Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11, November 2022

 

METODE TAFSIR TAHLILI DALAM PENGEMBANGAN TAFSIR TARBAWI

 

Reyza Farhatani, Aceng Kosasih

Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Al-Qur’an merupakan pedoman umat Islam yang selalu relevan sepanjang masa. Al-Qur’an berkaitan erat dengan pendidikan. Pendidikan sendiri mempunyai tempat yang strategis dalam membentuk budaya dan peradaban manusia. Nilai sastra yang tinggi di dalamnya, membuat Al-Qur’an harus dipahami dengan ilmu yang mumpuni. Metode tafsir tahlili merupakan salah satu metode tafsir yang analitis dan komprehensif. Dalam pengembangannya dengan tafsir tarbawi, seorang mufasir harus lebih bisa menangkap setiap pesan ayat yang dikandungnya dan memahami suatu pendidikan yang sedang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya pada setiap ayat Al-Qur’an tersebut.

 

Kata Kunci: al-qur’an; tafsir tahlili; pendidikan

 

Abstract

The Qur’an is a guideline for Muslims which is always relevant at all times. The Qur’an is closely related to education. Education itself has a strategic place in shaping human culture and civilization. High literary value in it, making the Qur’an must be understood with qualified knowledge. The tahlili interpretation method is one analytical and comprehensive interpretation method. In its development with the interpretation of the tarbawi, a commentator must be better able to grasp every message of the verse they contain and understand an education that is being given by Allah to His people in each verse of the Qur’an.

 

Keywords: the qur’an; tafsir tahlili; education

 

Pendahuluan

Allah menurunkan Al-Qur’an kepada umat manusia sebagai hudan, bayyinah, dan furqan. Al-Qur’an merupakan pedoman umat Islam yang selalu relevan sepanjang masa (Sanaky, 2008). Al-Qur’an berkaitan erat dengan pendidikan. Pendidikan sendiri mempunyai tempat yang strategis dalam membentuk budaya dan peradaban manusia (Mudlofir, 2011). Selain itu, Al-Qur’an memiliki nilai sastra yang tinggi, sehingga untuk memahaminya tidak bisa sembarangan, perlu ilmu yang mumpuni agar seseorang dapat memahami dengan benar hal-hal yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dari hal tersebut tafsir menjadi kunci untuk membuka makna yang terdapat dalam Al-Qur’an (Elhany, 2018) Para ulama tafsir menggunakan berbagai metode dan corak yang beragam untuk dapat memahami isi kandungan Al-Qur’an. Di antara metode yang sering digunakan ialah metode tahlili, metode ijmali, metode muqaran, dan metode maudhu’i (Yamani, 2015). Dari keempat metode tersebut, ditambahkan secara spesifik oleh (Ahmad, 2016), metode tahlili merupakan salah satu metode yang sering digunakan oleh para pengkaji Al-Qur’an.

Kemudian dalam hal ini penulis akan membahas mengenai metode tafsir tahlili dalam pengembangan tafsir tarbawi. Metode tafsir tahlili akan dapat membantu memudahkan menafsirkan Al-Qur’an secara mendalam. Meskipun dalam pengaplikasiannya para mufasir berbeda-beda, ada yang mengurai secara ringkas dan ada pula yang menguraikannya secara terperinci, hal tersebut tergantung kepada kecenderungan mufasir (Zuailan, 2016). Tafsir tarbawi sendiri menitikberatkan pada masalah tarbiah dalam rangka membangung peradaban yang sesuai dengan petunjuk dan spirit Al-Qur’an (Yunus, 2016).

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka. Pendekatan kualitatif ialah cara meneliti dengan melihat keadaan objek tertentu yang alami. Pada penelitian ini, peneliti berfungsi sebagai instrumen kunci penelitian  (Sugiyono, 2016, hal. 8-9).

 

Hasil dan Pembahasan

1.   Pengertian Metode Tafsir Tahlili

Dalam pengertian secara etimologis, tahlili berasal dari bahasa Arab yakni ,(التحللي) yang berarti menjadi lepas atau terurai (Abd Al-Hay Al-Farmawi dalam (Elhany, 2018). Metode ini berupaya untuk menganalisis dan menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara menyeluruh, komprehensif (Rokim, 2017), menjelaskan Al-Qur’an dengan menguraikan pelbagai segi dan menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an, dilakukan secara beruturan ayat demi ayat kemudian surat demi surat (Ahmad, 2016), menonjolkan kandungan lafaz-lafaznya, hubungan antar surat, dan penyebab turunnya (Sanaky, 2008).

Pendapat tersebut diperkuat oleh (Izzan, 2011, hal. 242), metode tafsir tahlili ialah metode menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara menguraikan secara rinci kata demi kata, ayat demi ayat dalam Al-Qur’an dari awal hingga akhir. Masih senada dengan pendapat tersebut  (Hermawan, 2011, hal. 117) memaparkan, metode tafsir tahlili ialah metode yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara analitis, yaitu memaparkan seluruh aspek yang terdapat dalam ayat yang ditafsirkan sesuai dengan bidang keahlian mufasir tersebut. Penggunaan metode ini ialah seperti menganalisis pengertian kosa kata (makna mufradat), kecocokan redaksi dan keindahan bahasa (fashahah dan balagah), hubungan makna ayat yang sedang ditafsirkan dengan ayat yang sebelum maupun sesudahnya (munasabah al-ayat), dan sebab-sebab turunnya ayat (asbabunnuzul). Selain itu, dalam metode ini harus melihat pula keterkaitan makna ayat yang ditafsirkan dengan penjelasan yang pernah diberikan Nabi, sahabat, tabi’in, dan ulama-ulama sebelumnya yang terlebih dahulu menafsirkan ayat-ayat tersebut. Oleh karenanya, kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode tahlili biasanya memerlukan volume kitab yang besar, bahkan sampai berjilid-jilid.

2.   Macam-Macam Metode Tafsir Tahlili

Dalam perkembangan penafsiran Al-Qur’an, para ulama membagi wujud tafsir Al-Qur’an dengan metode tahlili kepada tujuh macam, di antaranya adalah tafsir bil matsur, tafsir bil ra’yi, tafsir sufi, tafsir falsafi, tafsir fiqhi, tafsir ilmi dan tafsir adabi (Ahmad, 2016). Namun dalam hal ini penulis hanya akan menjelaskan dua macam, yakni metode tafsir tahlili bil ma’tsur dan tafsir bil rayi. Dikutip dari (Rokim, 2017), sebagai berikut:

1.   Tafsir Tahlili bil Matsur (Riwayat)

Dalam hal ini metode tafsir tahlili berusaha menjelaskan ayat-ayat secara terperinci dengan menggunakan pendekatan tafsir bil matsur. Adapun yang dimaksud dengan tafsir bil matsur adalah penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berlandaskan pada penjelasan dalam ayat yang lain, hadis-hadis nabi, dan pada perkataan para sahabat dan tabi’in. Di antara tafsir tahlili yang menggunakan pendekatan tafsir bil matsur yaitu:

a.   Tafsir Jami’ al-Bayan fi Ta’wil ayat Al-Qur’an.

b.   Ma’alim Tanzil al-Bagawi.

c.   Tafsir Al-Qur’an al-Adzim, Ibnu Katsir.

d.   al-Durr al-Ma’tsur fi al Tafsir bi al-Ma’tsur Suyuti.

2. Tafsir Tahlili bil Ra’yi (Pemikiran)

Ragam tafsir tahlili yang kedua adalah penggunaan pendekatan tafsir bil ra’yi. Yakni dalam penjelasan tafsir tahlili ini, mufasir menggunakan sumber ra’yi yang didukung dengan kaidah-kaidah tafsir dan cabang-cabang ilmu tafsir. Di antara tafsir tahlili yang menggunakan pendekatan tafsir bil ra’yi yaitu:

a.   Tafsir al-Khazin, al-Khazin.

b.   Anwar Tanzil wa Asrar Al-Ta’wil, al-Baydhawi.

c.   Tafsir al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an, Thanthawi Jauhari.

d.   Tafsir al-Manar, Muhammad Rasyid.

3.   Kelebihan Dan Kekurangan Metode Tafsir Tahlili

Kelebihan dari metode ini ialah seperti ruang lingkup yang luas. Metode ini dapat digunakan oleh mufasir dalam dua bentuk yaitu ma’tsur dan ra’yi yang dapat dikembangkan dalam berbagai penafsiran sesuai dengan keahlian masing-masing mufasir (Sanaky, 2008). Kelebihan lain dari metode ini adalah terletak pada keleluasaan dan keutuhannya dalam memahami Al-Qur’an. Dengan metode tahlili, seseorang diajak memahami Al-Qur’an dari awal (Surah Al-Fatihah) hingga akhir (Surah An-Nas) (Amin, 2017). Selain itu, dengan metode ini dapat memuat berbagai ide. Pola penafsiran metode ini dapat menampung ide yang terpendam dalam benak mufasir, bahkan sampai ide-ide ekstrim pun dapat ditampungnya (Ahmad, 2016).

Sedangkan untuk kekurangannya ialah akan menjadikan petunjuk Al-Qur’an parsial atau terpecah-pecah, masuk pemikiran israiliyat (Ahmad, 2016), kajiannya mendalam sehingga bisa menjadikan tidak tuntas dalam membicarakan topik-topik yang dibicarakan, memerlukan waktu yang cukup panjang dan menuntut ketekunan. Kemudian karena metode ini jangkauannya luas, maka seorang mufasir belum tentu bisa menguasai aspek luas tersebut. Selain itu dapat pula memunculkan penafsiran subjektif dari seorang mufasir (Elhany, 2018).

Meskipun demikian, harus ditegaskan bahwa kekurangan atau kelemahan metode tafsir tahlili tidak berarti menjadi sesuatu yang negatif, sehingga kita dilarang menggunakan atau memanfaatkan produk penafsiran dengan metode tafsir tahlili. Tidak demikian, kritik terhadap kekurangan dan kelemahan metode tafsir tahlili ini akan menjadikan kita dan atau para ahli tafsir agar lebih berhati-hati dalam menafsirkan suatu ayat, sehingga tidak terjadi salah dalam penafsiran.

4.   Langkah-Langkah Metode Tafsir Tahlili

Dalam penerapan metode ini, ada beberapa langkah yang harus ditempuh, seperti yang dikemukakan (Shihab, Sukardja, dkk, 2008, hal. 173), mufasir memberikan perhatian sepenuhnya kepada semua aspek yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkannya dengan tujuan menghasilkan makna yang benar dari setiap bagian ayat. Adapun langkah-langkah metode tahlili ini yaitu sebagai berikut:

1.   Menerangkan hubungan (munasabah) baik antara satu ayat dengan ayat lain maupun antara satu surah dengan surah lain. Misalnya, dalam menafsirkan awal surah Ali-Imran [3]. Apabila mufasir menulis tafsirnya secara utuh satu mushaf, mulai dari surah Al-Fatihah [1] dan seterusnya, maka ketika ia memulai menafsirkan surah Ali-Imran [3], ia akan menjelaskan hubungan anatara surah Al-Baqarah [2] dengan surah Ali-Imran [2] yang ditafsirkannya.

2.   Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat (asbabunnuzul).

3.   Menganalisis mufradat (kosakata) dan lafal dari sudut pandang bahasa Arab.

4.   Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya.

5.   Menerangkan unsur-unsur fashahah, bayan dan i’jaznya, bila dianggap perlu.

6.   Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat yang dibahas, khusunya ayat-ayat ahkam, yaitu berhubungan dengan persoalan hukum.

7.   Menerangkan makna dan maksud syarak yang terkandung dalam ayat bersangkutan.

5.   Contoh Penafsiran Metode Tafsir Tahlili Dalam Pengembangan Tafsir Tarbawi

Dalam penafsiran metode tafsir tahlili, jika dikaitkan dengan tarbawi/pendidikan, mufasir harus lebih menganalisis dan dapat mengungkap makna-makna baik itu makna yang tersurat atau pun yang tersirat, memahami pendidikan apa yang sedang Allah berikan untuk hamba atau umat-Nya dari setiap ayat-ayat-Nya. Contoh yang digunakan oleh penulis dalam metode tahlili ialah penfasiran QS. Al-Baqarah [2] ayat 115, sebagai berikut:

¬!ur ä-̍ô±pRùQ$# Ü>̍øópRùQ$#ur 4 $yJuZ÷ƒr'sù (#q—9uqè? §NsVsù çmô_ur «!$# 4 žcÎ) ©!$# ììřºur ÒOŠÎ=tæ ÇÊÊÎÈ

Artinya: “Dan milik Allah timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh Allah Maha luas, Maha mengetahui”. (QS. Al-Baqarah [2]: 115).

Yang dimaksud oleh Allah dalam firmannya:

 ¬!ur ä-̍ô±pRùQ$# Ü>̍øópRùQ$#ur 4

Pada ayat tersebut di atas Allah berwenang penuh atas pemilikan dan pengaturan keduanya. Dengan demikian ayat tersebut bermakna bahwa keduanya adalah milik Allah dan makhluk-Nya. Kata (المشرق) sama artinya dengan طلعص yang kasrah lam, yaitu menunjukkan kepada ‘’tempat matahari terbit’’. Di dalam kata tersebut, Allah Swt. hendak menghibur Rasulullah Saw. dan para sahabat yang diusir dari kota Makkah dan meninggalkan tempat salat mereka. Dahulu Rasulullah Saw. melaksanakan salat di kota Makkah menghadap ke Baitulmaqdis sedangkan Ka’bah ada di depannya. Lalu ketika beliau ke kota Madinah beliau tetap diarahkan ke Baitulmaqdis selama enam belas bulan. Kemudian Allah memalingkannya ke Ka’bah. Oleh karena itu Allah Swt. berfirman, “dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah Swt.”  (Syakir, 2015, hal. 332).

Jika ada yang bertanya ada apa Allah Swt. menyebut timur dan barat secara khusus, bahwa dia memiliki keduanya bukan yang lain? Para pakar takwil (tafsir) berbeda pendapat dalam menjelaskan latar belakang penyebutan kedua tempat itu secara khusus. Ada yang berkata, Allah sengaja menyebut kedua tempat itu secara khusus karena kaum Yahudi dalam salat menghadap ke Baitulmaqdis, dan Rasulullah pernah melakukan hal yang sama pada suatu periode, kemudian mereka berpaling menghadap ke Ka’bah. Dikarenakan itu kaum Yahudi menyangkal perbuatan nabi tersebut dan berkataapa gerangan yang memalingkan mereka dari kiblat yang pernah mereka jadikan arah salat?” Allah menjelaskan kepada mereka, “barat dan timur semua milik-Ku, Aku memalingkan muka hamba-hamba-Ku (dalam salat) sesuai keinginan-Ku, maka kearah mana kamu menghadap niscaya di sana ada Aku (Allah)” (Elhany, 2018).

Dalam hal ini Mustani telah menceritakan kepadaku katanya, Abu Shalih telah bercerita kepadanya, kata Abu Shalih Mu’awiyah bin Shalih telah bercerita kepadanya berasal dari Ali dari Ibnu Abbas, katanya “yang pertama kali nasihatkan adalah ayat tentang kiblat”. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, mayoritas penduduknya adalah kaum Yahudi, maka Allah memerintahkan menghadap Baitulmaqdis itu lebih dari 10 tahun. Tapi Rasulullah tetap menginginkan menghadap kiblat nabi Ibrahim (Ka’bah). Dari itu dia selalu berdoa sambil melihat langit, lantas Allah Swt. menjawab doa tersebut dengan menurunkan QS. Al-Baqarah [2] ayat 144 sampai 150 yang terjemahannya “(sungguh kami memperhatikan wajahmu sering menghadap ke langit). (maka sekarang) hadapkanlah wajahmu (dalam salat ke arah Masjidilharam [Ka’bah])” Dengan demikian, timbul keraguan dikalangan kaum Yahudi lalu mereka berkatamengapa Dia memalingkan mereka dari kiblat yang pernah mereka jadikan arah salat”. Untuk menjawab pertanyaan itu Allah menurunkan QS. Al-Baqarah [2] ayat 115. (“Katakanlah milik Allah Timur dan Barat”) dan ditegaskan-Nya pula ‘’ke arah mana saja kamu menghadap, di sana ada Allah” (Elhany, 2018).

Dalam pendapat yang sama pula  (Syakir, 2015, hal. 322), Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, “maka kemanapun kalian menghadap, di situlah wajah Allah Swt. Yang dimaksud dengan wajah Allah ialah kiblat Allah., baik ke arah barat atau ke arah timur. Ibnu Jarir mengatakan menurut ulama lain, ayat ini turun kepada nabi sebagai dispensasi dari Allah tentang kebolehan menghadap kemana saja dalam salat sunah ketika sedang dalam perjalanan, atau menemui kesukaraan dalam salat wajib. Dengan demikian, diberitahukan kepada nabi kemana saja mereka menghadap maka di situ ada Allah Swt. sesuai dengan firman-Nya tadi.

¬!ur ä-̍ô±pRùQ$# Ü>̍øópRùQ$#ur 4 $yJuZ÷ƒr'sù (#q—9uqè? §NsVsù çmô_ur «!$# 4

Jadi ayat tersebut mendidik manusia bahwa milik Allah penguasa semua makhluk yang berada diantara Timur dan Barat dan Dialah yang membuat mereka beribadah sesuai dengan kehendak-Nya, maka hadapkanlah mukamu sekalian hai mukminun ke arah-Ku, ke arah mana saja kamu menghadap di sana ada Aku. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa di dalam ayat terjadi nasikh mansukh, maka pendapat yang betul ialah, ayat ini berkonotasi umum tapi yang dimaksud adalah khusus, dengan demikian firman-Nya :

4 $yJuZ÷ƒr'sù (#q—9uqè? §NsVsù çmô_ur «!$# 4

Bisa saja jadi keizinan untuk melakukan salat dengan menghadap ke arah mana saja ketika dalam perjalanan, dalam peperangan dan lain sebagainya, baik dalam salat sunah ataupun wajib sebagainya ditegaskan oleh Umar Al-Makhai dan yang sepaham dengan mereka.

Imam Syafii, menurut pendapat yang masyhur dalam  (Syakir, 2015), tidak membedakan antara perjalanan biasa dan perjalanan untuk melakukan perang. Pendapat ini dianut oleh juga Imam Abu Hanifah. Adapun firman-Nya فا ينما artinya di mana, ke arah mana تولوا Ibnu jarir mengatakan, makna ayat ini dapat di interpretasikan sebagai berikutkemana pun kalian mengarahkan wajah kalian dalam doa kalian kepada-Ku maka di situlah terdapat wajah-Ku. Aku akan memperkenankan doa yang kalian panjatkan. Apakah yang Allah Swt. rencanakan untuk memberikan didikan kepada manusia? Di sini Allah membimbing manusia untuk selalu memohon kepada Allah Swt., karena setiap doa manusia niscaya akan dikabulkan. Seperti yang diceritakan kepada kami oleh Al-Qasim yang mengatakan, telah diceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada ku Hajjaj yang mengatakan bahwa Ibnu Juraij pernah meriwayatkan dari mujtahid ketika ayat ini diturunkan QS. Al-Mu’min ayat 60:

tA$s%ur ãNà6š/u‘ þ’ÎTqãã÷Š$# ó=ÉftGó™r& ö/ä3s9 4 ¨bÎ) šúïÏ%©!$# tbrçŽÉ9õ3tGó¡o„ ô`t㠒ÎAyŠ$t6Ïã tbqè=äzô‰u‹y™ tL©èygy_ šúï̍Åz#yŠ ÇÏÉÈ  

Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna firman-Nya:

4 žcÎ) ©!$# ììřºur ÒOŠÎ=tæ ÇÊÊÎÈ  

Artinya Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahuiMaknanya rahmat Allah mencakup semua makhluk-Nya dengan memberi mereka kecukupan, karunia, dan anugerah dari-Nya.

Alimuunartinya sesungguhnya Allah Swt. Maha Mengetahui perbuatan-perbuatan mereka. Tiada sesuatupun dari amal mereka yang tidak diketahui-Nya dan tiada sesuatupun yang menghalang-halangi pengetahuan-Nya, bahkan Allah Swt. Maha Mengetahui kesemuaanya (Al-Qurthubi, 2010). Tampak dengan jelas dalam penafsiran di atas suatu analisis yang lebih memadai bila dibandingkan dengan tafsir yang menggunakan metode global seperti dalam contoh yang telah dikemukakan. Mufasir menjelaskan penafsiran ayat 115 dari surah Al-Baqarah dengan mengemukakan berbagai riwayat dan pendapat para ulama. Begitu juga dijelaskan latar belakang turunnya ayat (asbabunnuzul), juga tidak ketinggalan penjelasan tentang kosakata yang terdapat di dalamnya.

Dari penafsiran ayat diatas bagaimana Allah begitu memahami psikologis yang dihadapi oleh nabi Muhammad Saw., yang sangat menginginkan berkiblat ke arah Ka’bah, dan sesungguhnya kepunyaan Allah-lah semua arah timur dan barat dan tidak ada satu tempatpun yang lepas dari Allah. Pun setiap doa yang di ucapkan manusia maka oleh Allah akan diperkenankan. Selain itu Allah sedang menghibur nabi bahwasannya harus sabar terhadap setiap ucapan dari kaum Yahudi.

 

Kesimpulan

Metode tafsir tahlili adalah cara menafsirkan Al-Qur’an dengan cara analitis, dilihat keterkaitan antar ayat, antar surat. Dalam metode ini terdapat kelebihan dan kekurangannya, tetapi hal tersebut tidak menjadikan metode ini negatif, yang artinya dalam penggunaannya harus sangat berhat-hati. Kemudian ketika dikaitkan dengan tafsir pendidikan (tarbawi), seorang mufasir tersebut harus lebih cermat dalam menangkap pesan pada setiap ayat-ayat-Nya. Lebih dari itu mufasir tersebut harus mengetahui pendidikan yang sedang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya pada ayat-ayat tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Ahmad, La Ode Ismail. (2016). Konsep Metode Tahlili dalam Penafsiran al-Qur’an. “ Jurnal Shaut Al-Arabiyah,” 4(2), 53–66. Google Scholar

 

Amin, Faizal. (2017). Metode Tafsir Tahlili: Cara Menjelaskan al-Qur’an dari Berbagai Segi Berdasarkan Susunan Ayat-ayatnya. Kalam, 11(1), 235–266. https://doi.org/10.24042/klm.v11i1.979. Google Scholar

 

Elhany, Hemlan. (2018). Metode Tafsir Tahlili Dan Maudhu’i. At-Thariq Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 2(1), 1–16. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004. Google Scholar

 

Mudlofir, Ali. (2011). Tafsir Tarbawi Sebagai Paradigma Qur’ani dalam Reformulasi Pendidikan Islam. Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 11(2), 261. https://doi.org/10.21154/al-tahrir.v11i2.35. Google Scholar

 

Rokim, Syaeful. (2017). Mengenal Metode Tafsir Tahlili. Al - Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, 2(03), 41–56. https://doi.org/10.30868/at.v2i03.194. Google Scholar

 

Sanaky, Hujair A. H. (2008). Metode Tafsir [Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau Corak Mufassirin]. Al-Mawarid, 18(00), 263–284. https://doi.org/10.20885/almawarid.vol18.art7. Google Scholar

 

Yamani, Moh Tulus. (2015). Memahami Al-Qur’an Dengan Metode Tafsir Maudhu’i. J-PAI, 1(2), 273–292. https://doi.org/10.18860/j-pai.v1i2.3352. Google Scholar

 

Yunus, Badruzzaman M. (2016). Tafsir Tarbawī. Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al- Qur’an Dan Tafsir, 1(1), 1–7. https://doi.org/10.15575/al-bayan.v1i1.1670. Google Scholar

 

Zuailan. (2016). Metode Tafsir Tahlili. Diya Al-Afkar: Jurnal Studi Al-Quran Dan Al-Hadis, 4(1), 59–86. https://doi.org/10.24235/SQH.V4I01.805. Google Scholar

 

Copyright holder:

Reyza Farhatani, Aceng Kosasih (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: