Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol. 6, No. 2, Februari 2021
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN DI BALAI PELATIHAN KOPERASI, USAHA KECIL DAN MENENGAH PROVINSI JAWA TENGAH
Galuh Rakasiwi, Retno
Sunu Astuti dan Budi Puspo Priyadi
Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
Email: galuhrakasiwi47@gmail.com, retnosunu@gmail.com dan budipuspo@gmail.com
Abstract
Micro, Small Medium
Enterprise (MSMEs) is one of of the motors of Indonesia's national economy that’s
become one of the government's concerns. Central Java Province has a fairly
high number of MSMEs, namely 4,174,210 units. This requires more serious
attention and efforts by the Central Java Province to manage MSMEs so that they
can make a positive contribution to the national and regional economies, and to
improve the welfare of the community. The Central Java Province Cooperative and SME Training
Center (Balatkop UKM) provides improvement in job
skills for MSMEs through education and training. This research aims to describe the implementation of education and
training programs for cooperatives and MSMEs and to determine the driving and
inhibiting factors. This research is a descriptive study with a qualitative
approach. The results of the research show that there are phenomena that are
considered unfavorable such as the accuracy of policies, accuracy of
implementation, accuracy of targeting, accuracy of environment and accuracy of
processes. In this research, it was also found that the supporting factors for
program implementation were communication, disposition and bureaucratic
structure, while the inhibiting factor was the resource factor.
Keyword: implementation; education and training,
cooperative; micro, small medium enterprises; resources
Abstrak
Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) merupakan salah satu
motor perekonomian nasional
Indonesia menjadi salah satu
perhatian pemerintah. Provinsi Jawa Tengah memiliki
jumlah UMKM cukup tinggi yaitu 4.174.210 unit. Hal ini tentunya membutuhkan
perhatian dan upaya yang lebih serius oleh Provinsi Jawa Tengah untuk mengelola UMKM agar dapat memberikan konstribusi yang positif bagi perekonomian nasional dan daerah, serta untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Balai Pelatihan Koperasi
UKM Provinsi Jawa Tengah (Balatkop UKM) memberikan peningkatan keterampilan kerja kepada UMKM melalui pendidikan
dan pelatihan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
implementasi program pendidikan dan pelatihan koperasi dan UMKM serta untuk
mengetahui faktor pendorong dan faktor penghambatnya. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
fenomena yang dianggap kurang baik seperti ketepatan kebijakan, ketepatan
pelaksana, ketepatan sasaran, ketepatan lingkungan dan ketepatan proses. Dalam
penelitian ini juga ditemukan bahwa faktor pendukung implementasi program
adalah komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi, sedangkan faktor
penghambat terdapat pada faktor sumberdaya.
Kata kunci: implementasi; pendidikan dan pelatihan; koperasi;
usaha mikro kecil menengah; sumberdaya
Pendahuluan
Dalam rangka mewujudkan pembangunan perekonomian nasional, pemerintah pusat menginisiasi melalui Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun
perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. UMKM merupakan
salah satu motor perekonomian
nasional Indonesia. Peranan
UMKM di perekonomian nasional
terhitung cukup besar. Jumlah tersebut
mencapai 99,9 persen bisnis usaha dan penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen. Saat ini,
UMKM menyumbang terhadap
PDB hingga 60,34 persen (Putra, 2018). Sejalan dengan
pendapat Putra, Wakil Presiden
Republik Indonesia Jusuf Kalla
menyatakan UMKM dapat menjadi salah satu upaya untuk mengurangi
kemiskinan. Dengan berkurangnya angka kemiskinan, maka ketimpangan yang ada di tengah masyarakat Indonesia pun diharapkan bisa semakin teratasi (Andreas, 2017). Hal tersebut diperkuat
Wijanarko & Susila dalam (Yuwinanto, 2018) yang mengungkapkan bahwa UMKM menjadi sektor
usaha terbesar kontribusinya terhadap pembangunan Negara serta mampu membuka
lapangan kerja yang cukup luas bagi para tenaga kerja sehingga mampu meminimalisir angka pengangguran di Indonesia.
Pembangunan dan pertumbuhan UKM dibanyak negara di dunia menjadi salah satu motor penggerak yang krusial bagi pertumbuhan di suatu negara. Salah satu karakteristik dari dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dengan laju pertumbuhan yang tinggi di negara – negara Asia Timur dan Tenggara yang dikenal dengan Newly Industrializing Countries (NICs) adalah kinerja UKM yang efisien, produktif dan memiliki daya saing yang tinggi (Tulus, 2002). Untuk mencapai hal tersebut maka digunakan salah satu paradigma pembangunan yaitu melalui strategi pemberdayaan. Konsep empowerment sebagai suatu konsep alternatif pembangunan, yang pada intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat yang berlandas pada sumber daya pribadi, langsung, melalui partisipasi, demokrasi, dari pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Salah satu bentuk pemberdayaan yang ada di Indonesia adalah pemberdayaan UKM yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang kemudian juga berpengaruh terhadap perekonomian secara nasional. UKM merupakan salah satu bidang yang memberikan kontribusi yang signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia (Arini, Badarrudin, & Kariono, 2018).
Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Indonesia dengan jumlah penduduk kurang lebih 33,75 juta jiwa, memiliki jumlah UMKM cukup tinggi yaitu 4.174.210 unit. Hal ini tentunya membutuhkan perhatian dan upaya yang lebih serius oleh Provinsi Jawa Tengah untuk mengelola UMKM agar dapat memberikan konstribusi yang positif bagi perekonomian nasional dan daerah, serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keseriusan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ditunjukkan dengan terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang mengatur tentang ketentuan dan fasilitasi dalam memberdayakan UMKM di Jawa Tengah.
Berikut jumlah UMKM yang ada di Jawa Tengah berdasarkan data BPS Tahun 2018:
0,08% 0,94% 8,5% 90,48%
Sumber: BPS, 2018
Gambar
1
Jumlah UMKM di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018
Berdasarkan gambar di atas dapat dideskripsikan bahwa jumlah UMKM di Jawa Tengah sebanyak 4.174.210unit dengan jumlah paling banyak pada usaha mikro sebanyak 3.776.843 unit (90,48%), usaha kecil sebanyak 354.884 unit (8,5%), usaha menengah 39.125 unit (0,94%) dan usaha besar 3.358 unit (0,08%). Dari jumlah tersebut, UMKM yang menjadi binaan Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah hingga 2020 sebanyak 167.458 unit. Perkembangan UMKM Binaan Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik 1
Grafik UMKM Binaan
Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah 2011-2020
Sumber: Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah, 2021
Berdasarkan grafik 1 dapat dideskripsikan bahwa jumlah UMKM di Provinsi Jawa Tengah selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Besarnya minat masyarakat Provinsi Jawa Tengah untuk mengembangkan potensi daerahnya melalui UMKM juga didukung oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Hal ini terlihat dari visi Jawa Tengah “Menuju Jawa Tengah Sejahtera dan Berdikari yang didukung salah satu misinya yaitu Memperkuat kapasitas ekonomi rakyat dan memperluas lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Pewujudan misi ini salah satunya dengan memperkuat UMKM di Jawa Tengah (Sumber: RPJMD Provinsi Jawa Tengah Periode 2018 – 2023).
Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah yang memiliki salah satu tugas pokok
dan fungsi dalam pemberdayaan UMKM di Jawa Tengah,
melalui perpanjangan tangan UPT Balai Pelatihan Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah (Balatkop UKM) memberikan peningkatan keterampilan kerja kepada UMKM melalui pelatihan. Keberadaan Balatkop UKM merupakan wahana bagi masyarakat koperasi dan pelaku usaha untuk mengembangkan
kualitas sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan mampu menyerap pengetahuan, ketrampilan dan etos kerja produktif serta dapat menumbuhkan
jiwa kewirausahaan yang merupakan modal dasar dalam menjalankan usaha.
Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat Koperasi dan UKM setiap tahunnya. Adapun jenis pelatihan yang diselenggarakan antara lain: vokasional, manajerial dan kompetensi.
Grafik 2
Grafik Peserta
Pelatihan UPT Balai Pelatihan Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah
Sumber: UPT Balai Pelatihan Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan grafik 2 dapat dideskripsikan bahwa jumlah pelatihan yang diselenggarakan Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah fluktuatif. Pada tahun 2011 sampai tahun 2013 mengalami peningkatan jumlah pelatihan yaitu secara beruturut-turut 261,11% dan 306,38% tetapi pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebanyak 92,36% dan 72,43%. Pada tahun 2016 mengalami kenaikan 207,61%, kemudian tahun 2017 mengalami penurunan lagi sebanyak 60,5%. Pada tahun 2018 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar 185,95%, 2019 dan 2020 mengalami penurun yaitu 171,53% dan 83,95%. Dari grafik tersebut juga dapat dilihat bahwa pelatihan yang paling banyak diselenggarakan adalah pelatihan vokasional seperti pelatihan batik, pelatihan boga, pelatihan jahit, pelatihan desain fashion dan lain-lain. Sedangkan pelatihan manajerial dan pelatihan kompetensi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pelatihan vokasional. Output kegiatan ini berupa peningkatan keterampilan pelaku usaha, kemampuan manajerial dan kompetensi bagi Koperasi.
Banyaknya pelatihan yang diberikan Balatkop UKM belum mampu memenuhi kebutuhan UMKM di Jawa Tengah.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
permintaan pelatihan baik dari Dinas
Koperasi UKM Kab/Kota dan pengajuan proposal dari masyarakat ke Balatkop
UKM yang belum terpenuhi. Data tersebut menjadi dasar penulis untuk
merumuskan pertanyaan “Mengapa pelatihan di Balatkop
UKM Provinsi Jawa Tengah belum mampu memenuhi kebutuhan pelatihan UMKM”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana implementasi program pendidikan dan pelatihan di Balatkop
UKM Provinsi Jawa Tengah. Penekanan pada implementasi program pendidikan dan
pelatihan ini memberikan ragam berbeda dengan penelitian sebelumnya. Jika (Andreas, 2017) dan (Arini et al., 2018) melihat bagaimana UMKM bisa mengurangi angka
kemiskinan dan bagaimana UKM harus memanfaatkan perkembangan digital. Demikian (Sartika, Munjin,
& Salbiah, 2019) mengungkapkan bahwa pelaksanaan pelatihan KUMKM
di PLUT Kabupaten Cianjur berpengaruh dalam sikap dan kualitas yang perlu
ditingkatkan dalam upaya pendampingan pengembangan KUMKM di Kabupaten Cianjur.
Senada dengan hal tersebut (Irawati, 2018) juga menyimpulkan bahwa ada pengaruh secata stimultan dan parsial
antara pelatihan dan pembinaan terhadap pengembangan usaha kecil. Hal ini
berbeda dengan tujuan penelitian ini dimana dalam
penelitian ini akan dikaji lebih lanjut faktor yang berpengaruh terhadap
pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan di Balatkop
UKM Provinsi Jawa Tengah.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, (Fathonah, Kholilatusyahidah, & Anggraini, 2019) disebutkan sebagai salah satu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau
tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Hasil dari pendekatan kualitatif
akan diuraikan secara deskriptif. (Nazir, 2003) diartikan sebagai suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu
sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Lingkup penelitian melupti kegiatan-kegiatan yang dilakukan Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah dalam mengimplementasikan
Program Pendidikan dan Pelatihan serta faktor-faktor yang menghambat serta
mendorong implementasi program tersebut. Data primer dan sekunder dilaksanakan
melalui observasi pada obyek yang ditelisi dengan
eksplorasi, wawancara dan observasi di lapangan serta memanfaatkan dokumen,
arsip, literatur dan kajian ilmiah.
Fenomena penelitian meliputi tepat
kebijakan, tepat pelaksana, tepat target, tepat lingkungan dan tepat proses.
Penelitian akan melihat faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi
kebijakan dari sisi komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.
Teknik analisa data menggunakan tahapan pengumpulan data, verifikasi data dan
penarikan kesimpulan (Anggito & Setiawan, 2018).
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
Menurut
Ripley dan Franklin (Winarno, 2014) menyatakan
bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau
suatu jenis keluaran yang nyata (tangible
output). Implementasi mencakup
tindakan-tindakan oleh sebagai
aktor, khususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan. (Van Meter dan Van Horn (1975) dalam Kurniawan, Alexandri, & Nurasa,
2018) mengemukakan implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (Agustino, 2006).
Menurut Gow dan Mors (Keban, 2014) implementasi kebijakan terdapat
berbagai hambatan antara lain (1) hambatan politik, ekonomi, dan lingkungan, (2) kelemahan institusi, (3) ketidakmampuan SDM
di bidang teknis dan
administrative, (4) kekurangan dalam
bantuan teknis, (5) kurangnya desentralisasi dan partisipasi, (6) pengaturan waktu, (7) sistim informasi yang kurang mendukung, (8) perbedaan agenda tujuan antara actor, (9) dukungan yang berkesinambungan (Turner
dan Hulme, 1997:66-67). Semua hambatan
ini dapat dengan mudah dibedakan
atas hambatan dari dalam dan luar. Hambatan dari dalam dapat
dilihat dari ketersediaan dan kualitas input
yang digunakan seperti SDM,
dana, struktur organisasi, informasi, sarana dan fasilitas yang dimiliki, serta aturan, sistim
dan prosedur yang harus digunakan. Dan hambatan dari luar dapat
dibedakan atas semua kekuatan yang berpengaruh langsung ataupun tidak langsung
kepada proses implementasi itu sendiri, seperti
peraturan atau kebijakan pemerintah, kelompok sasaran, kecenderungan ekonomi, politik, kondisi sosial budaya dsb.
Untuk dapat
mengkaji dengan baik suatu implementasi
kebijakan publik perlu diketahui variabel atau faktor-faktor
penentunya. Untuk menggambarkan secara jelas variabel atau faktor-faktor yang berpengaruh penting terhadap implementasi kebijakan publik serta guna penyederhanaan
pemahaman, maka akan digunakan model-model implementasi kebijakan, seperti dalam Pandangan
Edwards III (Subarsono,
2005), implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.
Hasil penelitian
implementasi pendidikan dan pelatihan di Balatkop UKM
Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan adalah
faktor penentu implementasi kebijakan tersebut disebabkan oleh 4 (empat)
variabel, yaitu komunikasi yang telah disampaikan kepada masyarakat pelaku
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah namun tidak seluruh masyarakat menerima
informasi. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik dari ketersediaan sumber
daya manusia dan sumber daya anggaran. Kesesuaian disposisi dan struktur
birokrasi yang sudah baik dapat dikategorikan sebagai faktor pendukung.
Peneliti menggunakan prinsip-prinsip pokok dalam implementasi kebijakan yang efeketif menurut Riant Nugroho. (Nugroho, 2014) mengungkapkan bahwa pada
dasarnya terdapat “lima tepat” yang perlu dipenuhi dalam keefektifan
implementasi, yaitu ketepatan kebijakan, ketepatan pelaksana, ketepatan target,
ketepatan lingkungan dan ketepatan proses.
B.
Pembahasan
1.
Implementasi
Pendidikan dan Pelatihan di Balai Pelatihan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
Provinsi Jawa TengahProvinsi Jawa TengahProvinsi
Jawa Tengah
a)
Ketepatan
Kebijakan
Ketepatan
kebijakan dinilai dari seberapa jauh program dapat memecahkan masalah tentang
pendidikan dan pelatihan. Hasil penelitian, tujuan dari program tercapai. Hal
ini dapat dilihat dari target yang terealisasi pada tahun 2020 yaitu 98,79%
atau bisa dikategorikan Baik. Program tersebut telah menjelaskan secara rinci
apa saja kegiatan dalam pendidikan dan pelatihan. Namun fakanya
tidak seluruh masyarakat memahami isi program.
b)
Ketepatan
Pelaksana
Ketepatan
pelaksana dinilai dari peran ketiga pilah Good Governance yaitu peran pemerintah dalam pendidikan dan
pelatihan bagi Koperasi dan UKM. Hasil penelitian diketahui bahwa Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah sebagai Instansi
pelaksana teknis dari program pendidikan dan pelatihan mempunyai peran penting
dalam pelaksanaan program tersebut diantaranya yaitu
pelaksanaan, pendampingan, monitoring dan evaluasi.
Dalam pelaksanaan program ini belum terlihat adanya kolaborasi dengan pihak
swasta. Sedangkan masyarakat khususnya pelaku Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
sebagai obyek menjadi bagian dari pelaksana yaitu menjadi peserta pelatihan dan
pendidkan.
c)
Ketepatan Target
Ketepatan
target dapat dinilai respon masyarakat terhadap
program pendidikan dan pelatihan bagi Koperasi dan UKM (KUKM). Hasil penelitian
dapat dideskripsikan bahwa respon masyarakat pelaku
Koperasi, Usaha Kecil Menengah terhadap program pendidikan dan pelatihan
positif. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya permintaan pelatihan baik dari
Dinas Koperasi UKM Kabupaten/Kota maupun pelaku KUKM.
d)
Ketepatan
Lingkungan
Ketepatan
lingkungan dapat dinilai dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Hasil
penelitian diketahui bahwa interaksi antara Balatkop
UKM Provinsi Jawa Tengah sudah terjalin cukup baik namun masih terdapat hambatan
di dalam pelaksanaannya.
e)
Ketepatan Proses
Ketepatan
proses dapat dinilai dari penerimaan masyarakat terhadap program pendidikan dan
pelatihan KUKM serta kesiapan masyarakat sebagai bagian dari target program. Hasil
penelitian diketahui bahwa penerimaan mayarakat
pelaku Koperasi dan UKM di Provinsi Jawa Tengah sebagai target dari sasaran
Program Pendidikan dan Pelatihan meneriman program
tersebut. Kesiapan pelaku KUKM sudah siap menjadi bagian dari pelaksana program
pendidikan dan pelatihan.
2.
Faktor
Penghambat Implementasi Pendidikan dan Pelatihan di Balai Pelatihan Koperasi,
Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Jawa TengahProvinsi
Jawa TengahProvinsi Jawa Tengah
a)
Komunikasi
Komunikasi dapat dilihat dari metode yang digunakan oleh
Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah Provinsi Jawa
Tengah dalam mengkomunikasikan program pendidikan dan pelatihan KUKM. Kejelasan
informasi yang disampaikan dan konsistensi dalam mengkomunikasikannya. Hasil
penelitian diketahui bahwa upaya dalam mengkomunikasikan program pendidikan dan
pelatihan salah satunya dengan menuangkan rencana kegiatan dalam penetapan
kegiatan. Program dan kegiatan disusun setiap tahun anggaran, sebagai dasar
dalam penyusunan Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) SKPD dalam rangka penyediaan
anggaran.
Sebagai dokumen perencanaan, kegiatan telah didesain
untuk memudahkan pembagian tugas yang jelas kepada masing-masing Kepala Seksi
di Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah. Kejelasan ini
memberikan kemudahan kepada Kepala Seksi dalam mengalokasikan sumberdaya untuk melaksanakan kegiatan sesuai perencanaan.
b)
Sumberdaya
Sumberdaya
dinilai dari (1) sumber daya manusia yang dimiliki untuk pelaksanaan program pendidikan
dan pelatihan KUKM ; (2) dukungan anggaran dan fasilitas penunjang. Hasil
penelitian diketahui jumlah sumber daya manusia yang dimiliki Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah masih terbatas. Hal ini
dapat dinilai dari jumlah pegawai yang tidak seimbang dengan jumlah kegiatan
yang dilaksanakan. Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah
didukung total pegawai 30 orang, namun program dan pendidikan setiap tahunnya mencapi kurang lebih 100-125 kegiatan. Jumlah tersebut
dirasa belum mencukupi karena tugas Balatkop UKM
Provinsi Jawa Tengah selain memberikan pelayanan pendidikan dan pelatihan
kepada masyarakat Koperasi dan UKM juga melakukan tugas dalam pengkajian dan
pengembangan untuk mendukung kegiatan program pendidikan dan pelatihan.
Beberapa sumber dana untuk pelatihan dan pendidikan di
Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah antara lain: (1)
APBD (2) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan (3) Dana Alokasi Khusus
(DAK) Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia.
Berikut disajikan grafik sumber dana pendidikan dan pelatihan di Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah:
Grafik 3
Grafik Postur
Anggaran Pendidikan dan Pelatihan
Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah
Sumber: Balai Pelatihan Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa postur anggaran
yang bersumber dari APBD, DBHCHT dan DAK fluktuatif. Dari grafik di atas
apabila dijabarkan dalam bentuk tabel untuk ketiga dana tersebut yaitu:
Tabel 1
Postur Anggaran
Pendidikan dan Pelatihan Balatkop
UKM Provinsi Jawa Tengah
SUMBER DANA |
2016 |
2017 |
2018 |
2019 |
2020 |
JUMLAH |
% |
APBD |
4.571.656.000 |
2.529.000.000 |
3.904.250.000 |
4.737.000.000 |
2.400.068.000 |
13.666.974.000 |
22,31 |
DBHCHT |
1.750.000.000 |
1.650.000.000 |
7.650.000.000 |
7.875.000.000 |
7.650.000.000 |
30.475.000.000 |
49,74 |
DAK |
5.000.000.000 |
2.500.000.000 |
3.000.000.000 |
5.446.780.000 |
2.350.000.000 |
17.121.780.000 |
27,95 |
JUMLAH |
11.321.656.000 |
6.679.000.000 |
14.554.250.000 |
18.058.780.000 |
12.400.068.000 |
61.263.754.000 |
100,00 |
Sumber: Balai Pelatihan Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah, 2021.
Berdasarkan tabel dapat dideskripsikan bahwa postur
sumber dana terbesar untuk pendidikan dan pelatihan bagi koperasi, usaha kecil
dan menengah di Jawa Tengah adalah DBHCHT (49,74%), DAK (27,95%) dan APBD
(22,31%). Dimana sumber dana tersebut memiliki fungsi
masing-masing yaitu: (1) DBHCHT hanya untuk buruh tani tembakau dan buruh
pabrik rokok sesuai Permenkeu Nomor 205/PMK.07/2020
tahun 2020; (2) DAK untuk pelatihan manajerial, kompetensi perkoperasian dan
pendamping pasca pelatihan sesuai Permenkopukm Nomor
1 tahun 2020 dan (3) APBD untuk memberikan pendidikan dan pelatihan KUKM sesuai
Pergub Jawa Tengah Nomor 102 tahun 2016.
Dari postur anggaran tersebut dan melihat fungsi
penggunaannya maka Koperasi dan UKM yang dapat difasilitasi pendidikan dan
pelatihan hanya di beberapa Kabupaten/Kota tertentu, sehingga masih banyak
Kabupaten/Kota lain yang belum teralokasikan anggaran
pendidikan dan pelatihan mengingat anggaran murni APBD hanya untuk membiayai
rutin operasional perkantoran yang sangat minimalis. Sehingga perlu disusun
perencanaan dan penganggaran pendidikan pelatihan yang proporsional untuk dapat
menjangkau masyarakat Koperasi dan UKM di seluruh wilayah Jawa Tengah tanpa
terkecuali, khususnya dalam perencanaan APBD. Dimana
APBD merupakan anggaran yang kondisional sehingga dapat mendukung kegiatan
pelayanan pendidikan dan pelatihan bagi KUKM.
Hasil penelitian diketeahui
bahwa sarana dan prasarana pelatihan belum dapat memenuhi standar pelatihan,
terutama untuk pelatihan vokasional yang dominan membutuhkan keterampilan
praktik (+/- 70% praktik) tetapi laboratorium untuk mendukung kegiatan tersebut
belum tersedia.
c)
Disposisi
Disposisi
dinilai dari sikap demokratis Balatkop UKM Provinsi
Jawa Tengah, fungsi pelayanan dan standarisasi pelayanan. Hasil penelitian
diketahui bahwa responsifitas Balatkop
UKM Provinsi Jawa Tengah dalam memberikan pelayanan pendidikan dan pelatihan
dinilai baik. Hal ini dapat dilihat dari capaian kinerja tahun 2020 98,79% dimana jika dinilai berdasarkan rentang pengukuran capai
kinerja dikategorikan baik.
d)
Struktur
Birokrasi
SOP
pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan KUKM. Hasil penelitian diketahui
bahwa responsifitas pelayanan yang diberikan Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah dalam pelaksanaan program
pendidikan dan pelatihan sudah sesuai dengan SOP.
Kesimpulan
Secara
garis besar dapat disimpulkan bahwa saat ini tujuan yang diharapkan pemerintah
dalam memberikan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat koperasi dan UKM
belum tercapai. Hal ini dikarenakan program tersebut masih terdapat kendala
dalam implementasinya. Meskipun demikian, program ini telah diusahakan untuk
dilaksanakan dengan baik oleh Balatkop UKM Provinsi
Jawa Tengah sebagai pelaksana. Balatkop UKM Provinsi
Jawa Tengah dengan menggunakan pendekatan pendidikan dan pelatihan yang mana
diharapkan dengan program tersebut dapat mencapai target Koperasi dan UKM yang
terampil. Namun program tersebut keberhasilannya tergantung pada faktor-faktor
yang telah ditetntukan.
Faktor
pendorong program pendidikan dan pelatihan KUKM yaitu (1) komunikasi yang
meliputi kejelasan dan konsistensi; (2) sikap demokratis Balatkop
UKM Provinsi Jawa Tengah, fungsi pelayanan dan standarisasi pelayanan yang
dinilai baik dan (3) responsifitas pelayanan yang
diberikan Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah dalam
pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan sudah sesuai dengan SOP. Faktor
penghambat program pendidikan dan pelatihan KUKM adalah sumberdaya,
baik dari sumber daya manusia dan sumber daya anggaran serta fasilitas
pendukung pelaksanaan kegiatan.
Saran
untuk mengatasi hambatan dalam implementasi program pendidikan dan pelatihan
KUKM di Balatkop UKM Provinsi Jawa Tengah yaitu: (1)
penambahan sumber daya manusia untuk mendukung kegiatan; (2) penambahan alokasi
anggaran APBD untuk memfasilitasi pendidikan dan pelatihan bagi KUKM di 35
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah supaya tidak menyusun program pendidikan
dan pelatihan berdasarkan ketersediaan anggaran namun menyusun berdasarkan
kebutuhan masyarakat KUKM Jawa Tengah; (3) penambahan saran dan prasarana guna
mendukung pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan utamanya fasilitas kelas
dan outdoor.
Agustino, Leo. (2006). Dasar-Dasar Kebijakan Publik.
Bandung: Alfabeta.
Andreas, D. (2017). Jusuf Kalla Nilai UMKM Bisa
Kurangi Kemiskinan diakses 22 Juli 2020, 19.46 WIB dari.
Anggito, Albi, & Setiawan, Johan. (2018). Metodologi
penelitian kualitatif. CV Jejak (Jejak Publisher).
Arini, Hadiyanti, Badarrudin, Badarrudin, &
Kariono, Kariono. (2018). Efektivitas inkubator bisnis dalam pelaksanaan
pembinaan usaha masyarakat kecil menegah. Jurnal Administrasi Publik: Public
Administration Journal, 8(1), 1–17.
Fathonah, Nur Waliya Habibatul, Kholilatusyahidah,
Nur, & Anggraini, Juwita. (2019). Dampak Perubahan Kondisi Geografis
Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sawah Baru. PKM-P, 3(2).
Irawati, Rina. (2018). Pengaruh pelatihan dan
pembinaan terhadap pengembangan usaha kecil. Jurnal Ilmiah Bisnis Dan
Ekonomi Asia, 12(1), 74–84.
Keban, Yeremias T. (2014). Enam Dimensi Strategis
Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu Edisi 3. Yogyakarta: Gavamedia.
Kurniawan, Riki, Alexandri, M. Benny, & Nurasa,
Heru. (2018). IMSTeP: Indonesian Marine Science And Techno Park Implementasi
Kebijakan Model Van Meter Dan Van Horn Di Indonesia. Responsive: Jurnal
Pemikiran Dan Penelitian Administrasi, Sosial, Humaniora Dan Kebijakan Publik,
1(1), 34–38.
Nazir, Moh. (2003). Metode Penelitian. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Nugroho, Riant. (2014). Public Policy: Teori,
Manajemen, Analisis, Konvergensi, dan Kimia Kebijakan (edisi kelima). PT
Elex Media Komputindo. Indonesia.
Putra, Dwi Aditya. (2018). UMKM Sumbang 60 Persen ke
Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Dipetik Oktober, 5, 2019.
Sartika, Utami Dewi, Munjin, R. Akhmad, & Salbiah,
Euis. (2019). Pengaruh Pelatihan Di Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha
Mikro Kecil Menengah Kabupaten Cianjur. Jurnal Governansi, 5(2),
157–162.
Subarsono, A. G. (2005). Analisis kebijakan publik:
konsep, teori dan aplikasi. Pustaka Pelajar.
Tulus, Tambunan. (2002). Usaha Kecil dan Menengah di
Indonesia: beberapa isu penting. Jakarta: Salemba.
Winarno, Budi. (2014). Kebijakan Publik (Teori,
Proses dan Studi Kasus). Yogyakarta: Caps.
Yuwinanto, Helmy Prasetyo. (2018). Pelatihan
keterampilan dan upaya pengembangan UMKM di Jawa Timur. Dialektika, 13(1),
79–87.