Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11, November 2022

 

PERSEPSI WISATAWAN PADA CITY BRANDING KOTA KECIL (STUDI PADA KOTA TUAL, PROVINSI MALUKU)

 

Jusak Ubjaan, Semuel Willem Sipahelut


Program Studi Administrasi Bisnis, STIA Trinitas – Ambon, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Revitalisasi pariwisata di kota kecil menjadi kekuatan ekonomi masa depan terutama di negara yang sedang berkembang. City branding diterapkan sebagai salah satu strategi reposisi kota di pasar pariwisata. Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis tingkat persepsi wisatawan terhadap implementasi city branding pada kota kecil seperti kota Tual. Metode penelitian adalah deskriptif kuantitatif dengan data hasil angket yang dianalisis berdasarkan Skala Likert. Sementara untuk mengetahui dan mengidentifikasi karakteristik dari variabel maka digunakan analisis univariat dengan bantuan tabulasi frekuensi.  Jenis populasi adalah infinit population yakni wisatawan domestik yang datang selama bulan Oktober – Desember Tahun 2021 di kota Tual.  Penentuan ukuran sampel dengan rumus Lemeshow yang hasilnya sebesar 73 responden.  Hasil analisis data menunjukkan rata-rata persepsi responden terhadap enam aspek city branding Hexagon yang dijabarkan dalam 13 indikator mencapai nilai mean 3,95 atau kategori baik.  Nilai mean tertinggi terdapat pada dua indikator yaitu fasilitas transportasi dan keramahan penduduk dengan rata-rata nilai yang sama yakni 4,54 (baik).  Sementara nilai mean terendah berada pada indikator fasilitas hiburan kota yakni 2,98 (cukup).  Persentasi jawaban responden pada setiap indikator menunjukkan beragam pilihan, hal ini bermakna responden memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap fasilitas publik yang tersedia di kota Tual.  Oleh sebab itu agar menjadi perhatian pemerintah daerah dalam membangun kota Tual dan tetap melibatkan seluruh stakeholder terutama institusi yang berkaitan langsung dengan pelayanan publik.    

 

Kata Kunci: City branding kota kecil, Tual

 

Abstract

The revitalization of tourism in small towns is becoming a future economic force especially in developing countries. City branding is applied as one of the city repositioning strategies in the tourism market. The main objective of this study was to analyze the level of tourist perception of the implementation of city branding in small cities such as Tual city. The research method is descriptive quantitative with questionnaire result data analyzed based on the Likert Scale. Meanwhile, to find out and identify the characteristics of the variables, univariate analysis is used with the help of frequency tabulation. The type of population is the infinit population, namely domestic tourists who come during October December 2021 in the city of Tual. Determination of sample size with the Lemeshow formula whose results were 73 respondents. The results of the data analysis showed that the average respondent's perception of the six aspects of Hexagon city branding described in 13 indicators reached a mean value of 3.95 or a good category. The highest mean value is found in two indicators, namely transportation facilities and population friendliness with the same average value of 4.54 (good). Meanwhile, the lowest mean value is in the indicator of municipal entertainment facilities, which is 2.98 (sufficient). The percentage of respondents' answers on each indicator shows a variety of options, this means that respondents have a different perspective on the public facilities available in the city of Tual. Therefore, it is the concern of the local government in developing the city of Tual and still involving all stakeholders, especially institutions directly related to public services.

 

Keywords: City branding small town, Tual

 

Pendahuluan

Tempat tinggal memiliki dampak yang signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup. Tinggal di sebuah kota dengan modal sosial yang baik akan berimplikasi pada kehidupan yang lebih baik dan ini adalah kuncinya. Sejalan dengan itu hasil temuan Montgomery (2013) bahwa penduduk kota kecil umumnya lebih bahagia daripada orang yang tinggal di pusat kota yang lebih besar.   Sementara Majewska et al., (2022) menegaskan bahwa kota-kota kecil perlu dianalisa dan diteliti, karena kota-kota kecil ini sangat mendapatkan apresiasi dan minat yang cukup besar baik oleh penduduk maupun wisatawan yang ingin bepergian dan menikmati kehidupan yang tenang dan damai, jauh dari kebisingan kota besar, dengan cenderung berakses ke area hijau.  Hasil temuan Rumbach (2016)  bahwa kota-kota kecil dan menengah akan menjadi mayoritas pertumbuhan perkotaan di abad ke 21.  Hal ini dikemukakan berdasarkan hasil temuannya yang menyatakan bahwa pusat urbanisasi di India dan beberapa kota di belahan dunia saat ini bukan di kota-kota besar tetapi di kota-kota kecil.

Kota dipandang sebagai wilayah yang kompleks yang terkait dengan budaya, gaya hidup dan berbagai paket yang tentu berhubungan dengan permintaan pengunjung (Page, 1995).  Kota-kota kecil harus mampu berkompetisi secara global, serta mampu menunjukkan identitas yang unggul sehingga memberikan sinyal yang baik bagi masyarakat lokal, regional maupun internasional. Namun demikian, pembangunan perkotaan di Indonesia cenderung terpusat pada kota besar mengakibatkan akumulasi modal, aglomerasi ekonomi, maupun tenaga kerja profesional terkosentrasi di kota besar.  Padahal kota kecil memiliki peran yang sangat strtegis dalam konteks pembangunan wilayah, antara lain sebagai pusat administrasi, pusat koleksi dan distribusi produk kawasan pedesaan, pusat perdagangan dan penyerapan tenaga kerja (Bajracharya et al.,2005).  Sejalan dengan itu,  Dril et al. (2016) mengatakan bahwa promosi dan pemasaran kota kecil menjadi alat ampuh untuk mendorong perkembangan dan keberlanjutan pembangunan, terutama dalam menghadapi persaingan global.

Di sisi lain, fenomena yang sama seperti pada kota besar, pertumbuhan ekonomi kota kecil juga mengalami fluktuasi mengakibatkan banyak munculnya fenomena sosial.  Dalam situasi seperti ini, Law (2000) berpendapat bahwa pengembangan pariwisata perkotaan berperan penting dalam memperbaiki perekonomian kota.   Pola manajemen kota tidak lagi terbatas pada administrasi publik tradisional, tetapi sudah harus berubah menjadi suatu “produk” yang bermerek  (Icli and Vural, 2010).   Satu hal yang sangat penting adalah pemerintah kota maupun tokoh masyarakat semakin menyadari bahwa ada kaitan langsung antara reputasi kota dan daya tariknya terhadap prospek pariwisata dan pembangunan ekonomi.  Terkait dengan itu, strategi reposisi menjadi kebijakan populer pemerintah kota  yaitu dengan pendekatan brand strategy.  Kota dapat menggunakan brand atau yang dikenal dengan city branding sebagai cara untuk memperkenalkan identitasnya kepada pasar sasaran.  Menurut Dinnie (2011) konsep city branding diadopsi dari dunia komersial dan diterapkan dalam pembangunan perkotaan dengan tujuan merevitalisasi pariwisata dan investasi.

Implementasi city branding oleh banyak kota dapat diwujudkan dalam city slogan, dimana hampir setiap kota memiliki slogan kota atau tagline sebagai media pesan singkat dalam menarik perhatian masyarakat tentang ciri khas dan keunggulan kota.   Kota Tual merupakan kota kecil di kawasan Timur Indonesia, tepatnya pada Provinsi Maluku dengan status daerah otonom sebagai pemerintahan kota. Terletak di sepanjang pesisir pantai  pulau Dullah dengan latar belakang sedikit perbukitan, sehingga memberikan kesan khas bagi setiap pengunjung.  Letak Kota Tual bersebelahan dengan Kabupaten Maluku Tenggara  di pulau Kei Kecil yang beribukota Langgur. Kedua kota ini dapat ditempuh melalui  sebuah jembatan penghubung yakni Jembatan Usdek berukuran 250 meter yang terbentang di atas selat Rosenberg.   Masyarakat Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara memiliki latar belakang suku, budaya dan bahasa lokal yang sama karena merupakan satu  wilayah hukum adat yakni hukum adat ‘Lar Wul Ngabal’ yang dianut sejak dahulu kala sebagai pedoman hidup dan pemersatu di samping agama.  Berdasarkan hukum adat dan budaya yang telah terbangun di kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara inilah salah satu tagline kota Tual adalah “Tual Kota Beradat.”

 

Gambar1. Tagline Kota Tual.

 

Selain tagline kota Tual terdapat pula taman kota dan bangunan ikonik seperti tugu ‘Maren.’  Tugu ini berlokasi tepat di jantung kota Tual dan istilah Maren yang berasal dari bahasa lokal (bahasa Kei) yang bermakna kerjasama atau gotong royong antar masyarakat dalam membangun sesuatu. Ciri khas maren adalah kerja secara sukarela tanpa pamri artinya tidak membutuhkan biaya untuk sewa menyewa. Tradisi maren juga merupakan sarana mempersatukan antar sesama dalam menjalankan hubungan yang harmonis.  Budaya maren yang secara turun temurun tetap terjaga dan dipelihara sampai saat ini.

 

Gambar 2. Tugu “Maren”  kota Tual.

 

 Berikut adalah tugu “I Love Kei” yang menjadi salah satu ikon kota Tual dan Maluku Tenggara. Tugu ini dibangun di ujung jembatan Usdek yang membatasi kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara dengan latar belakang selat yang membiru dan diapit oleh pulau Dullah dan pulau Kei Kecil.  Lambang ‘hati’ berwarma putih  pada tugu menggambarkan salah satu jenis kuliner ciri khas kepulauan Kei yakni ‘enbal’ yang sudah sangat dikenal dan dijadikan sovenir bagi  pengunjung yang datang di kota Tual maupun kabupaten Maluku Tenggara.

 

Gambar 3. Tugu ‘I Love Kei’

 

Salah satu jenis kegiatan pariwisata yang sangat diminati masyarakat saat ini adalah wisata berbasis budaya seperti ; menelusuri adat istiadat setempat, kerajinan tangan, atraksi budaya, riset tentang bahasa, kuliner lokal, tata cara berbusana dan lain-lain.  Hampir semua kota di Indonesia  telah menggabungkan panorama alam atau keindahan kota dengan kebudayaan lokal sebagai satu suguhan menarik bagi pengunjung.  Kota dapat menggunakan nama, tagline, simbol atau kombinasi dari semua itu untuk membangun image positif (Morgan et al., 2004).

Aspek yang terkandung dalam city branding seperti daya tarik kota, layanan publik, peluang bisnis, dan jaringan kerja berpengaruh terhadap sikap konsumen dan selanjutnya sikap mempengaruhi niat seseorang untuk berperilaku selanjutnya Kaya and Marangoz (2014).  Demikian pula persepsi pengunjung dapat berbeda terhadap sebuah kota. Seorang wisatawan misalnya berbeda pandangan dengan pebisnis terhadap sebuah kota, demikian pula terhadap profesi yang lain. Kota kecil pada negara berkembang umumnya memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga dibutuhkan atribut kota yang bisa menjawab beragam kebutuhan tersebut. Karakteristik boleh saja ditonjolkan sebagai cirikhas kota, akan tetapi kebutuhan wisatawan yang beragam perlu menjadi perhatian pengelola.  Dalam artikel ini tentu tidak menyoroti khusus tentang perbedaan karakteristik tersebut, tetapi mengkaji sejauh mana aspek city branding sebagai suatu konsep lengkap yang dapat menjawab semua permintaan wisatawan tanpa mengabaikan cirikhas kota.  Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan mengkaji sejauh mana city branding  mempengaruhi city image, sehingga membentuk niat wisatawan untuk kembali berkunjung ke kota kecil seperti kota Tual.

City Branding

Salah satu strategi yang banyak dipakai untuk merevitalisasi pariwisata perkotaan saat ini adalah pendekatan brand strategy yang dikenal dengan city branding. City branding adalah bentuk aplikasi merek produk ke suatu kota (Kavaratzis and Asworth, 2005).  Menurut  Zeren (2012) city branding adalah kegiatan yang dilakukan oleh kota-kota yang ingin menjadi pusat daya tarik dan bertujuan membentuk sikap positif pelanggan dengan menyediakan produk dan layanan yang berbasis pada kekuatan strategi merek.  Riza et al., (2012) menyatakan peran city branding juga untuk menciptakan citra atau gambaran pengunjung terhadap suatu kota yang selanjutnya berdampak pada prilaku.  Hasil dari kedua pendapat tersebut menunjukkan bahwa city branding adalah salah satu pencetus sikap positif wisatawan serta membentuk city image ketika orang berada di suatu kota.  Image adalah suatu bentuk penilaian atau gambaran dari publik terhadap suatu objek. Dengan demikin city image pada hakikatnya merupakan bentuk penilaian, gambaran atau kesan publik terhadap suatu kota (Canton, 2001). 

Unsur-unsur yang dapat membangun image kota menurut Riza et al. (2012) meliputi keunikan dan daya tarik kota, seperti bangunan monumental, ruang publik, fasilitas penunjang (hotel, restoran, cafe, rumah sakit, sekolah pelabuhan laut, udara dan lain-lain) serta penataan pemukiman penduduk, taman kota, perkantoran, area perdagangan dan sebagainya. Sebelumnya Lynch (1975) telah mengemukakan lima elemen fisik pembentuk city image yaitu; jalur (path), tepian (edge), kawasan (distric), simpul (nodes) dan penanda (landmark).  Zang (2014) menambahkan faktor non fisik seperti keramahan penduduk, budaya dan hubungan sosial dapat memberikan kesan positif bagi penduduk maupun pengunjung. 

Hubungan city branding dengan city image sebagaimana dijabarkan oleh Prilenska, (2012) bahwa membranding kota yang dimulai dengan suatu intervensi nyata seperti membangun kembali jaringan perkotaan, bangunan milik masyarakat, penyediaan layanan dan berbagai penyelenggaraan acara akan membentuk suatu city image yang baru.  City image tersebut akan menarik wisatawan, investor dan penduduk baru sehingga menambah sumber keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi kota. 

Sebagaimana layaknya kota-kota di negara sedang berkembang,  kota kecil masih sangat membutuhkan pengenalan yang lebih luas di pasar pariwisata. Oleh sebab itu tidak cukup jika city image hanya sebatas kesan yang menarik dan menjadi alasan untuk orang mengunjungi kota. Rekonstruksi city image tidak mungkin dilakukan jika tidak ada perubahan nyata pada kualitas suatu tempat (Paddison, 1993 ; Kavaratzis and Ashworth, 2005). Butuh pengelolaan yang profesional, dimulai dari perencanaan wilayah, penataan infrastruktur hingga inovasi-inovasi baru yang mampu bersaing di era global.   

Sejalan dengan itu  temuan terdahulu oleh Kavaratzis (2004) menyatakan tujuan utama city branding adalah merevitalisasi investasi dan pariwisata dengan sasaran utama adalah meningkatkan arus masuk wisatawan ke suatu kota.  Hal ini menunjukkan keutamaan city branding sebagai prediktor terhadap arus kunjungan wisatawan ke kota.  Dalam kaitan itu, pemerintah kota menjatuhkan pilihan pada konsep city branding sebagai salah satu pendekatan inovatif untuk tujuan promosi bagi pengunjung.  Seiring dengan itu maka untuk mengukur efektivitas city branding, banyak kota menggunakan city branding Hexagon yang diciptakan oleh Anholt (2007) dimana terdapat enam aspek  penilaian antara lain :

1.     Presence (kehadiran) yaitu mengenai status internasional kota, pendirian, pengenalan secara global  atau pengetahuan tentang kota secara global.  Juga mengukur kontribusi global kota dalam aspek ilmu pengetahuan, sejarah, budaya serta pemerintahan.

2.     Place (tempat) yakni menelusuri persepsi masyarakat tentang aspek fisik kota dalam hal suasana kota, iklim,  kebersihan, serta daya tarik bangunan dan taman kota.

3.     Pre-requisite (pra-syarat) yaitu persepsi orang terhadap kualitas dasar sebuah kota, apakah puas, terjangkau, cukup akomodatif terutama tentang fasilitas umum  seperti;  pendidikan, rumah sakit, transportasi, dan fasilitas rekreasi, olahraga dan sebagainya.

4.     People (orang) yaitu mengenai sikap penduduk kota, seperti; ramah, bersahabat, sopan, sehingga masyarakat maupun pengunjung merasa aman.

5.     Pulse (semangat) yaitu mengukur apakah ada hal-hal menarik di kota dalam mengisi waktu luang serta daya tarik kota yang dianggap memberikan nuansa baru.

6.     Potential (potensi) yaitu mengukur peluang ekonomi, mudah mendapat pekerjaan, peluang bisnis.

Anholt (2007) menyatakan bahwa city branding merupakan sebuah proses pembentukan merek kota agar dikenal oleh target pasar (investor, tourist, talent, event dan lain-lain) dengan menggunakan ikon, tagline, slogan, eksibisi, expo atau media promosi lainnya.  Dewasa ini banyak kota yang mengimplementasikan city branding melalui tagline sebagai media komunikasi guna menarik perhatian masyarakat serta menjelaskan secara singkat ciri khas dan keunggulan kota.

 

 

 

Persepsi

Persepsi merupakan proses yang ditempuh individu untuk mengenali objek atau fakta objektif dengan menggunakan alat indra agar memberi makna kepada lingkungan sekitarnya.  Vinai (2012) menyatakan Persepsi merupakan proses seseorang menyeleksi, mengatur dan menafsirkan rangsangan guna memberikan gambaran atau penjelasan tentang dunia yang ada di sekitarnya.  Hal penilaian terhadap objek yang diamati merupakan kesan yang diperoleh individu melalui panca indera kemudian dianalisis, diinterpretasi dan dievaluasi sehingga individu tersebut memperoleh makna. Makna atau nilai yang diperoleh tentu akan melahirkan persepsi positif maupun negatif dan selanjutnya berpengaruh terhadap pengambilan keputusan.  Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang antara lain harapan, pengalaman masa lalu, dan keadaan psikologis. Willis et al., (2015) menyatakan, persepsi pengunjung terhadap suatu kota merupakan keyakinan tentang beberapa fenomena yang melibatkan perasaan yang bermuara pada sikap suka atau tidak suka.   Demikian juga persepsi yang berbeda akan datang dari latar belakang pengunjung yang berbeda.  Seorang pebisnis dan wisatawan berbeda pandangan terhadap sebuah kota, demikian juga antara wisatawan yang satu dengan yang lain dimana sangat tergantung pada tujuan awal wisata tersebut. Namun demikian bagi pengunjung pada umumnya unsur yang paling penting adalah keunikan dan daya tarik kota seperti bangunan monumental, ruang publik, fasilitas penunjang seperti hotel, restoran, rumah sakit, fasilitas  pendidikan, pelabuhan laut dan udara, terminal bis dan lain-lain serta pemukiman penduduk yang teratur, taman kota, perkantoran, area perdagangan dan sebagainya.

Sekilas tentang Kota Tual 

Kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang memiliki batasan wilayah administrasi (Peraturan Pemerintah Dalam Negeri, No. 2, 1987).  Sebuah kota memiliki susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman masyarakat, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial serta kegiatan ekonomi.  Sejalan dengan itu, UU Nomor 26 tahun 2007 tentang ‘Penataan Ruang,’ mendefinisikan perkotaan sebagai wilayah yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian.  Artinya semua penduduk di wilayah tersebut berorientasi di luar sektor pertanian.  Sementara PP No. 2 tahun 1987 mengklasifikasi ukuran kota sebagai berikut :

 

Tabel 1. Klasifikasi Kota Menurut Ukuran

No.

Klasifikasi

Jumlah Jiwa

1

Kota Kecil

20.000. – 50.000.

2

Kota Sedang

50.000. – 100.000.

3

Kota Besar

10.000. – 1.000.000.

4

Kota Metropolitan

1.000.000. – 5.000.000.

5

Kota Megapolitan

Di atas 5.000.000.jiwa.

Sumber : PP No. 2 Tahun 1987.

 

Berdasarkan kriterian tersebut, maka secara demografis keseluruhan jumlah penduduk pada wilayah pemerintahan kota Tual pada tahun 2020 adalah  70.367 jiwa, dan tersebar di beberapa kecamatan. Kecamatan tersebut  diantaranya  Kecamatan Tayando Tam, Pulau Kur dan Kur Selatan yang merupakan wilayah kepulauan yang terpisah dari pulau Dullah yang menjadi pusat pemerintahan kota Tual.  Pulau Dullah sendiri terdapat dua kecamatan yaitu kecamatan Pulau Dullah Utara dan kecamatan Pulau Dullah Selatan. Kecamatan Pulau Dullah Selatan tersebut menjadi pusat pemerintahan kota Tual yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 41.130 jiwa yang terdiri dari dua desa dan tiga kelurahan yakni desa Tual dan desa Taar dan tiga kelurahan yaitu kelurahan Ketsoblak, kelurahan Lodar El dan kelurahan Masrum.  Berdasarkan sebaran jumlah penduduk yang berdomisili di kota Tual tersebut serta pengertian kota sebagaimana pada UU No. 26 tahun 2007, yang menegaskan tentang wilayah yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian,  maka kota Tual dikategorikan sebagai kota kecil.   

Kota Tual merupakan daerah pemekaran baru yang awalnya menjadi bagian dari Kabupaten Maluku Tenggara sebelum pengesahan UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku.  Secara Astronomi, kota Tual terletak antara 50 – 6,50 Lintang Selatan dan 1310 – 1330 Bujur Timur.  Wilayah pemerintahan kota Tual terdiri dari 66 pulau, dan berdasarkan topografi Kota Tual merupakan dataran rendah dengan ketinggian kurang lebih 100 mdpl (meter di atas permukaan laut).  Iklim kota Tual dipengaruhi oleh Laut Banda, Laut Arafura, Samudera Indonesia, dan Benua Australia.   Wilayah kota Tual berbatasan dengan kabupaten Maluku Tenggara di sebelah Selatan dan Timur  serta Laut Banda di sebelah Utara dan barat.  Kepadatan penduduk kota Tual sebesar 273 jiwa/km2  dengan kepadatan tertinggi berada di kecamatan Pulau Dullah Selatan sebesar 976 jiwa/Km2. 

Wilayah Pemerintahan Kota Tual terdiri dari 66 pulau dan 13 diantaranya berpenghuni sedangkan 53 pulau lainnya merupakan pulau yang tidak berpenghuni dan hampir sebagian besar pesisir pantai berpasir putih sehingga terkesan menyimpan keindahan bahari surga di wilayah IndonesiaTimur.  Di depan kota Tual terdapat gugusan pulau-pulau kecil yang menghadirkan pesona wisata bagi para pelancong.  Beberapa pantai pasir putih seperti pantai Difur, pantai Labetawi, danau Waren Ngadi yang dihiasi pepohonan rindang di tepian pantai menambah sejuk suasana dan daya tarik makanan khas tradisional yang dijajakan di kawasan pantai. Berikut salah satu pesona gugusan pulau Bair di kota Tual.

 

Gambar 4. Pesona Pulau Bair, kota Tual.

 

Pulau Bair terdiri dari gugusan pulau yang membentuk lorong pantai dan menjadi salah satu destinasi wisata populer di kota Tual.  Memiliki air laut yang jernih sehingga wisatawan dengan mudah dapat melihat kehidupan bawah air.  Pulau Bair menjadi tempat favorit bagi para penggemar snorkeling atau diving karena keindahan sejumlah terumbuh karang tampak menghiasi spot menyelam.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei sehingga data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh langsung dari responden penelitian melalui pengisian kuesioner. Responden penelitian adalah wisatawan nusantara yang berusia 18 tahun ke atas yang sedang melakukan kunjungan wisata di kota Tual. Usia 18 tahun merupakan usia yang telah matang dalam menentukan pilihan berwisata (Manhurun et al., 2015) Jumlah populasi tidak terhingga (infinit population) sehingga dalam penentuan ukuran sampel digunakan formula dari Lemeshow et al. (1997) sebagai berikut :

 

Dengan demikian untuk menentukan tingkat kepercayaan (confidence level) Z, adalah 95%,  dimana dalam Tabel Kurve Normal 0 – Z,  diperoleh angka 1,96 (Zα = 1,96).  Sementara nilai  estimator proporsi populasi (di masa pandemi) yaitu p = 0,05, sehingga dapat ditentukan ukuran sampel penelitian sebagai berikut :

                

       =

      

        =  73 orang (pembulatan)

 

Dengan demikian ukuran sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah 73 responden.  Teknik sampling yang digunakan adalah Nonprobability sampling yaitu purposive sampling yakni teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu dimana responden yang dianggap cocok dengan karakteristrik populasi yakni wisatawan domestik berusia 18 tahun ke atas dan memahami tentang city branding kota Tual.

Data dari kuesioner selanjutnya akan dianalisis berdasarkan Skala Likert yang berhubungan dengan persepsi wisatawan terhadap Kota Tual. Analisis data melalui tiga tahapan yakni reduksi data, penyajian data dan verifikasi atau penarikan kesimpulan.  Nilai dari skala Likert, akan dianalisis menggunakan teknik deskriptif kuantitatif untuk memperoleh kesimpulan dalam menjawab permasalahan.

 


 

Hasil dan Pembahasan

 

Tabel 2. Karakteristik Responden berdasarkan asal provinsi di Indonesia.

No.

Asal Daerah

Jumlah (orang)

Persentase

(%)

 

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13

14

15

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Timur

Banten

Jawa Tengah

Yogyakarta

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Utara

Sulawesi tenggara

Sulawesi Barat

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku (Kota Ambon)

5

3

7

4

4

6

7

4

9

5

2

3

1

2

11

6,8

4,1

9,6

5,5

5,5

8,2

9,6

5,5

12,3

6,8

2,7

4,1

1,5

2,7

15,1

 

Jumlah

73

100

   Sumber : Hasil Penelitian, 2021

 

Data Tabel 2 menunjukkan asal responden dari berbagai provinsi di Indonesia dimana wisatawan terbanyak berasal dari provinsi Maluku yaitu kota Ambon yakni 51,1 %. Sebagai wisatawan lokal hal ini disebabkan pula karena kota Ambon lebih dekat dengan kota Tual dan merupakan wilayah dalam satu provinsi yaitu provinsi Maluku.  Persentase wisatawan terbanyak kedua adalah  dari Sulawesi Selatan yakni sebesar 12,3 % dan diikuti oleh dua provinsi lainnya yakni Jawa timur dan  Sumatera Barat yaitu sebesar 9,6 %. Setelah dikonfirmasi sebagian dari wisatawan mengakui bahwa kedatangan mereka di Kota Tual selain berwisata, mereka juga mau berinvestasi. 

 

Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin

No.

Jenis Kelamin

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1

2

Pria

Wanita

55

18

75,3

24,7

Jumlah

73

100

Sumber : Hasil penelitian, 2021

 

Data Tabel 3, menunjukkan kunjungan wisatawan terbanyak pada periode Oktober – Desember 2021 adalah berjenis kelamin pria yakni 75,3 %, sementara wisatawan wanita berjumlah 24,7 %.

 

Tabel 4. Karakteristik Responden berdasarkan Usia

No.

Usia

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

 

18 – 25

26 – 33

34 – 41

42 – 49

50 ke atas

10

12

16

21

14

13,7

16,4

21,9

28,8

19,2

Jumlah

73

100

Sumber : Hasil Penelitian, 2021.

 

Data Tabel 4, menunjukkan karakteristik usia responden terbanyak adalah pada kisaran usia 42 – 49 tahun yakni sebesar 28,8 % diikuti usia 34 – 41 tahun yakni 21,9 %, dan usia 50 tahun ke atas sebanyak 19,2 %. Usia responden ditetapkan 18 tahun ke atas sebagaimana penjelasan pada bagian Metodoloi penelitian ini.  

 

Tabel 5. Karakteristik Responden berdasarkan Sumber Informasi

No.

Usia

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1

2

3

4

5

Keluarga / Teman

Media Televisi

Media Cetak

Internet / Medsos

Lainnya

14

19

7

29

4

19,2

26,0

9,6

39,7

5,5

Jumlah

73

100

Sumber : Hasil Penelitian, 2020

 

Data Tabel 5, menunjukkan sumber informasi penting dan terbanyak adalah melalui internet / media sosial yakni 39,7 %, diikuti media Televisi sebesar 26,0%. Selanjutnya responden memperoleh informasi melalui  keluarga / teman sebanyak 19,2.  Pengakuan responden tersebut sangat dibenarkan karena  banyak daerah / negara mempromosikan pariwisata  melalui media internet, karena lebih cepat untuk sampai ke masyarakat luas.

 

Tabel 6. Karakteristik Responden berdasarkan Frekuensi Kunjungan pada destinasi wisata Kepulauan Kei, Kabupaten Maluku tenggara.

No.

Frekuensi kunjungan

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1

2

3

4

1 kali

2 kali

3 kali

Lebih dari 3 kali

39

25

7

2

53,4

34,3

9,6

2,7

Jumlah

73

100

Sumber : Hasil Penelitian, 2020

 

Data Tabel 5, menunjukkan lebih dari separuh responden yakni 53,4 % merupakan wisatawan yang baru berkunjung ke kota Tual.  Sementara responden yang sudah 2 kali melakukan kunjungan sebesar 34,3 % dan yang 3 kali sebesar 9,6 % serta lebih dari 3 kali sebesar 2,7 %.  Hal ini jika ditotalkan maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh  responden baru saja melakukan perjalanan wisata ke kota Tual, provinsi Maluku. Sementara responden yang sudah berulang kali melakukan kunjungan, ketika dikonfirmasi lebih banyak berasal dari kota Ambon dan Sulawesi Selatan.

Analisis Variabel Persepsi Wisatawan

Data yang sudah terkumpul  direkapitulasi dan dilakukan analisis data dengan Skala Likert dengan rentang Skor tertinggi adalah 5 dan terendah adalah 1.  Hasil total nilai Skala Likert akan dihitung berdasarkan mean (rata-rata) dengan rumus:

 

Berikut adalah persepsi responden tentang city branding kota Tual  berdasarkan enam aspek city branding Hexagon yakni ; presence  (kehadiran), place (tempat), pre-requisite (pra syarat), people (orang), pulse (semangat) dan potential (potensi).

 

Tabel 7. Persepsi responden tentang city branding kota Tual

 

 

No.

 

 

Aspek City Branding Hexagon

 

 

Indikator

Persepsi

Total

Rata-rata

Ket.

Sangat

Baik

(5)

Baik

 

(4)

Cukup

 

(3)

Kurang

 

(2)

Sangat kurang

(1)

 

 

 

1.

 

Presence (kehadiran)

-    Mendengar tentang kota

-    Kontribusi kota dalam budaya nasional

 

160

 

240

 

 

 

124

 

60

 

18

 

24

 

8

 

4

 

0

 

0

 

310

 

328

 

4,24

 

4,49

 

Baik

 

Baik

2.

 

Place (tempat)

-    Daya tarik  taman & bangunan

-    Kebersihan lingkungan

 

95

 

200

 

 

84

 

72

 

75

 

30

 

12

 

6

 

2

 

2

 

268

 

310

 

3,67

 

4,13

 

Baik

 

Baik

  3.

Pre-requisite (pra syarat)

-    Fasilitas Transportasi

-    Fasilitas pendidikan

-    Fasilitas rekreasi

255

 

125

 

100

48

 

80

 

112

27

 

48

 

36

2

 

12

 

20

0

 

6

 

3

332

 

271

 

271

4,54

 

3,71

 

3,71

Baik

 

Baik

 

Baik

4.

People (orang)

-    Keramahan penduduk

-    Keamanan kota

220

 

200

97

 

80

15

 

24

0

 

10

0

 

0

332

 

314

4,54

 

4,30

Baik

 

Baik

5.

Pulse (semangat)

-    Hiburan

-    Suasana kota nyaman

60

 

105

72

 

104

45

 

69

26

 

6

15

 

0

218

 

284

2,98

 

3,89

Cukup

 

Baik

6.

Potential (potensi)

-    Peluang kerja

-    Peluang Bisnis

 

 

70

 

85

 

112

 

96

 

 

45

 

84

 

20

 

4

 

6

 

1

 

253

 

270

 

3,46

 

3,69

 

Baik

 

Baik

 

Nilai rata – rata

 

3,95

 

 

Baik

Sumber : Data Olahan hasil penelitian, 2021.

 

Data tabel 7 menunjukkan persepsi responden terhadap city branding kota Tual melalui penilaian terhadap 13 indikator dari 6 aspek city branding Hexagon yang ada pada kuesioner.  Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rentang nilai rata-rata tertinggi adalah 4,54 pada indikator ‘fasilitas transportasi’ dan ‘keramahan penduduk’.  Kedua indikator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut ;  a) ‘Fasilitas transportasi,’ hasil tersebut  terkonfirmasi dengan hasil wawancara langsung terhadap responden yang menyatakan bahwa transportasi di kota Tual sangat mudah diperoleh meskipun masih bersifat konvensional dan belum ada transportasi online.  Perjalanan ke objek-objek wisata sangat mudah karena bisa melalui angkutan kota maupun kendaraan carteran yang sangat mudah diperoleh.  Meskipun demikian terdapat ragam tanggapan oleh responden dimana 12,3 % menjawab cukup serta 1,4 % menyatakan kurang. b) Nilai mean yang sama (4,54)  pada indikator ‘keramahan penduduk.’ Hal ini seiring dengan pengakuan internasional terhadap bangsa Indonesia yang terkenal di mata dunia sebagai bangsa yang ramah. Setiap daerah yang menunjukkan keramahan merupakan perwujudan dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Sejalan dengan itu, tagline kota Tual sebagai ‘Kota Beradat’ memperlihatkan nilai-nilai adat istiadat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.  di sisi lain, terminologi seperti “ain ni ain” yang berarti memandang orang lain seperti saudaranya sendiri, menggambarkan rasa hormat kepada setiap tamu yang datang berkunjung.

Sementara nilai mean terendah terdapat pada indikator ‘hiburan kota’ yaitu sebesar 2,98 (cukup).  Kota Tual yang terletak di bagian Tenggara provinsi Maluku merupakan kota ‘beradat’ yang dalam banyak hal terutama soal menata pembangunan cenderung mempertimbangkan nilai-nilai adat dan agama.  Hal inilah menyebabkan masyarakat enggan untuk berinvestasi di sektor hiburan.  Sesuai hasil survei menunjukkan fasilitas hiburan yang tersedia di kota Tual sangat minim.  Bagi masyarakat yang inginan  menikmati hiburan seperti karoke, bar,   dan lain-lain bisa memperolehnya di kota Langgur, kabupaten Maluku Tenggara yang hanya dibatasi oleh “Jembatan Usdek” yang jaraknya kurang lebih 250 meter.

Indikator ‘mendengar tentang kota Tual’ dengan nilai rata-rata 4,24 (Baik) menunjukkan bahwa kota Tual sudah dikenal sejak masa lampau seiring dengan perjalanan sejarah kedatangan bangsa Eropah, Cina, Arab dan lain-lain di Nusantara.  Kota Tual memiliki posisi yang sangat strategis dalam jalur pelayaran dan perdagangan rempah-rempah di Maluku.  Saat ini setelah terpisah dengan kabupaten induk Maluku Tenggara, kota Tual semakin maju di bidang perniagaan dan pariwisata terutama panorama alam pantai serta atraksi budaya. Salah satu event yang sangat terkenal saat ini adalah tradisi penangkapan ikan ciri khas masyarakat Kei  yang melibatkan baik masyarakat Kota Tual maupun masyarakat kabupaten Maluku Tenggara dengan nama ‘Pesona Meti Kei.’  Festival pesona meti kei  selalu dimulai dengan rangkaian atraksi seni tradisional masyarakat Kei  sampai pada puncaknya yaitu tradisi penangkapan ikan ciri khas masyarakat Kei. Namun demikian terdapat 4 responden (11%)  menyatakan bahwa gaung tentang kota Tual belum maksimal sehingga dibutuhkan promosi pemerintah daerah yang lebih gencar. Sementara indikator ‘kontribusi terhadap budaya nasional’ dengan nilai rata-rata 3,28 (baik) menunjukkan bahwa budaya oarang Kei yang adalah masyarakat asli kota Tual telah dikenal luas di seluru masyarakat Indonesia. Sebelum bangsa ini membentuk hukum positifnya suku Kei telah membentuk hukum adat ‘Larvul Ngabal’ yang menjunjung tinggi hak-hak individu maupun kelompok serta menghormati martabat sesama manusia lebih khusus kaum perempuan (Yong Ohoitimur ; https://www.scribd.com).  Saat ini banyak peneliti baik dari dalam maupun luar negeri melakukan riset tentang hukum adat Larvul Ngabal dan budaya orang Kei di kota Tual. Beberapa responden termasuk dalam perjalanan wisata sekaligus melakukan peneliti tentang budaya orang Kei.

Indikator ‘daya tarik taman dan bangunan’ mencapai nilai rata-rata 3,67 (baik) menunjukkan responden sangat tertarik dengan taman kota dan beberapa bangunan ikonik yang ada di kota Tual.  Sementara indikator kebersihan lingkungan mencapai nilai mean 4,13 (baik) yang menunjukkan apresiasi responden cukup baik terhadap kebersihan kota Tual. Faktor kebersihan menjadi perhatian penting di setiap kota. Pemerintah kota melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Tual menargetkan piala Adipura sebagai sasaran perjuangan mereka dalam hal kebersihan lingkungan kota.

Indikator “fasilitas pendidikan” mencapai nilai rata-rata 3,71 (baik), hasil temuan ini menunjukkan pemerintah kota Tual sangat mendukung salah satu tujuan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Di kota Tual terdapat semua jenjang pendidikan mulai dari Paud, pendidikan dasar dan menengah bahkan ada beberapa perguruan tinggi yang sudah beroperasi sejak lama khusus jenjang akademi (D3) dan strata satu (S1).  Masyarakat kota Tual dapat memilih untuk mengikuti pendidikan di kabupaten Maluku Tenggara disebabkan jarak yang sanagat dekat, demikian pula sebaliknya.  Meskipun demikian terdapat 16,4 % responden meyatakan pendidikan di kota Tual masih kurang bahkan 8,2 % menyatakan sangat kurang.  Hasil wawancara menunjukkan bahwa kelompok responden ini mengharapkan beragam program studi yang harus dikembangkan di kota Tual.    Sementara indikator “fasilitas rekreasi”   mencapai nilai mean yang sama dengan fasilitas pendidikan yakni 3,71 (baik). Dengan berkembangnya berbagai destinasi wisata di kota Tual maka ikut mendorong fasilitas rekreasi di kota ini.  Rekreasi seperti sky air dengan papan peluncur, selam di taman laut, kuliner lokal, atraksi budaya lokal dan lain-lain.

Indikator “keamanan kota” dengan nilai rata-rata 4,30 (baik) manunjukkan lebih dari separuh responden marasa sangat aman selama berada di kota Tual. Satu hal yang menjadi perhatian peneliti pada saat di lapangan adalah pola kepemimpinana wali kota yang selain melaksanakan pembangunan, sangat memperhatikan faktor keamanan masyarakat.  Cara melibatkan TNI-POLRI serta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah juga segenap warga masyarakat terutama tokoh agama, tokoh adat yang ikut berperan menjalankan fungsi dan tugas di lingkungan masing-masing sehingga kota Tual sangat kondusif, aman dan terjaga. Falsafah “ain ni ain” mengandung nilai persaudaraan antar masyarakat menjadi ikatan kekerabatan sehingga membangun rasa persaudaraan dengan sesama yang lain tetapi juga harmoni antar umat beragama tetap  terjaga. Meskipun demikian terdapat 5 responden (6,8 %) menyatakan kurang aman, hal ini bagi mereka bahwa setiap daerah yang baru dikunjungi tetap ada kekuatiran terkait faktor keamanan sehingga selalu waspada.   

Indikator “kenyamanan kota” mencapai nilai rata-rata 3,89 (baik) dimana tanggapan responden cukup beragam. Kenyataan ini menunjukkan bahwa semua stakeholder kota sudah mulai memahami dan peduli dengan kehadiran wisatawan. Kepedulian tentang faktor kenyamanan wisatawan sama halnya dengan keamanan wisatawan. Namun kepedulian yang dimaksudkan adalah kepedulian terhadap pelayanan yang memberi kenyamanan yang berkesan. Tidak serta merta mengharapkan imbalan dari wisatawan ataupun pengunjung yang datang.   Meskipun demikian data tabel 6 menunjukkan 4,1 % responden menyatakan kurang nyaman. Hal ini disebabkan  para penawar jasa seperti pedagang asongan, tukan parkir, sopir angkot dan lain-lain yang selalu agresif yang mengakibatkan kesan kurang baik bagi wisatawan.

Indikator peluang kerja dengan nilai rata-rata  3,46 (baik) menunjukkan ragam pendapat dari responden yakni 19,18% menyatakan peluang kerja di kota Tual sangat mudah sementara 38,36 % menjawab baik yang berarti mudah memperoleh pekerjaan.  Hasil wawancara menunjukkan responden optimis bahwa masih banyak peluang kerja yang dapat diperoleh di kota-kota kecil yang sedang berkembang. Kearifan lokal yang dimiliki kota kecil dapat dikembangkan menjadi usaha kreatif, seperti kuliner, ketrampilan masyarakat untuk sovenir. Sementara kota Tual memiliki sumber daya laut yang berlimpah, potensi pariwisata yang menjanjikan sehingga dapat dikelola dengan baik, termasuk penawaran jasa transportasi laut, jasa selam, tour guide yang dapat dikembangkan.  Sementara Indikator ‘peluang bisnis’ dengan nilai mean mencapai 3,69 (baik) yang menunjukkan rata-rata responden optimis terhadap peluang bisnis di kota Tual. Kota Tual merupakan daerah pemekaran baru setelah berpisah dengan kabupaten Maluku Tenggara sehingga memiliki peluang pekerjaan maupun investasi. Di sisi lain sebanyak  5 responden (6,9%) menyatakan kurang ada peluang bisnis, dimana hasil wawancara menunjukkan kelompok ini masih beranggapan bahwa bisnis masih menjadi kepunyaan orang tertentu yaitu orang yang bermodal (capital).

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan di atas maka disimpulkan bahwa persepsi wisatawan terhadap 6 (enam) aspek city branding hexagon yang ditujukkan terhadap kota Tual,  mencapai nilai rata-rata (mean) sebesar 3,95 (baik).  Dari 13 (tiga belas) indikator yang bersumber dari variabel city branding tersebut nilai mean tertinggi diperoleh dari indikator ‘fasilitas transportasi dan keramahan penduduk’ yakni sama-sama mencapai 4,54 (baik) meskipun demikian terdapat keragaman tanggapan dari responden.  Sementara nilai mean terendah berada pada indikator ‘hiburan’ yaitu 2, 98 (cukup).

Indikator mendengar tentang kota Tual dengan nilai mean 4,24 (baik) menggambarkan rata-rata responden sebelumnya telah mengetahui tentang keberadaan kota Tual.  Sementara indikator kontribusi kota dalam budaya nasional mencapai nilai mean 4,49 (baik). Kontribusi kebudayaan termasuk hukum adat yang berlaku dan semua atraksi buadaya yang terkemas dalam budaya Maluku.  Indikator daya tarik taman dan bangunan dengan nilai mean 3,67 (baik) menunjukkan rata-rata responden berespon  positif terhadap taman dan bangunan ikonik di kota Tual.  Sementara indikator kebersihan lingkungan dengan nilai mean 4,13 (baik) menggambarkan rata-rata responden cenderung mengakui akan lingkungan kota Tual yang bersih dan apik. 

Indikator fasilitas pendidikan dengan nilai mean 3,71 (baik)  menunjukkan rata-rata responden mengakui kemajuan fasilitas pendidikan yang ada di daerah ini.  Sementara indikator fasilitas rekreasi mencapai nilai mean yang sama yakni 3,71 (baik) dimana kota Tual saat ini sedang mendandani sektor pariwisata sejak terpisah dari kabupaten induk yakni Maluku Tenggara. Indikator keamanan kota dengan nilai mean mencapai 4,30 (baik) menunjukkan rata-rata responden mengakui bahwa kota Tual selalu dalam keadaan aman baik aktivitas masyarakat lokal maupun pariwisata. Sementara indikator kenyamanan kota dengan nilai mean 3,89 (baik) menunjukkan kesan responden terhadap  kondisi masyarakat dalam menciptakan suasana  nyamanan terutama pelayanan publik maupun privasi selalu berkesan baik.

Indikator peluang kerja dengan nilai mean 3.46 (baik) menunjukkan responden rata-rata menganggap kesempatan kerja di kota Tual sangat mudah. Bagi responden kota kecil yang sedang berkembang dan memiliki ragam kearifan lokal dan sumber daya alam (laut) yang besar menciptakan banyak  peluang kerja.  Sementara indikator peluang bisnis dengan nilai mean 3,69 (baik) menunjukkan rata-rata responden sepakat bahwa peluang bisnis di kota Tual sangat baik.  Bagi responden kota Tual sebagai daerah pemekaran baru memberikan banyak kesempatan bagi investor maupun pebisnis yang ingin mengembangkan usahanya di kota ini.

Dengan demikian secara umum disimpulkan bahwa rata-rata tanggapan responden terhadap keenam aspek city branding hexagon dengan 13 indikator yang dinilai oleh responden terhadap kota Tual adalah baik. Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan tersebut maka saran yang disampaikan adalah : 1)  Bahwa setiap indikator dapat dijawab oleh responden dengan beragam pilihan.  Hal ini menunjukkan responden memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap fasilitas publik yang tersedia di kota Tual.  2) Salah satu indikator yang memiliki nilai mean terendah yakni  fasilitas hiburan kota. Dengan demikian menjadi perhatian pemerintah daerah terutama mendukung investasi di sektor hiburan. 3) Pemerintah daerah terus membangun kota Tual dengan melibatkan seluruh stakeholder terutama institusi yang berkaitan langsung dengan pelayanan publik.     

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Anholt, Simon,  2007. Competitive Identity: The New Brand Management for Nations, Cities and Regions.USA: Palgrave Macmillan.

 

Bajracharya S.B., Furley P.A., and Newton A.C.  2005. Effectiveness of Community Involvement in Delivering Concervation Benefits to the Annapurna Concervation Area, Neval. Enfironmental Cocervation, 32 (3): 1-9.

 

Canton, Bill,  2001.  Public Holiday, Brisbane : John Wiley and Sons.

 

Dinnie, Keith,  2011.  City Branding,  Theory and Cases, USA : Palgrave Macmillan.

 

Dril, Nataliya., Andriy Galkin and Natalya Bibik,  2016.  Applying city marketing  as a tool to support sustainable development in small cities : Case study in Ukraine. Science Direct,  Transportation Research Procedia (16)           p. 46-53.

 

İçli, E.G. and Vural, B.B, 2010. Şehir Markası Yaratma Süreci ve Marka Şehir Çerçevesinde Kırklareli İlinin Değerlendirilmesi, Uluslararası II.Trakya Kalkınma-Girişimcilik Sempozyumu, İğneada-Kırklareli.

 

Kavaratzis, M, 2004.  From city marketing to city branding: Towards a theoretical framework for developing city brands, place branding, Journal of Business, Vol.1, 1, pp.58-73.

 

Kavaratzis M. and Asworth, 2005.   City Branding : An affective assertion of identity or A transitory marketing Trick, Tijscrift foor economice en sociale geografie Journal, vol. 96.5.

 

Kaya, Funda and Mehmet Marangoz,  2014.  Brand Attitudes of Entrepreneurs as Astakeholder Towards a City, Elsevier : Journal of Social and Behavioral Sciences PP. 485-493. 

 

Lemeshow, S., Hosmer D.W., Klar J., Lwang S.K.  1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan (Terjemahan), Gajah Mada University Press.

 

Low, GS and Lamb, CW Jr, 2000.  The measurement and dimensionality of brand assosiations, Journal of Product & Brand Management, Vol. 9 No. 6. PP.350-68.

 

Lynch, Kevin, 1975. The Image of The City. Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, Massachusetts, and London England.

 

Manhurrun, P. Ramseook.,  Seebaluck V.N and  Naidoo P.  2015.  Examining the structural relationships of destination image, perceived value, tourist satisfaction and loyalty : case of Mauritius, Social and Behavioral Science Vol. 175, pp. 252-259.

 

Majewska A, Denis M, Sylwiakrzusstofik, Palwakmonica M, 2022.  The development of small towns and towns of well-being: Current trends, 30 years after the change in the political system, based on the Warsaw suburban area, Land Use Police Journal, Vol. 115.

 

Montgomery C.H, 2013. Happy city. Transforming our lives through urban design Ferrar, Straus and GirouX, New York (2013)

 

Morgan N.,  Prichard A. and Pride R,  2004.  Destination branding : Creating the unique destination proposition. Second Edition. Oxford: Butterworth-Heinemann. 

 

Paddison R,   1993. City Marketing, Image Reconstruction and Urban Regenreration. Urban Studies, No.30, p. 339-350. 

 

Page, Stephen J.  1995.   Urban Tourism,  Routledge, London (1).

 

Prilenska, Viktorija, 2012.  City Branding as a Tool for Urban Regeneration: Towards a Theoretical Framework, Journal of Architecture and Urban Planning, pp. 12- 16.

Riza, Muge., Natciye Doratli  and Mukaddes Fasli,  2012. City branding and identity, Social and Behavioral Sciences, pp 293-300.

 

Rumbach Andrew, 2016. Desentralization and small cities : Toward more effective urban disaster governance. Habitat International, Vol. 52, p. 35 – 42.

 

Ryu, Kisang ., Heesup Han and Tae Hee Kim, 2008, The relationships among overall quick-casual restaurant image, perceived value, customer satisfaction, and behavioral intentions, International Journal of Hospitality Management, Vol. 27, pp. 459-469.

 

Villar, Vernando Rey Castillo,  2016. Urban Icons and City Branding Development, Journal of Place Management and Development, Vol. 9 (3).

 

Vinay, Raj R.  2012.  Perception about creating brand called community tourism,  International Journal of Management Research and Review, Vol. 2, pp. 847 – 857.

 

Walker M., Kaplanidou K., Gibson H., Thapa B., Geldenhuis S and CotzeeW.  2013.  Win in Africa,With Africa : Social Responcibility, Even Image and Destination Benefits. The case of 2010 FIFA world cup in South Africa,  Tourism Mangement,  34, p. 80-90.

 

Whang H.,  Yong S., and  Ko E,  2016.  Popculture, Destination Image, and Visit Intentions : Theory and Research on Travel Motivations of Chinese and Russian Tourist,  Journal of Business Researc, No.69(2), p.631-641.

 

Willis, D. P, Manaugh K, Geneidy, A. El,  2015. Cycling under influence: summarizing the influence of perceptions, attitudes, habits, and social environments on cycling for transportation, International Journal of Sustainable Transportation, 9 (8) (2015), pp. 565-579.   

 

Zang H.,  Fu., Cai L.A  and Lu L, 2014.  Destination Image and Tourism Loyalty: A Meta Analysis.  Journal of Tourism Management, 40, 213-233.

 

Zeren, H.E.  2012,  Kent Markalasma Surecinde Ic Giricimicilik Factoru, Kahramanmaras Sutcu Imam Universitesi, Iktisadi ve Idari Bilimler Fakultesi Dergisi, Cilt : 02, Sayi:01,p.95-104.

 

Copyright holder:

Jusak Ubjaan, Semuel Willem Sipahelut (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: