How to cite:
Pambudi, Y. S., Sudaryantiningsih, C., & Geraldita, G. (2021). Analisis Karakteristik Air Limbah
Industri Tahu dan Alternatif Proses Pengolahannya Berdasarkan Prinsip-Prinsip Teknologi Tepat
Guna. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia 6(8). http://dx.doi.org/10.36418/ syntax-
literate.v6i8.3739
E-ISSN:
2548-1398
Published by:
Ridwan Institute
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia pISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
ANALISIS KARAKTERISTIK AIR LIMBAH INDUSTRI TAHU DAN
ALTERNATIF PROSES PENGOLAHANNYA BERDASARKAN PRINSIP-
PRINSIP TEKNOLOGI TEPAT GUNA
Yonathan Suryo Pambudi, Cicik Sudaryantiningsih, Gabriella Geraldita
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Surakarta,
Indonesia
Abstrak
Proses pembuatan tahu menghasilkan dua jenis limbah yaitu limbah padat dan
limbah cair. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kebutuhan air bersih dan
debit air limbah dalam satu hari, mengukur nilai parameter air limbah (BOD
5
,
COD, TSS, pH, temperatur/suhu air) dan membandingkannya dengan baku mutu,
serta menentukan alternatif proses pengolahan air limbah berdasarkan prinsip-
prinsip teknologi tepat guna. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik
dengan data primer hasil pengujian laboratorium limbah cair berdasarkan kondisi
lapangan (SNI 6989.59:2008 bagian 59). Teknik analisis data digunakan deskriptif
statistik dengan tabulasi dan distribusi frekuensi serta grafik. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sisa produksi dari 204 kg kedelai menghasilkan ± 3.840 liter
air limbah dengan debit air limbah harian dalam sekali produksi diperkirakan
sebesar 18,8 m3/ton. Berdasarkan pengujian laboratorium air limbah didapatkan
bahwa parameter TSS, temperatur/suhu, dan debit telah memenuhi baku mutu,
namun parameter BOD
5
, COD, dan pH belum memenuhi baku mutu sehingga perlu
diolah agar tidak mencemari lingkungan. Melalui prinsip teknologi tepat guna
sebagai proses alternatif dalam pengolahan air limbah tahu dengan melakukan
kombinasi proses pengolahan anaerobik dan aerobik, dapat diwujudkan proses
pengolahan air limbah tahu yang pemakaian listriknya sedikit, mudah dalam
pengoperasiannya, serta kualitas effluent nya bagus sehingga dapat diterima oleh
masyarakat khususnya pemilik usaha industri tahu Dele Emas maupun pelaku usaha
industri tahu lainnya yang ada di sentra industri tahu kampung Krajan, Mojosongo,
Surakarta.
Kata Kunci: limbah cair; kedelai; tahu; teknologi tepat guna
Abstract
The process of making tofu produces two types of waste, namely solid waste and
liquid waste. The purpose of this study was to analyze the need for clean water
and discharge of wastewater in one day, measure the value of wastewater
parameters (BOD5, COD, TSS, pH, temperature / water temperature) and
compare them with quality standards, and determine alternative wastewater
treatment processes based on the principle -principles of appropriate technology.
Analisis Karakteristik Air Limbah Industri Tahu dan Alternatif Proses Pengolahannya
Berdasarkan Prinsip-Prinsip Teknologi Tepat Guna
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4181
This study used a descriptive analytic method with primary data from laboratory
testing results of liquid waste based on field conditions (SNI 6989.59: 2008
section 59). The data analysis technique used descriptive statistics with
tabulations and frequency distributions and graphs. The results of this study
indicate that the remaining production of 204 kg of soybeans produces ± 3,840
liters of wastewater with an estimated daily wastewater discharge of 18.8 m3 /
ton. Based on laboratory testing of wastewater, it was found that the TSS,
temperature/temperature, and discharge parameters had met the quality
standards, but the parameters of BOD5, COD, and pH had not met the quality
standards so they needed to be processed so they didn't pollute the environment.
Through the principle of appropriate technology as an alternative process in tofu
wastewater treatment by combining anaerobic and aerobic processing processes,
a tofu wastewater treatment process can be realized which uses little electricity, is
easy to operate, and has good effluent quality so that it can be accepted by the
community, especially the owner. Dele Emas tofu industry business as well as
other tofu industry players in the tofu industry center in Krajan village,
Mojosongo, Surakarta.
Keywords: liquid waste; soybeans; tofu; appropriate technology
Pendahuluan
Tahu telah menjadi konsumsi masyarakat luas, baik sebagai lauk maupun sebagai
makanan ringan. Tahu adalah ekstrak protein kedelai yang telah digumpalkan dengan
asam, ion kalsium, atau bahan penggumpal lainnya (Suyanto, 2016). Pembuatan tahu
membutuhkan alat khusus, yaitu untuk menggiling kedelai menjadi bubur kedelai. Dasar
pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam kedelai dengan
menggunakan air sebagai pelarutnya (Purwaningsih, 2007). Setelah protein tersebut
larut, diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan pengendap
sampai terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan menjadi tahu (Indrasti &
Fauzi, 2009). Proses pembuatan tahu biasanya dilakukan secara sederhana di sentra-
sentra industri tahu yang banyak tersebar di seluruh Indonesia, salah satunya adalah
sentra industri tahu yang ada di kampung Krajan, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan
Jebres, Kota Surakarta.
Menurut (Indrasti & Fauzi, 2009), pada proses produksinya, selain menghasilkan
tahu sebagai produk utama, kegiatan ini juga menghasilkan limbah. Limbah yang
dihasilkan dapat berupa limbah padat, limbah cair dan gas. Limbah padat berasal dari
ampas tahu dan limbah ini dapat digunakan sebagai pakan ternak, kerupuk, kembang
tahu, oncom dan tempe gembus, sedangkan limbah cair berasal dari proses pencucian
dan perebusan tahu. Limbah gas berupa asap berasal dari penggunaan bahan bakar kayu
atau serbuk gergaji yang digunakan dalam proses perebusan atau menggoreng tahu.
Permasalahan dalam produksi tahu adalah pada limbah cair yang dihasilkan
terutama bila dibuang langsung ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu (Said, 2019).
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh PUSTEKLIM menunjukkan bahwa
konsentrasi bahan-bahan organik seperti Chemical Oxygen Demand (COD) di dalam
Yonathan Suryo Pambudi, Cicik Sudaryantiningsih, Gabriella Geraldita
4182 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
limbah cair industri tahu cukup tinggi yakni berkisar antara 4.00012.000 ppm dan
Biochemical Oxygen Demand (BOD) antara 2.00010.000 ppm, serta mempunyai
keasaman yang rendah yakni pH 4-5 (Sudjarwo & Tanaka, 2014). Upaya yang dapat
dilakukan untuk meminimalkan resiko yang dapat ditimbulkan dari limbah cair industri
tahu tersebut adalah dengan cara mengolah terlebih dahulu limbah tahu sebelum
dibuang ke lingkungan melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Saat ini
beberapa industri tahu yang ada di Kampung Krajan ada yang telah mempunyai IPAL
sendiri maupun terkoneksi ke IPAL komunal sederhana dengan sistem anaerobik untuk
menurunkan berbagai macam parameter pencemar yang terkandung dalam limbah tahu
seperti BOD
5
, COD, TSS, temperatur, pH, namun diantara beberapa industri tahu yang
telah memiliki IPAL sendiri atau tersambung ke IPAL komunal ternyata masih banyak
industri tahu lainnya yang belum memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
sendiri atau belum terkoneksi dengan IPAL Komunal dan membuang limbah cairnya
langsung ke badan-badan air yang ada di sekitar pabrik tersebut. Apabila kondisi ini
terus terjadi maka akan sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air sungai
(Sepriani & Kolengan, 2016), menimbulkan bau yang menyengat, serta dapat
menurunkan kualitas lingkungan (Indriyati & Susanto, 2012) khususnya di Kota
Surakarta, apalagi di Kota Surakarta selain sentra industri tahu, juga banyak terdapat
sentra industri lain yang beragam seperti sentra industri batik di Kampung Batik
Laweyan yang juga belum optimal dalam mengolah air limbah yang dihasilkannya dan
berpotensi untuk mencemari lingkungan (Lolo, Pambudi, Gunawan, & Widianto, 2020).
Demikian juga dengan air limbah rumah tangga (domestik) khususnya penggunaan
deterjen untuk mencuci dan laundry yang berpotensi meningkatkan kandungan
surfaktan di dalam air sungai, dimana surfaktan merupakan senyawa yang tidak mudah
terurai serta dapat menggangu proses pengolahan air minum jika air bakunya berasal
dari sungai (Lolo & Pambudi, 2020).
Sebagai langkah antisipasi untuk mencegah dan mengendalikan pencemaran air
khususnya di Jawa Tengah, maka Pemerintah Propinsi Jawa Tengah telah mengeluarkan
Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 05 tahun 2012 tentang Baku Mutu Air
Limbah yang di dalamnya (lampiran A) mengatur tentang batas maksimal nilai
parameter pencemar yang terdapat dalam air limbah termasuk air limbah industri tahu
yang masih diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan khusunya perairan.
Industri tahu Dele Emas adalah salah satu industri tahu skala kecil-menengah
yang berada di sentra industri tahu di Kampung Krajan, Kelurahan Mojosongo,
Kecamatan Jebres, Kota Surakarta. Industri tahu Dele Emas ini dibangun di atas lahan
seluas 109,6 meter persegi dan masih menggunakan teknologi yang sederhana dalam
proses produksinya. Industri tahu ini menerapkan sistem sewa tempat dan memiliki tiga
orang pengrajin tahu yang bekerja setiap harinya. Industri tahu Dele Emas adalah salah
satu industri tahu di Kampung Krajan yang belum memiliki Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) atau terkoneksi pada IPAL komunal. Selama ini industri tahu Dele
Emas juga belum pernah melakukan pemantauan dan pengukuran terhadap debit limbah
cair yang dihasilkan dan juga belum pernah melakukan pengujian laboratorium terhadap
Analisis Karakteristik Air Limbah Industri Tahu dan Alternatif Proses Pengolahannya
Berdasarkan Prinsip-Prinsip Teknologi Tepat Guna
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4183
limbah cair yang dibuang ke lingkungan, sehingga belum dapat diketahui secara pasti
bagaimana kualitas, kuantitas, dan karakteristik limbah cairnya. Untuk dapat
mengetahui secara pasti bagaimana kualitas dan karakteristik limbah cair yang
dihasilkan oleh industri tahu tersebut tentunya perlu dilakukan pengujian laboratorium
terhadap parameter-parameter pencemar yang terkandung di dalam limbah cair tersebut
lalu membandingkannya dengan Baku Mutu Air Limbah Industri tahu yang terdapat
dalam Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 05 tahun 2012 meliputi parameter:
1) temperatur (suhu); 2) Biochemical Oxygen Demand (BOD5); 3) Chemical Oxygen
Demand (COD); 4) Total Suspended Solids; 5) pH; dan 6) Debit Maksimum.
Hasil pengujian laboratorium air limbah industri tahu Dele Emas dapat digunakan
untuk mengetahui bagaimana kualitas dan karakteristik air limbah industri tahu tersebut
sehingga dapat digunakan untuk memprediksi dampak lingkungan yang
ditimbulkannya, selain itu, data hasil pengujian laboratorium juga dapat digunakan
sebagai dasar atau patokan dalam menentukan teknologi pengolahan air limbah yang
akan digunakan serta untuk melakukan perhitungan teknis berkaitan dengan dimensi
bangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang diperlukan.
Saat ini banyak pelaku usaha industri tahu di sentra industri tahu kampung Krajan
yang beranggapan bahwa proses pembangunan, operasional, dan perawatan IPAL
berbiaya mahal serta membutuhkan lahan yang cukup luas sehingga banyak pelaku
usaha belum atau tidak memprioritaskannya. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
dilakukan suatu kajian terkait alternatif teknologi pengolahan air limbah industri tahu
berdasarkan prinsip-prinsip teknologi tepat guna sebagai solusi untuk mengatasi
pencemaran lingkungan khususnya air permukaan akibat air limbah tahu yang dibuang
sembarangan ke badan air yang ada di sekitar industri atau pabrik tersebut. Untuk itu
perlu dilakukan pengkajian kebutuhan air bersih dan debit air limbah dalam satu hari,
mengukur nilai parameter BOD
5
, COD, TSS, pH, temperatur/suhu air limbah dan
menentukan alternatif proses pengolahan air limbah yang cocok diterapkan untuk
mengolah air limbah industri tahu Dele Emas tersebut berdasarkan prinsip-prinsip
teknologi tepat guna.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Nisrina & Andarani, 2018) berupaya
mengolah limbah cair industri tahu skala rumah tangga di Desa Puspiptek, Tangerang
Selatan dengan cara memanfaatkan biogas yang diperoleh dari hasil proses pengolahan
secara anaerobik dengan menggunakan digester. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
teknologi yang dipilih mampu memberikan manfaat positif yaitu adanya biogas yang
dapat dimanfaatkan bagi masyarakat pelaku usaha industri tahu tersebut, namun
demikian proses pengolahan limbah cair yang dilakukan hanya sebatas proses anaerobik
saja sangat besar kemungkinannya jika effluent yang dihasilkan atau dikeluarkan dari
reaktor digester biogas tersebut masih belum memenuhi baku mutu yang ditetapkan
oleh pemerintah khususnya jika ditinjau dari parameter BOD dan COD mengingat
rendahnya efisiensi proses pengolahan anaerobik, sehingga masih ada tantangan lain
yang harus diselesaikan untuk mencapai baku mutu hingga effluent tersebut aman jika
dibuang ke lingkungan.
Yonathan Suryo Pambudi, Cicik Sudaryantiningsih, Gabriella Geraldita
4184 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
Berdasarkan pada hal tersebut maka pada penelitian ini dilakukan kajian terhadap
opsi-opsi pemilihan teknologi lain yang sesuai dengan karakteristik industri tahu skala
kecil hingga menengah agar proses pengolahan yang dilakukan dapat memberi manfaat
positif, tepat guna, sekaligus dapat menjawab tantangan terkait kualitas effluent yang
dihasilkan supaya dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah dan aman
jika dibuang ke lingkungan. Hal ini dilakukan dengan mengkombinasikan antara proses
pengolahan secara anaerobik dan aerobik untuk mendapatkan hasil dan manfaat terbaik
dari proses pengolahan yang dilakukan.
Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan survey lapangan dengan pengamatan dan
pengumpulan data sampel limbah cair untuk pengujian laboratorium UPT laboratorium
terpadu Universitas Sebelas Maret dengan menggunakan metode grab sampling atau
metode sesaat. Metode pengambilan sampel ini dilakukan berdasarkan kondisi lapangan
dan sesuai dengan prosedur SNI 6989.59:2008 bagian 59 tentang Metoda Pengambilan
Contoh Air Limbah yakni pengambilan pada industri yang tidak memiliki IPAL dengan
proses batch berasal dari beberapa saluran pembuangan. Analisis data digunakan
pengujian statistik deskriptif dengan tabel, grafik, dan bagan .
Hasil dan Pembahasan
Proses pembuatan dan detail kebutuhan air pada industri tahu Dele Emas untuk
satu kali produksi dijelaskan dalam gambar 1 berikut ini:
Gambar 1
Penggunaan Air pada Proses Produksi Tahu di Industri Tahu Dele Emas, Krajan,
Surakarta (Sumber: Hasil Observasi Lapangan)
Analisis Karakteristik Air Limbah Industri Tahu dan Alternatif Proses Pengolahannya
Berdasarkan Prinsip-Prinsip Teknologi Tepat Guna
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4185
Dari proses produksi di atas untuk satu kali produksi pengrajin membutuhkan air
bersih sekitar ± 200 liter. Detail penggunaan air bersih dapat dilihat pada tabel 1 berikut
ini:
Tabel 1
Kebutuhan Air pada Proses Produksi Tahu per 8,5 kg Kedelai
Proses Pembuatan Tahu
Kebutuhan Air Bersih
(Liter)
Perendaman
20
Pencucian
60
Penggilingan
20
Pemasakan
50
Penyaringan
10
Penggumpalan
10
Kebutuhan Lain-Lain
30
Jumlah
200
Pada tabel 1, dapat diketahui jumlah kebutuhan air bersih di industri tahu Dele
Emas per satu kali masak adalah ± 200 liter dengan bahan kedelai 8,5 kg. Terdapat tiga
pengrajin tahu yang setiap harinya memiliki jumlah produksi tahu yang berbeda.
Perhitungan jumlah kedelai dan jumlah kebutuhan air bersih pada proses produksi tahu
setiap harinya dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2
Kebutuhan Air Bersih pada Proses Produksi Tahu Dalam Satu Hari
No
Nama Pengrajin
Jumlah
Produksi per
hari
Jumlah Kedelai
Total Kebutuhan
Air Bersih
1.
Bp. Hardiman
± 10 kali
10 x 8,5 = 85 kg
10 x 200L = 2.000 L
2.
Bp.Sardi
± 4 kali
4 x 8,5 = 34 kg
4 x 200L = 800 L
3.
Bp.Sugeng
± 10 kali
10 x 8,5 = 85 kg
10 x 200L = 2.000 L
± 24 kali
masak
204 kg
± 4.800 L
Berdasarkan data dari tabel 2 diketahui bahwa dalam satu hari industri tahu Dele
Emas membutuhkan ± 4.800 liter air bersih untuk memproduksi 204 kg kedelai menjadi
tahu dari tiga orang pengrajin dengan total ± 24 kali produksi. Perkiraan air limbah yang
dihasilkan dari proses produksi menurut pengamatan di lapangan adalah 80%, maka
perhitungan menjadi 80% x 4.800 L = ± 3.840 liter per 204 kg kedelai. Berdasarkan
pada perhitungan tersebut maka debit air limbah industri tahu Dele Emas adalah:
ton
A. Hasil Analisis Karakteristik Air Limbah Industri Tahu Dele Emas
Uji sampel air limbah dilakukan mengacu pada SNI Metoda Pengambilan Air
Limbah dengan cara grab sampling pada saat jam puncak produksi ketika semua
pengrajin sedang memproduksi tahu. Hasil pengujian laboratorium selanjutnya
Yonathan Suryo Pambudi, Cicik Sudaryantiningsih, Gabriella Geraldita
4186 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
dibandingkan dengan baku mutu air limbah industri tahu yang terdapat dalam
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 05 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Air
Limbah untuk menilai karakteristik dan kualitas dari air limbah industri tahu Dele
Emas tersebut. Hasil pengujian laboratorium dan baku mutu air limbah tahu
disajikan pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 3
Perbandingan Hasil Pengujian Laboratorium dan Baku Mutu
Limbah Industri Tahu
No.
Param
eter
Hasil Analisa
dan Uji
Laboratorium
Baku Mutu
Air
Limbah Tahu
Satuan
Keterangan
1.
TSS
64
100
mg/L
Memenuhi Baku
Mutu
2.
BOD
5
2.290
150
mg/L
Belum Memenuhi
Baku Mutu
3.
COD
7.904
275
mg/L
Belum Memenuhi
Baku Mutu
4.
pH
2,65
6,0 90
-
Belum Memenuhi
Baku Mutu
5.
Tempe
ratur
36
38
°C
Memenuhi Baku
Mutu
6.
Debit
18,8
20
m
3
/ton
kedelai
Memenuhi Baku
Mutu < 20 m
3
/ton
Berdasarkan pada tabel 3 dapat diketahui bahwa parameter TSS,
temperatur/suhu, dan debit telah memenuhi baku mutu air limbah industri tahu yang
ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan parameter BOD
5
, COD, dan pH belum
memenuhi baku mutu air limbah, sehingga diperlukan suatu proses pengolahan air
limbah yang mampu untuk menurunkan nilai parameter-parameter yang melebihi
baku mutu tersebut sehingga aman bagi lingkungan. Sayangnya sampai dengan saat
ini baik industri tahu Dele Emas dan juga sebagian besar industri tahu lainnya yang
berada di sentra industri Krajan belum semuanya memiliki atau terkoneksi dengan
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) baik skala individu maupun komunal
sehingga air limbah masih dibuang begitu saja ke badan air yang ada di sekitarnya
tanpa pengolahan sehingga sangat berpotensi mencemari lingkungan. Hal ini terjadi
karena adanya anggapan dari para pelaku usaha atau pemilik industri tahu bahwa
proses pembangunan, operasional, dan perawatan IPAL berbiaya mahal serta
membutuhkan lahan yang cukup luas sehingga banyak pelaku usaha belum atau
tidak memprioritaskannya.
Pendapat tersebut tidaklah selalu benar. Apabila kita memilih proses dan
teknologi yang tepat, maka biayanya jauh lebih rendah daripada teknologi yang
telah dipakai di negara maju. Sumber daya manusia yang kompeten untuk
menangani masalah air limbah sangat sedikit, maka proses pengolahannya harus
sederhana dan mudah perawatannya. Penggunaan listrik atau energi juga harus
hemat agar tidak terlalu membebani industri skala kecil dan menengah.
Analisis Karakteristik Air Limbah Industri Tahu dan Alternatif Proses Pengolahannya
Berdasarkan Prinsip-Prinsip Teknologi Tepat Guna
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4187
Ketersediaan lahan atau ruang pada industri kecil dan menengah juga sangat
terbatas, sehingga IPAL harus hemat ruang, sehingga peralatan yang ringkas akan
sangat membantu. Hal terakhir yang cukup penting adalah lumpur sisa proses
pengolahan harus diupayakan sedikit mungkin untuk menghindari tambahan biaya
pengolahan lumpur yang tinggi.
Mengingat industri tahu Dele Emas dan industri tahu lainnya di sentra industri
tahu Krajan tergolong industri tahu skala kecil-menengah tentunya sangat
membutuhkan suatu inovasi teknologi pengolahan air limbah yang tepat guna untuk
mengatasi permasalahan atau tantangan riil yang dihadapi masyarakat tersebut.
B. Prisip-Prinsip Teknologi Tepat Guna Dalam Pengolahan Air Limbah
Untuk menanggulangi permasalahan pencemaran air dan lingkungan di
Indonesia, maka air limbah baik yang bersumber dari industri maupun rumah tangga
harus diolah dengan baik, akan tetapi, di Indonesia pada umumnya teknologi
pengolahan air limbah dianggap sebagai teknologi yang sanggat mahal sehingga
tidak terjangkau, jika seseorang mencoba membangun IPAL modern, mereka
cenderung langsung memilih proses lumpur aktif, padahal teknologi pengolahan air
limbah tidak selalu mahal dan juga terdapat berbagai pilihan teknologi lain selain
lumpur aktif. Memang proses lumpur aktif adalah proses yang sejarahnya paling
lama dan populer, tetapi pemakaian listiknya besar dan pengoperasiannya akan
membutuhkan pengalaman khusus, selain itu proses lumpur aktif juga menghasilkan
excess sludge yang banyak dan harus diolah lagi, sehingga pemakaian teknologi
lumpur aktif lebih efektif jika dipakai oleh industri atau IPAL skala besar daripada
industri atau IPAL yang berskala kecil karena kurang ekonomis dan kontrol
operasionalnya lebih sulit (Said, 2006).
Kesalahan persepsi mengenai teknologi pengolahan air limbah seperti di atas
mungkin berasal dari pola pemandangan teknologi secara terpisah dari faktor-faktor
yang bersangkutan dan cenderung memindahkan suatu teknologi secara langsung
dari satu negara ke negara lain tanpa memikirkan faktor/ persyaratan yang berkaitan
yang berbeda-beda untuk setiap daerah dan kasus. Sedangkan IPAL komunal di
Indonesia, hanya proses anaerobik yang dipilih sebagai satu-satunya pilihan,
padahal ada juga berbagai pilihan yang lain yang lebih baik. Memang proses
anaerobik ada untungnya karena tidak membutuhkan listrik dan pengoperasiannya
mudah, tetapi proses tersebut juga memiliki kekurangan karena membutuhkan lahan
luas dan pada umumnya kualitas effluent belum memadai.
Teknologi tepat guna adalah suatu konsep atau movement dengan pola
pemikiran yang memperhatikan dan mementingkan dinamisme antara teknologi dan
persyaratan yang berkaitan. Persyaratan tersebut antara lain ada yang kondisi sosio
ekonomis setempat, sumber daya manusia, infrastruktur, bahan yang tersedia, iklim,
kebudayaan, dan lain sebagainya. Ada lagi persyaratan yang lebih case specific
seperti kesediaan tanah untuk pembangunan IPAL, kondisi lingkungan sekitarnya,
ketersediaan listrik, ketersediaan modal investasi, kualitas dan kuantitas effluent, dan
lain sebagainya. Dengan mempertimbangkan kondisi Indonesia masa kini, secara
Yonathan Suryo Pambudi, Cicik Sudaryantiningsih, Gabriella Geraldita
4188 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
umum syarat-syarat yang diinginkan untuk teknologi pengolahan air limbah adalah
antara lain:
1. Biaya bangunan dan pengoperasian rendah/ murah
2. Pengoperasian dan perawatan mudah atau sederhana
3. Pemakaian listrik sedikit
4. Excess sludge atau sisa lumpur yang dihasilkan sedikit
5. Hemat tempat/ space (tergantung kondisi)
6. Kualitas effluent bagus atau sesuai baku mutu
Kita tidak dapat mengatakan suatu teknologi pengolahan air limbah termasuk
teknologi tepat guna apabila belum dikaitkan pada sedikitnya enam aspek di atas.
Karena sebagian masyarakat Indonesia kondisi ekonominya masih relatif lemah,
maka supaya pengolahan air limbah dapat diterapkan secara luas di masyarakat
sangat diharapkan biaya bangunan dan pengoperasiannya cukup rendah sehingga
dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu perkembangan sumber daya manusia
masih terbatas, maka diharapkan pengoperasian dan perawatan IPAL tersebut relatif
mudah.
Syarat 3 dan 4 (pemakaian listrik sedikit dan excess sludge yang dihasilkan
sedikit) merupakan kebutuhan untuk memenuhi syarat 1 dan 2 (biaya bangunan dan
pengoperasian rendah serta pengoperasian dan perawatan mudah). Agar biaya
pengoperasiannya rendah maka pemakaian listrik harus diupayakan seminimal
mungkin dan excess sludge dari proses biologis juga diharapkan sedikit. Kalau
excess sludge nya sedikit, maka otomatis pengoperasian dan perawatan IPAL akan
lebih mudah sehingga biaya pengoperasian dan perawatan akan lebih murah. Untuk
kasus ketersediaan tanah atau lahan untuk pembangunan IPAL yang terbatas, maka
penghematan lahan dan pembangunan IPAL komunal adalah hal penting yang harus
dipertimbangkan.
C. Kombinasi Proses Anaerobik-Aerobik Sebagai Alternatif Solusi Pengolahan
Air Limbah Tahu Berdasarkan Prinsip Teknologi Tepat Guna
Negara tropis seperti Indonesia memiliki keuntungan mempergunakan proses
anaerobik karena temperatur atmosfer rata-rata tinggi dan stabil, maka
mikroorganisme anaerob bisa hidup secara stabil dan aktif.
Sedangkan untuk proses aerobik seperti proses lumpur aktif pemakaian listrik
relatif besar, dan juga menghasilkan excess sludge banyak, akan tetapi
keuntungannya adalah kualitas effluent nya pada umumnya lebih baik daripada
proses anaerobik. Tidak hanya mengurangi kandungan COD dan BOD
5
saja, proses
aerobik mampu mengurangi kandungan bakteri terutama patogen dalam effluent,
demikian juga agar konversi dari amonium ke nitrate terjadi, harus diolah dengan
proses aerobik.
Perbandingan proses anaerobik dan aerobik dapat dilihat pada tabel 4 berikut
ini:
Analisis Karakteristik Air Limbah Industri Tahu dan Alternatif Proses Pengolahannya
Berdasarkan Prinsip-Prinsip Teknologi Tepat Guna
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4189
Tabel 4
Perbandingan Proses Aerobik dan Anaerobik
No
Item
Proses
Anaerobik
Proses
Aerobik
1
Pemakaian Listrik
Kecil
Besar
2
Penghasilan Excess Sludge
Kecil
Besar
3
Kualitas Efluen
Terbatas (pada umumnya)
Baik (pada
umumnya)
4
Organic Loading
Besar
Kecil
5
Start Up
Lambat
Cepat
6
Kelebihan lain
Menghasilkan Gas Metana,
Sesuai Iklim Tropis
-
Sumber: PUSTEKLIM (2014)
Berdasarkan pada tabel 4 dapat diketahui bahwa setiap proses anaerobik
maupun aerobik memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing sehingga
melalui kombinasi kedua proses pengolahan tersebut diharapkan dapat saling
melengkapi sehingga proses pengolahan air limbah dapat menjadi lebih efektif
dalam menghasilkan kualitas effluent yang sesuai baku mutu serta dapat diterima
secara luas oleh masyarakat khususnya para pelaku usaha industri tahu.
Dengan mempertimbangkan plus dan minus dari proses anaerobik dan aerobik,
maka proses kombinasi sistem anaerobik-aerobik dapat menjadi alternatif pilihan
dalam merencanakan pembangunan IPAL baik di industri tahu Dele Emas maupun
di industri-industri tahu lainnya yang ada di kampung Krajan terutama untuk
menjawab permasalahan keterbatasan lahan, keterbatasan sumber daya manusia,
serta keterbatasan biaya (pembangunan, operasional, dan perawatan IPAL). Pada
kasus tertentu dimana banyak industri tahu yang tidak memiliki lahan yang cukup
untuk pembangunan IPAL individual maka proses pengolahan air limbah secara
komunal dengan sistem kombinasi anaerob-aerob juga dapat menjadi alternatif
pilihan lain yang lebih efektif dan efisien yang dapat dilakukan secara kolektif oleh
para pelaku usaha industri tahu untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
Proses kombinasi sistem anaerob-aerob yang dimaksud dapat dilihat pada
gambar 2 berikut ini:
Gambar 2
Proses Kombinasi Sistem Anaerobik dan Aerobik
Influent
Pre-Treatment
Post-Treatment
Effluent
Proses Anaerobik
Proses Aerobik
Yonathan Suryo Pambudi, Cicik Sudaryantiningsih, Gabriella Geraldita
4190 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa setelah proses pre-treatment, air limbah
tahu dimasukkan ke proses anaerobik terlebih dahulu. Kemudian effluent dari proses
anaerobik baru diolah dengan proses aerobik. Karena air limbah sudah diolah
sampai tingkat tertentu dengan proses anaerobik, maka beban proses aerobik dapat
dikurangi secara signifikan, maka unit pengolahan air limbah tersebut dapat dibuat
kecil, sehingga pemakaian listriknya juga relatif lebih kecil. Sedangkan karena
sudah diolah dengan proses aerobik maka kualitas effluent dari proses tersebut bagus
dan siap dibuang tanpa mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Dengan kombinasi kedua proses tersebut, diharapkan dapat mewujudkan
proses pengolahan air limbah tahu yang pemakaian listriknya sedikit, mudah dalam
pengoperasiannya, serta kualitas effluent nya bagus sehingga dapat diterima oleh
masyarakat khususnya pemilik usaha industri tahu Dele Emas maupun pelaku usaha
industri tahu lainnya yang ada di sentra industri tahu kampung Krajan, Mojosongo,
Surakarta.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sisa produksi dari 204 kg kedelai
menghasilkan ± 3.840 liter air limbah dengan debit harian dalam sekali produksi
diperkirakan sebesar 18,8 m
3
/ton. Berdasarkan pengujian laboratorium diketahui bahwa
parameter TSS, temperatur/suhu, dan debit air limbah tahu telah memenuhi baku mutu,
namun parameter BOD
5
, COD, dan pH belum memenuhi baku mutu sehingga perlu
diolah agar tidak mencemari lingkungan.
Melalui prinsip teknologi tepat guna sebagai proses alternatif dalam pengolahan
air limbah tahu dengan melakukan kombinasi proses pengolahan anaerobik dan aerobik,
dapat diwujudkan proses pengolahan air limbah yang pemakaian listriknya sedikit,
mudah dalam pengoperasiannya, serta kualitas effluent nya bagus sehingga dapat
diterima oleh masyarakat khususnya pemilik usaha industri tahu Dele Emas maupun
pelaku usaha industri tahu lainnya yang ada di sentra industri tahu Kampung Krajan,
Mojosongo, Surakarta.
Analisis Karakteristik Air Limbah Industri Tahu dan Alternatif Proses Pengolahannya
Berdasarkan Prinsip-Prinsip Teknologi Tepat Guna
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4191
BIBLIOGRAFI
Indrasti, Nastiti Siswi, & Fauzi, Anas Miftah. (2009). Produksi bersih. Bogo: PT
Penerbit IPB Press.
Indriyati, Indriyati, & Susanto, Joko Prayitno. (2012). Unjuk Kerja Pengolahan Limbah
Cair Tahu Secara Biologi. Jurnal Teknologi Lingkungan, 13(2), 159168. Google
Scholar
Lolo, Elvis Umbu, & Pambudi, Yonathan Suryo. (2020). Penurunan Parameter
Pencemar Limbah Cair Industri Tekstil Secara Koagulasi Flokulasi (Studi Kasus:
IPAL Kampung Batik Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia). Jurnal
Serambi Engineering, 5(3), 10901098. https://doi.org/10.32672/jse.v5i3.2072
Google Scholar
Lolo, Elvis Umbu, Pambudi, Yonathan Suryo, Gunawan, Richardus Indra, & Widianto,
Widianto. (2020). Pengaruh Koagulan PAC dan Tawas Terhadap Surfaktan dan
Kecepatan Pengendapan Flok Dalam Proses Koagulasi Flokulasi. Jurnal Serambi
Engineering, 5(4), 12951305. https://doi.org/10.32672/jse.v5i4.2315 Google
Scholar
Nisrina, Hanifah, & Andarani, Pertiwi. (2018). Pemanfaatan Limbah Tahu Skala Rumah
Tangga Menjadi Biogas Sebagai Upaya Teknologi Bersih Di Laboratorium Pusat
Teknologi LingkunganBPPT. Jurnal Presipitasi: Media Komunikasi Dan
Pengembangan Teknik Lingkungan, 15(2), 139140. Google Scholar
Purwaningsih, Eko. (2007). Cara Pembuatan Tahu dan Manfaat Kedelai. Jakarta:
Ganeca Exact. Google Scholar
Said, Nusa Idaman. (2006). Paket Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit
Yang Murah Dan Efisien. Jurnal Air Indonesia, 2(1). Google Scholar
Said, Nusa Idaman. (2019). Tekhnologi Pengolahan Air Limbah: Teori dan Aplikasi.
Google Scholar
Sepriani, J. Abidjulu, & Kolengan, H. S. J. (2016). Pengaruh limbah cair industri tahu
terhadap kualitas air sungai paal 4 Kecamatan Tikala Kota Manado. Chem.
Program, 9(1), 2933. Google Scholar
Sudjarwo, Hermanto, & Tanaka, Nao. (2014). Manual Teknologi Tepat Guna
Pengolahan Air Limbah. PUSTEKLIM: Yogyakarta. Google Scholar
Suyanto, Agus. (2016). Kadar kalsium dan sifat organoleptik tahu susu dengan variasi
jenis bahan penggumpal. Jurnal Pangan Dan Gizi, 3(2). Google Scholar
Copyright holder:
Yonathan Suryo Pambudi, Cicik Sudaryantiningsih, Gabriella Geraldita (2021)
Yonathan Suryo Pambudi, Cicik Sudaryantiningsih, Gabriella Geraldita
4192 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
First publication right:
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
This article is licensed under: