Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
11, November 2022
Putri Oktriana Rachman1,
Suci Widhiati1, Arie Kusumawardani1,
Indah Julianto Kampono1, Leli Saptawati2, Nur Rachmat
Mulianto1
1Departemen Dermatovenereologi Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta/ Rumah Sakit Umum Daesrah
Dr. Moewardi, Surakarta, Indonesia.
2Departemen Mikrobiologi, Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
Indonesia.
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected].
Abstrak
Manifestasi klinis infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri piogenik salah satunya S. aureus terutama pada kondisi
imunokompromais seperti infeksi HIV/AIDS. Kebersihan
personal mempengaruhi peningkatan
risiko transmisi S.aureus melalui
kontak dari individu satu ke
yang lainnya, sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan status
HIV dan kebersihan personal dengan
jumlah koloni S.aureus pada anak-anak
yang tinggal di lingkungan panti asuhan.
Penelitian ini merupakan studi
analitik korelasi dengan rancangan cross sectional dilakukan
pada dua rumah panti asuhan di kota Surakarta, Jawa Tengah,
Indonesia. Penelitian dilakukan
pada total 32 orang subjek anak
dengan rentang usia 3-10 tahun yang terbagi menjadi dua kelompok HIV negatif dan HIV positif. Kriteria eksklusi subjek adalah riwayat
kinis atopi, ada lesi kulit
pada tempat pengambilan sampel dan memiliki nilai CD4+<500 sel/ mm3,
kemudian kebersihan
personal subjek didata. Uji
normalitas dilakukan, kemudian dilanjutkan uji non parametrik dengan uji korelasi Eta. Nilai r ditentukan untuk melihat kekuatan
hubungan kedua variabel dan signifikan apabila didapatkan p<0,005. Berdasarkan analisa diketahui bahwa status HIV tidak menunjukan hubungan yang signifikan dengan jumlah koloni
bakteri S. aureus (x10-2) CFU (r=0,297;
p=0,098). Kebersihan personal memiliki
hubungan signifikan dengan jumlah bakteri
S. aureus antara lain frekuensi
mandi (r=0,500; p=0,004), penggunaan sabun saat mandi (r=0,480;
p=0,005), berbagi gelas
(r=0,392; p=0,026), berbagi handuk
(r=0,570; p=0,001), memakai alas kaki saat di rumah (r=0,355; p=0,046).
Kebersihan
personal dan kontak alat rumah tangga secara
signifikan berhubungan dengan banyaknya jumlah koloni S.aureus di kulit anak pada kedua kelompok subjek HIV positif maupun negatif.
Kata
Kunci: Infeksi, Human
Immunodeficiency Virus, Kebersihan Personal, dengan Staphylococcus
Aureus
Abstract
One of the clinical manifestations of skin infections caused by pyogenic
bacteria is S. aureus, especially in immunocompromised conditions such as
HIV/AIDS infection. Personal hygiene affects the increased risk of transmission
of S. aureus through contact from one individual to another, thus increasing
the risk of infection. This study aims to determine the relationship between
HIV status and personal hygiene with the number of S. aureus colonies in
children living in an orphanage environment. This research is a correlation
analytic study with a cross sectional design conducted in two orphanages in the
city of Surakarta, Central Java, Indonesia. The study was conducted on a total
of 32 child subjects with an age range of 3-10 years which were divided into
two groups of HIV negative and HIV positive. The
subject's exclusion criteria were a clinical history of atopy, skin lesions at
the sampling site and a CD4+ value <500 cells/mm3, then the subject's
personal hygiene was recorded. The normality test was carried out, then
continued with the non-parametric test with the Eta correlation test. The value
of r is determined to see the strength of the relationship between the two
variables and is significant if it is obtained p <0.005. Based on the
analysis, it was found that HIV status did not show a significant relationship
with the number of colonies of S. aureus bacteria (x10-2) CFU (r=0.297;
p=0.098). Personal hygiene has a significant relationship with the number of S.
aureus bacteria, including bathing frequency (r=0,500; p=0,004), use of soap
when bathing (r=0,480; p=0,005), sharing glasses (r=0,392; p=0,026) , sharing towels (r=0,570; p=0,001), wearing footwear at
home (r=0,355; p=0,046). Personal hygiene and household appliance contacts were
significantly associated with the number of S. aureus colonies on the skin of children
in both groups of HIV positive and negative subjects.
Keywords: Infection, Human Immunodeficiency Virus, Personal Hygiene, with
Staphylococcus Aureus
Pendahuluan
Infeksi Human
Immunodeficiency Virus/Acquired Immune
Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) pada anak merupakan masalah global yang sampai saat ini
jumlahnya terus bertambah. Anak-anak merupakan populasi yang rentan terhadap infeksi HIV, kasus yang sering ditemukan adalah penularan secara vertikal dari ibu yang terinfeksi
HIV (Gilleece et al., 2019). Anak-anak yang terinfeksi
HIV memerlukan perawatan secara holistik, namun sayangnya keberadaan anak-anak tersebut seringkali diabaikan. Sekitar 17 juta anak harus
kehilangan orang tuanya
karena AIDS, kebanyakan dari mereka juga terinfeksi HIV dan harus dirawat di panti asuhan akibat penolakan
dari lingkungannya (Desmazes,
2014).
Anak-anak yang dirawat di panti asuhan kebanyakan memiliki perawatan dan kondisi kesehatan kurang baik (van IJzendoorn et al., 2020). Kebersihan personal mempengaruhi
peningkatan risiko transmisi patogen melalui kontak terutama untuk bakteri S.aureus (Miller et al., 2009; Fritz et al.,
2012). Infeksi bakteri
pada kulit merupakan manifestasi klinis yang banyak ditemukan pada HIV di setiap stadium imunologisnya (Duko et
al., 2018). Manifestasi klinis
infeksi pada kulit dapat terjadi akibat
penyakit sistemik atau infeksi yang terlokalisasi superfisial terutama pada kondisi imunokompromais seperti infeksi HIV/AIDS (James et al., 2016). Infeksi pada kulit
dan jaringan lunak terjadi pada 10% kasus infeksi bakteri sebagai penyebab rawat inap rumah
sakit (Tognetti et al., 2012). Infeksi kulit dan jaringan lunak terbanyak disebabkan oleh bakteri piogenik yaitu S. aureus dan Streptokokus
hemolitik grup A antara lain S. pyogenes (Perdoski,
2017). Kebersihan serta perawatan sawar kulit yang kurang baik berhubungan
dengan terjadinya infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri terutama S.aureus (Berents et al., 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status HIV
dan kebersihan personal dengan
jumlah koloni S.aureus pada anak-anak
yang tinggal di lingkungan panti asuhan.
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian dan Subjek
Penelitian ini merupakan studi
analitik korelasi dengan rancangan cross sectional yang dilakukan
pada dua rumah panti asuhan di kota Surakarta, Jawa Tengah,
Indonesia. Penelitian dilakukan
pada total 32 orang subjek anak
dengan rentang usia 3-10 tahun, yaitu 16 subjek dengan status HIV positif dengan nilai CD4+ >500 sel/mm3 yang telah menjalani terapi ARV lini pertama secara
rutin dan terkontrol dan 16
subjek lainnya adalah anak dengan
status HIV negatif yang tinggal
di panti asuhan berbeda. Kriteria eksklusi subjek adalah anak-anak dengan riwayat kinis atopi, memiliki
lesi kulit pada tempat pengambilan sampel dan untuk kelompok subjek HIV positif yang memiliki nilai CD4+<500 sel/ mm3.
Seluruh pasien yang disertakan pada penelitian ini diawasi dan didampingi oleh pengasuh serta bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi informed consent.
Prosedur
Pengambilan sampel untuk koloni
bakteri diambil dari swab kulit aksila pasien, kemudian data kebiasaan dan kebersihan personal didapatkan dari wawancara subjek serta observasi
langsung di lapangan. Swab kulit dilakukan minimal 3 jam setelah pasien mandi, kemudian hasil swab ditanamkan ke media agar biakan yang spesifik yaitu agar kromatik Hi Media®
khusus untuk S.aureus dan diinkubasikan
selama 24-48 jam, dengan suhu 37°C. Biakan bakteri S.aureus yang tumbuh kemudian dilakukan perhitungan dengan bantuan alat colony counter.
Jumlah bakteri S.aureus pada kedua
kelompok kemudian dicatat dan dimasukkan ke dalam data. Kebersihan personal masing-masing subjek
didata dengan kuisioner / wawancara dengan pengasuh pendamping, kemudian dilakukan observasi oleh peneliti terhadap aktivitas subjek kedua kelompok beserta kebiasaan yang terkait dengan kebersihan personal.
Analisis Data
Uji normalitas data status HIV dianalisa
terhadap jumlah bakteri S.aureus
dengan hasil data tidak terdistribusi normal. Dilakukan uji non parametrik data
dengan uji korelasi Eta (analisa data numerik dan nominal)
dilakukan terhadap variabel status HIV, kebersihan
personal pasien dengan jumlah S.aureus.
Nilai r adalah kekuatan hubungan; (0,00-0,19)=sangat lemah; (0,20-0,399)=lemah;
(0,40-0,599)=sedang; (0,60-0,799)=kuat;
(0,80-1,00)=sangat kuat. Hubungan
kedua variabel dan dinyatakan berhubungan secara signifikan apabila didapatkan p<0,005. Data
yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan SPSS versi 22.00.
Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 32 anak panti asuhan
dengan keseluruhan rentang usia 3-10 tahun dimana terdapat
16 subjek HIV negatif dan
16 subjek dengan HIV positif (Tabel 1).
Berdasarkan analisa data diketahui bahwa pada subjek HIV negatif memiliki usia rata-rata 7.56 +2.68 dan pada subjek
HIV positif usia rata-rata
8.63 +1.50 tahun. Hasil uji statistik
mendapatkan nilai p=0,425
(p>0,05), pada data karakteristik pasien didapatkan usia yang homogen dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan jumlah S. aureus (x10-2)
pada subjek HIV negatif 5.31
+6.17 dan pada subjek HIV positif
didapatkan jumlah S. aureus
(x10-2) dengan nilai
rata-rata 58.63 +124.83. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,107
(p>0,05) yaitu didapatkan
jumlah S. aureus (x10-2) pada kedua kelompok subjek penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Berdasarkan analisa diketahui bahwa status HIV (r=0,297; p=0,098) tidak
menunjukan hubungan yang signifikan dengan jumlah koloni bakteri
S. aureus (x10-2) dengan nilai p>0,05. Meskipun demikian diketahui bahwa subjek HIV positif cederung memiliki lebih banyak jumlah koloni
S. aureus dibandingkan dengan
subjek HIV negatif namun hubungan variabel tersebut dalam kategori lemah (r=0,200 s/d 0,399) (Tabel 2).
Dilakukan analisa hubungan kebersihan personal dengan jumlah koloni S.aureus pada masing-masing sunjek
penelitian dari dua kelompok subjek
(Tabel.3).
Berdasarkan hasil analisa diketahui
bahwa kebersihan personal yaitu frekuensi mandi 1 kali mendapatkan jumlah bakteri S. aureus lebih banyak dibadingkan dengan subjek dengan
frekuensi mandi 2 kali. Pada data yang didapatkan dengan kebersihan personal yang kurang seperti anak tidak
menggunakan sabun, berbagi sabun mandi batangan, berbagi gelas, Berbagi alat makan, berbagi
handuk, mengganti handuk lebih dari
2 minggu, mengganti sprei lebih dari
2 minggu, tidur dengan lebih dari
2 anak dalam satu kasur, tidak
memakai alas kaki saat di rumah, tidak sering
mencuci tangan mendapatkan jumlah bakteri S.aureus
yang lebih banyak. Kebiasaan yang dikaitkan dengan kebersihan personal yang buruk dapat menjadi
penyebab meningkatnya jumlah bakteri S. aureus.
Berdasarkan analisa data diketahui bahwa kebersihan personal yang memiliki hubungan signifikan dengan jumlah bakteri S. aureus adalah frekuensi mandi (r=0,500;
p=0,004), penggunaan sabun
(r=0,480; p=0,005), berbagi gelas
(r=0,392; p=0,026), berbagi handuk
(r=0,570; p=0,001), memakai alas kaki saat di rumah (r=0,355; p=0,046) dengan nilai p<0,05, namun hubungan variabel tersebut masuk ke dalam
kategori lemah (r=0,200 s/d
0,399) hingga sedang
(r=0,400 s/d 0,599).
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Variabel |
Status HIV negatif
(n=16) Mean +SD |
Status HIV positif
(n=16) Mean +SD |
p-value |
Umur (3-10 tahun) |
7.56 +2.68 |
8.63 +1.50 |
0.425 |
Koloni bakteri S. aureus (x10-2)
CFU |
5.31 +6.17 |
58.63 +124.83 |
0.107 |
Keterangan:
n: jumlah subjek; SD: Standar deviasi; CFU: Colony
Forming Unit (satuan hasil jumlah perhitungan bakteri). Nilai P signifikan pada
(<0,005).
Tabel 2. Hubungan Status infeksi
HIV Terhadap Jumlah Koloni S. aureus pada Kulit
Variabel |
S. aureus (x102)
CFU |
||
Mean+SD |
R |
p-value |
|
Status infeksi HIV |
|
0.297 |
0.098 |
Status HIV negatif |
5.31 +6.17 |
|
|
Status HIV Positif |
58.63 +124.83 |
|
|
Keterangan:
n: jumlah subjek; SD: Standar deviasi; CFU: Colony
Forming Unit (satuan hasil jumlah perhitungan bakteri). Uji korelasi Eta (data
nominal vs data numerik). Nilai p signifikan
pada (<0,005).
Tabel 3. Hubungan Kebiasaan Personal Terhadap Jumlah koloni S. aureus
Kebiasaan Personal |
S. aureus (x10-2) CFU |
||
Mean+SD |
R |
p-value |
|
Frekuensi mandi |
|
0.500 |
0.004** |
1 Kali |
103.56 +155.10 |
|
|
2 Kali |
3.96 +4.47 |
|
|
Menggunakan sabun |
|
0.480 |
0.005** |
Ya |
18.14 +58.11 |
|
|
Tidak |
165.67 +227.30 |
|
|
Berbagi sabun mandi batangan |
|
0.102 |
0.578 |
Ya |
23.89 +73.08 |
|
|
Tidak |
42.36 +112.18 |
|
|
Berbagi gelas |
|
0.392 |
0.026** |
Ya |
77.33 +140.43 |
|
|
Tidak |
4.75 +5.73 |
|
|
Berbagi alat makan |
|
0.321 |
0.073 |
Ya |
60.75 +123.91 |
|
|
Tidak |
3.19 +3.99 |
|
|
Berbagi handuk |
|
0.570 |
0.001** |
Ya |
128.57 +169.67 |
|
|
Tidak |
4.92 +5.46 |
|
|
Mengganti handuk |
|
0.151 |
0.409 |
> 1 Minggu |
13.27 +12.44 |
|
|
> 2 Minggu |
41.76 +111.73 |
|
|
Mengganti sprei |
|
0.192 |
0.292 |
> 1 Minggu |
4.44 +4.53 |
|
|
> 2 Minggu |
42.74 +106.05 |
|
|
Jumlah anak dalam satu Kasur |
|
0.106 |
0.562 |
< 2 anak |
2.33+ 3.21 |
|
|
> 2 anak |
35.03 +95.27 |
|
|
Memakai alas kaki di rumah |
|
0.355 |
0.046* |
Ya |
3.89 +4.46 |
|
|
Tidak |
68.07 131.35 |
|
|
Frekuensi cuci tangan |
|
0.308 |
0.086 |
< 3 kali/hari |
2.53+3.85 |
|
|
> 3 kali/hari |
57.94 120.52 |
|
|
Keterangan: n:
jumlah subjek; SD: Standar deviasi; CFU: Colony
Forming Unit (satuan hasil jumlah perhitungan bakteri). Uji korelasi Eta (data
nominal vs data numerik); Nilai p signifikan
pada (<0,005); Nilai r = kekuatan hubungan; (0,00-0,19) = sangat lemah;
*(0,20-0,399)= lemah; **(0,40-0,599)=sedang; (0,60-0,799)=kuat;
(0,80-1,00)=sangat kuat.
Pembahasan
Kulit normal pada individu sehat dapat bertahan
dari berbagai macam paparan bakteri
yang terjadi secara kontinyu. Kulit yang intak akan sulit
diinvasi oleh bakteri penyebab infeksi seperti impetigo, furunkel, atau selulitis (Craft, 2012;
Stevens et al., 2014). Bakteri Anak dengan infeksi HIV dapat mengalami penurunan imunitas dengan ditandai menurunnya nilai sel CD4+. Penurunan nilai CD4+ akan mengakibatkan berbagai infeksi oportunistik. Salah satu manifestasi infeksi pada HIV/AIDS adalah infeksi kulit. Infeksi kulit yang berat terkait infeksi
HIV akan lebih sulit untuk diterapi
dan dapat menimbulkan komplikasi (Stefanaki,
Stratigos dan Stratigos, 1998; Endayehu, Mekasha dan Daba, 2013). Pada penelitian ini kedua kelompok
subjek berasal dari tempat tinggal
yang berbeda dengan status
HIV yang juga berbeda, namun
kedua kelompok subjek merupakan kelompok yang rentan terhadap infeksi bakteri karena anak-anak tersebut tinggal di lingkungan dengan kebersihan personal yang kurang baik.
Studi oleh Mork, et al, melaporkan potensi transmisi S.aureus
pada suatu lingkungan tempat tinggal ditemukan pada aktivitas berbagi tempat tidur bersama, menggunakan handuk bersama, mencuci tangan dengan sabun
batangan yang sama. Hal ini menunjukkan kontak erat dalam
satu lingkungan tempat tinggal dan keberadaan S.aureus
pada alat-alat personal dapat
menjadi potensi transmisi (Mork et
al., 2020). Pada penelitian ini kami menemukan adanya aktivitas yang berhubungan dengan tingginya kolonisasi S.aureus
di kulit anak-anak tersebut antara lain adalah frekuensi mandi dalam sehari, penggunaan
sabun saat mandi, memakai gelas bersama,
memakai handuk bersama, menggunakan alas kaki saat bermain di halaman rumah. Hal ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya yaitu terdapat potensi transmisi melalui alat-alat personal yang digunakan bersama terutama dengan tingkat kebersihan personal yang rendah.
Koloni bakteri Staphylococcus aureus dapat ditemukan di kulit dengan potensinya
sebagai patogen sehingga dapat menyebabkan infeksi kulit superfisial maupun profunda khususnya pada individu dengan HIV (Rogers,
Fey dan Rupp, 2009). Staphylococcus
aureus dapat menyebabkan
infeksi kulit primer pada anak-anak salah
satu infeksi kulit primer atau “spontan” yang sering ditemukan adalah impetigo yang dapat ditularkan melalui kontak dalam satu lingkungan
tempat tinggal (Giuidice,
2020). Kedua kelompok subjek pada penelitian ini tidak memiliki lesi kulit atau
kelainan kulit infeksi, namun keberadaan koloni S.aureus pada subjek
dapat menjadi patogen infeksi kulit primer apabila jumlahnya meningkat dan terdapat kerusakan pada sawar kulitnya, terutama pada subjek dengan status HIV positif.
Seseorang yang terdapat
kolonisasi S.aureus tinggi pada kulitnya belum tentu menunjukkan
tanda-tanda infeksi kulit, namun dapat
menjadi pembawa ke individu lainnya
dengan daya tahan tubuh yang lebih rendah (Nordin et al., 2012; Giuidice,
2020). Studi lainnya membandingkan
jumlah koloni S.aureus
pada kulit di area nasal subjek
berdasarkan status HIV, didapatkan
lebih banyak kolonisasi S.aureus pada subjek HIV positif dibandingkan dengan subjek seronegatif
HIV. Hal tersebut juga dikaitkan
dengan nilai CD4+ yang rendah yaitu < 350 sel/mm3 (Kotpal et al., 2016). Infeksi kulit akibat S.aureus disebabkan oleh banyak faktor antara lain reinfeksi atau kontak dengan karier
bakteri dalam lingkungan tempat tinggal, anggota keluarga, tenaga medis dan lainnya (Montgomery et
al., 2016). Dalam penelitian ini status infeksi HIV tidak berpengaruh terhadap jumlah bakteri S.aureus
karena subjek dengan HIV positif memiliki nilai CD4+>500 sel/mm3. Subjek dengan HIV positif tinggal bersama dengan anak-anak lainnya di panti asuhan yang memiliki nilai CD4+< 500 sel/mm3,
sehingga anak-anak tersebut dapat menjadi karier terhadap kelompok anak yang lebih rentan di lingkungan yang sama.
Pola mikrobiota kulit pada individu yang berbeda dalam lingkungan
yang sama secara signifikan dapat terjadi kesamaan, begitu juga dengan penyebaran bakteri patogenik yang dapat ditransmisikan melalui alat-alat rumah tangga (Miller et al., 2009; Sharma et al., 2018). Kebersihan personal yang buruk
seperti memasukkan jari ke lubang
hidung menjadi salah satu faktor transmisi
S.aureus dari individu ke individu
lainnya selain kontak melalui kulit (Wong et al.,
2018). Temuan penelitian ini bakteri S.aureus terdapat pada anak-anak dengan kebersihan personal yang rendah
pada kedua kelompok subjek baik HIV positif maupun negatif. Jumlah koloni S.aureus
yang tinggi ditemukan pada anak-anak yang memiliki kebersihan personal rendah serta adanya kebiasaan
berbagi alat personal dalam lingkungan tempat tinggal.
Berbagai aktivitas ini dapat
diawasi baik secara langsung maupun tidak langsung
oleh pengasuh panti. Edukasi mengenai kebersihan personal untuk mencegah transmisi bakteri patogen khususnya S.aureus
di lingkungan panti asuhan terutama pada kelompok anak dengan
imunitas rendah sangat penting sebagai usaha pencegahan infeksi kulit.
Kesimpulan
Kebersihan personal dan kontak melalui alat rumah tangga
adalah hal yang penting dalam transmisi
bakteri S.aureus
karena secara signifikan berhubungan dengan banyaknya jumlah koloni S.aureus
di kulit anak pada kedua kelompok subjek HIV positif maupun negatif.
Berents,
T. L. et al. (2015) “Skin barrier function and Staphylococcus aureus
colonization in vestibulum nasi and fauces in healthy infants and infants with
eczema: A population-based cohort study,” PLoS ONE, 10(6), hal. 1–12.
doi: 10.1371/journal.pone.0130145. Google
Scholar.
Craft
N. 2012. Superfi cial Infection and Pyodermas. In: Fitzpatrick Dermatology in
General Medicine 8th ed. Goldsmith, LA., Katz, SI., Gilchrest, BA.,
Paller, AS., Leff el, DJ., and Wolff , K, eds. New York: Mc Graw Hill. Google
Scholar.
Desmazes,
P. (2014) “Orphans and Vulnerable Children Affected by HIV and AIDS,” The
United States Agency for International Development. Tersedia pada:
https://www.usaid.gov/what-we-do/global-health/hiv-and-aids/technical-areas/orphans-and-vulnerable-children-affected-hiv.
Google
Scholar.
Duko,
B. et al. (2018) “Patterns of common skin infections among children
living with HIV / AIDS in Hawassa City , Ethiopia : a cross sectional study,” BMC
Research Notes. BioMed Central, hal. 1–5. doi: 10.1186/s13104-018-3991-4. Google
Scholar.
Endayehu,
Y., Mekasha, A. dan Daba, F. (2013) “The pattern of mucocutaneous disorders in
HIV infected children attending care and treatment in Tikur Anbesa specialized
hospital , Addis Ababa ,.” Google
Scholar.
Fritz,
S. A. et al. (2012) “Staphylococcus aureus colonization in children with
community-associated staphylococcus aureus skin infections and their household
contacts,” Archives of Pediatrics and Adolescent Medicine, 166(6), hal.
551–557. doi: 10.1001/archpediatrics.2011.900. Google
Scholar.
Gilleece,
D. Y. et al. (2019) “British HIV Association guidelines for the
management of HIV in pregnancy and postpartum 2018,” HIV medicine, 20,
hal. s2–s85. doi: 10.1111/hiv.12720. Google
Scholar.
van
IJzendoorn, M. H. et al. (2020) “Institutionalisation and
deinstitutionalisation of children 1: a systematic and integrative review of
evidence regarding effects on development,” The Lancet Psychiatry.
Elsevier Ltd, 7(8), hal. 703–720. doi: 10.1016/S2215-0366(19)30399-2. Google
Scholar.
James
WD, Berger TG, Elston DM, et al. 2016. Bacterial Infection. In: Andrew’s
Disease of the Skin Clinical Dermatology. 12th ed. Philadelphia:
Elsevier. Google
Scholar.
Kotpal,
R. et al. (2016) “Incidence and Risk Factors of Nasal Carriage of
Staphylococcus aureus in HIV-Infected Individuals in Comparison to
HIV-Uninfected Individuals: A Case-Control Study,” Journal of the
International Association of Providers of AIDS Care, 15(2), hal. 141–147.
doi: 10.1177/2325957414554005. Google
Scholar.
Miller,
M. et al. (2009) “Staphylococcus aureus in the community: Colonization
versus infection,” PLoS ONE, 4(8). doi: 10.1371/journal.pone.0006708. Google
Scholar.
Montgomery,
C. P. et al. (2016) “Host Factors that Contribute to Recurrent
Staphylococcal Skin Infection,” 28(3), hal. 253–258. doi:
10.1097/QCO.0000000000000156.Host. Google
Scholar.
Mork,
R. L. et al. (2020) “Longitudinal, strain-specific Staphylococcus aureus
introduction and transmission events in households of children with
community-associated meticillin-resistant S aureus skin and soft tissue
infection: a prospective cohort study,” The Lancet Infectious Diseases.
Elsevier Ltd, 20(2), hal. 188–198. doi: 10.1016/S1473-3099(19)30570-5. Google
Scholar.
Perdoski.
2017. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. Jakarta. Google
Scholar.
Rogers,
K. L., Fey, P. D. dan Rupp, M. E. (2009) “Coagulase - Negative Staphylococcal
Infections,” 23, hal. 73–98. doi: 10.1016/j.idc.2008.10.001. Google
Scholar.
Sharma,
A. et al. (2018) “Longitudinal assessment of the influence of lifestyle
homogenization on the microbiome in a cohort of United States Air Force
cadets,” 15th Conference of the International Society of Indoor Air Quality
and Climate, INDOOR AIR 2018. Microbiome, hal. 1–17. Google
Scholar.
Stefanaki,
C., Stratigos, A. J. dan Stratigos, J. D. (1998) “Infection in Children,” (01).
Google
Scholar.
Stevens DL and
Bryant AE. 2016. Impetigo, Erysipelas and Cellulitis. In: Streptococcus
pyogenes: Basic Biology to Clinical Manifestations. Ferreti JJ, Stevens DL,
Fischett i VA, eds. Oklahoma City: University of Oklahoma Health Sciences
Center.20 Google
Scholar.
Tognetti,
L. et al. (2012) “Bacterial skin and soft tissue infections: Review of
the epidemiology, microbiology, aetiopathogenesis and treatment: A
collaboration between dermatologists and infectivologists,” Journal of the
European Academy of Dermatology and Venereology, 26(8), hal. 931–941. doi:
10.1111/j.1468-3083.2011.04416.x. Google
Scholar.
Wong,
J. W. H. et al. (2018) “Prevalence and risk factors of community-
associated methicillin-resistant Staphylococcus aureus carriage in Asia-Pacific
region from 2000 to 2016 : a systematic review and meta-analysis,” hal.
1489–1501. Google Scholar.
Copyright
holder: Putri Oktriana Rachmana,
Suci Widhiatia, Arie Kusumawardania, Indah Julianto Kamponoa, Leli Saptawatib, Nur Rachmat Muliantoa (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |