu-orang-tewas, waktu akses 30 Juli 2022. Website

 

www.solopos.com. (2022). konflik papua baku tembak di puncak jaya 1 anggota-tni-tewas-485149. Retrieved from https://www.solopos.com website: https://www.solopos.com/konflik-papua-baku-tembak-di-puncak-jaya-1-anggota-tni-tewas-485149, waktu akses 30 Juli 2022. Website

 

Yeimo, Hengky. (2022). 4 Mahasiswa yang ditangkap dalam pembubaran demo tolak pemekaran di nabire dibebaskan. Retrieved from https://jubi.co.id/ website: https://jubi.co.id/4-mahasiswa-yang-ditangkap-dalam-pembubaran-demo-tolak-pemekaran-papua-di-nabire-dibebaskan/.Website

 

Copyright holder:

Melyana Ratana Pugu, Mariana Erny Buiney (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: