How to cite:
Syafaruddin, S., Mulia, A. P., & Nasution, Z. P. (2021) Prioritisasi Pengelolaan DAS Deli
Menggunakan Metode AHP-SYI dan Fuzzy AHP-SYI dalam Format GIS. Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia, 6(8). http://dx.doi.org/10.36418/ syntax-literate.v6i8.3768
E-ISSN:
2548-1398
Published by:
Ridwan Institute
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia pISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
PRIORITISASI PENGELOLAAN DAS DELI MENGGUNAKAN METODE
AHP-SYI DAN FUZZY AHP-SYI DALAM FORMAT GIS
Syafaruddin, Ahmad Perwira Mulia, Zaid Perdana Nasution
Universitas Sumatera Utara (USU) Medan Sumatera Utara, Indonesia
Abstrak
Daerah Aliran Sungai di Indonesia mengalami kerusakan lingkungan dari tahun ke
tahun. Kerusakan lingkungan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi kerusakan
pada aspek biofisik ataupun kualitas air. Pengelolaan DAS dilakukan untuk
menjaga DAS tetap berfungsi, dengan memperhatikan biaya dan mengingat luasnya
DAS yang mengalami kerusakan perlu dibuat skala prioritas untuk dapat menyiasati
permasalahn tersebut. Penelitian ini bertujuan memprioritaskan mikro DAS dengan
pendekatan model SYI yang berbasis AHP dan Fuzzy Analitic Hierarchy Proces
(FAHP). Metode penelitian ini pada dasarnya menggunakan informasi Potensi
Erosi Indek (PEI) dan Sediment Delivery Rasio (SDR) yang menunjukkan kapasitas
angkut sedimen. Faktor pengiriman sedimen yaitu topografi, tutupan vegetasi,
kedekatan dengan aliran air dan jenis yang terintegrasi dalam domain GIS. Untuk
penilaian PEI, parameter yang digunakan yaitu data curah hujan, jenis tanah,
kemiringan lahan, vegetasi penutup tanah, jaringan sungai, kerapatan sungai
diintegrasikan dalam domain GIS menggunakan metode Weightd Linear
Combination (WLC) dengan memberikan bobot dan peringkat untuk kreteria utama
dan sub kreteria. Lokasi Studi DAS Deli terletak di Sumatera Utara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peta prioritas FAHP-SYI dioverlay dengan peta
lahan kritis menunjukkan kesesuain lahan kritis dengan metode medium
menghasilkan prosentase 38.00 % untuk prioritas tinggi dan sangat tinggi atau
81.30 % terhadap keseluruhan peta lahan kritis. Dengan jumlah mikro DAS 21 dari
53 mikro DAS masuk sangat tinggi dan tinggi menandakan diperlukan pengelolaan
DAS
Kata Kunci: prioritas; AHP; FAHP; AHP-SYI; FAHP-SYI; GIS; DAS
Abstract
Watersheds in Indonesia suffer environmental damage from year to year.
Environmental damage to watersheds includes damage to biophysical aspects or
water quality. Watershed management is done to keep the watershed functioning,
taking into account costs and considering the extent of the watershed that has been
damaged needs to be made a priority scale to be able to get around the problem.
This research aims to prioritize micro-watersheds with the approach of SYI models
based on AHP and Fuzzy Analitic Hierarchy Proces (FAHP). This research method
basically uses information on Index Erosion Potential (PEI) and Sediment Delivery
Ratio (SDR) which indicates sediment carrying capacity. Sediment delivery factors
Syafaruddin, Ahmad Perwira Mulia, Zaid Perdana Nasution
4108 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
are topography, vegetation cover, proximity to water flow and types integrated in
the GIS domain. For PEI assessment, the parameters used are rainfall data, soil
type, land slope, soil cover vegetation, river network, river density integrated in the
GIS domain using the Weightd Linear Combination (WLC) method by providing
weight and rating for the main creteria and sub creteria. The location of the
Watershed Deli study is located in North Sumatra. The results showed that the
FAHP-SYI priority map overlay with a critical land map showing the independence
of critical land by medium method resulted in a percentage of 38.00% for high and
very high priority or 81.30% of the overall critical land map. With the number of
micro watersheds 21 out of 53 micro watersheds enter very high and high indicates
the necessary watershed management
Keywords: priority; AHP; FAHP; AHP-SYI; FAHP-SYI; GIS; DAS
Pendahuluan
Indonesia memiliki sedikitnya 5.590 sungai utama dan 65.017 anak sungai. Dari
5,5 ribu sungai utama panjang totalnya mencapai 94.573 km dengan luas Daerah Aliran
Sungai (DAS) mencapai 1.512.466 km2. Selain mempunyai fungsi hidrologis, sungai
juga mempunyai peran dalam menjaga keanekaragaman hayati, nilai ekonomi, budaya,
transportasi, pariwisata dan lainnya. Kondisi DAS di Indonesia terus mengalami
degradasi atau kemunduran fungsi seperti ditunjukkan semakin besarnya jumlah DAS
yang memerlukan prioritas penanganan yakni 22 DAS pada tahun 1984, menjadi
berturut-turut sebesar 39 dan 62 DAS pada tahun 1992 dan 1998, dan diperkirakan
sekitar 282 DAS dalam kondisi kritis (Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005) (Suratna &
Achmad, 2018). Kondisi DAS demikian tercermin dari luasnya lahan kritis di dalam
DAS di Indonesia yang diperkirakan meliputi luas 23.242.881 ha yang tersebar di dalam
kawasan hutan 8.136.646 ha (35%) dan di luar kawasan 15.106.234 ha (65%)
Departemen Kehutanan tahun 2001. Pada tahun 2011, total luas lahan kritis di Indonesia
dengan rincian kritis dan sangat kritis adalah 29,9 juta ha atau mengalami penurunan
dibanding kondisi tahun 2001 (Safitri et al., 2011). Data Direktorat Jenderal PDASHL
menunjukkan luas lahan kritis di Indonesia terus menurun. Tahun 2018, luas lahan kritis
tercatat seluas 14,01 juta hektar. Sebelumnya, pada tahun 2009 tercatat berada pada
angka 30,1 juta hektar, dan tahun 2014 seluas 27,2 juta hektar (31 Desember 2018,
siaran Pers nomor: SP. 728/HUMAS/PP/HMS.3/12/2018). Saat ini sebagian Daerah
Aliran Sungai di Indonesia mengalami kerusakan sebagai akibat dari perubahan tata
guna lahan, pertambahan jumlah penduduk serta kurangnya kesadaran masyarakat
terhadap pelestarian lingkungan DAS. Gejala Kerusakan lingkungan Daerah Aliran
Sungai (DAS) dapat dilihat dari penyusutan luas hutan dan kerusakan lahan terutama
kawasan lindung di sekitar Daerah Aliran Sungai. Kerusakan Daerah Aliran Sungai
(DAS) yang terjadi mengakibatkan kondisi kuantitas (debit) air sungai menjadi
fluktuatif antara musim penghujan dan kemarau. Selain itu juga penurunan cadangan air
serta tingginya laju sendimentasi dan erosi. Dampak yang dirasakan kemudian adalah
terjadinya banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Akibat
banyaknya jumlah DAS dan luasnya DAS yang harus dikelola memerlukan sumber
Prioritisasi Pengelolaan DAS Deli Menggunakan Metode AHP-SYI dan Fuzzy AHP-
SYI dalam Format GIS
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4109
daya dan biaya yang sangat besar, sementara keuangan tidak memcukupi, akibatnya
pengelolaan DAS kurang berjalan sebagaimana mestinya (Bali & Karale, 1977).
Penelitian ini meggunakan mikro DAS sebagai dasar prioritisasi pengelolaan DAS.
Kegiatan pemulihan DAS yang paling utama adalah dengan melestarikan tanah dan air
(Welde, 2016).
Metode AHP-SYI adalah metode yang menggunakan metode SYI berbasis pada
metode AHP (Analytic Hierarchy Process) (Saaty, 1980) menggunakan data spasial
GIS (Geographical Information System). Penelitian ini adalah penelitian lanjutan
dimana dalam penelitian awal sudah dilakukan berbasis pada metode AHP-SYI dan
penulis melanjutkan dengan lokasi yang sama menggunakan metode FAHP-SYI (Fuzzy
Analytic Hierarchy Process Sediment Yield Index) dimana hasil dari kedua metode ini
yaitu data peta prioritas pengelolaan Das Deli dan data peta lahan kritis di overlay
menggunakan perangkat lunak QGIS pada menu intersection dimana hasilnya berupa
luas lahan kritis dan posisi lahan kritis. FAHP-SYI adalah metode yang menggunakan
metode SYI berbasis pada metode FAHP ( Fuzzy Analytic Hierarchy Process) (Jaiswal,
Ghosh, Lohani, & Thomas, 2015) menggunakan data spasial GIS (Geographical
Information System). Data yang digunakan adalah data curah hujan, data jenis tanah,
data kemiringan lahan, data tata guna lahan, data vegetasi penutup tanah, data jaringan
sungai, data kerapatan sungai (drainage density) dan data batas DAS, proses
pengolahan data menggunakan bantuan software QGIS.
Beberapa tahun terakhir, alat untuk pemodelan proses pengambilan keputusan
telah meningkat secara signifikan, dan multi kriteria pengambilan keputusan (MCDA)
model secara luas dianggap alat yang sangat berguna untuk menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan (Javanbarg,
Scawthorn, Kiyono, & Shahbodaghkhan, 2012). AHP adalah suatu model keputusan
yang akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi
suatu hirarki (keputusan). Masalah yang kompleks dapat di artikan bahwa kriteria dari
suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria),struktur masalah yang belum jelas,
ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu
orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia. Menurut (Saaty, 1980), hirarki
didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks
dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan yang diikuti level
faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari
alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam
kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga
permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
Disamping kelebihan, AHP juga memiliki kelemahan yang bisa berakibat fatal
jika keliru dalam membahasnya. Ketergantungan model ini adalah inputnya berupa
persepsi seorang pakar akan membuat hasil akhir tidak berarti jika pakar memberikan
penilaian yang keliru. Hal ini terjadi karena belum adanya kriteria yang jelas untuk
seorang pakar, membuat orang sering ragu-ragu dalam menanggapi solusi yang
dihasilkan model ini. Karenanya untuk membuat AHP dapat diterima, perlu diberikan
Syafaruddin, Ahmad Perwira Mulia, Zaid Perdana Nasution
4110 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
batasan tegas dari seorang pakar serta meyakinkan masyarakat untuk menganggap
bahwa persepsi pakar itu dapat mewakili pendapat masyarakat, paling tidak sebahagian
besar masyarakat (Saaty, 1980).
Penelitian ini bertujuan untuk memprioritaskan mikro DAS dengan pendekatan
model SYI yang berbasis AHP dan Fuzzy Analitic Hierarchy Proces (FAHP).
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode AHP-SYI dibuat
dengan pendekatan multikreteria analysis. Dengan menggunakan metode Sediment
Yield index (SYI) dan mengadopsi proses Analytical Hierarchy Process (AHP) (Saaty,
1980) sebuah multikriteria pengambil keputusan teknik yang memungkinkan factor
subjectif dan objektif digunakan dalam proses pengambilan keputusan. AHP adalah
teori pengukuran untuk kreteria kuantitatif dan tidak berwujud yang telah diterapkan ke
berbagai bidang, seperti teori keputusan dan resolusi konflik. AHP-SYI yang
dikembangkan oleh (Memon, Patel, Bhatt, & Patel, 2020) untuk menghitung dengan
satuan tanpa dimensi yang membantu memberikan indeks zona hasil sedimen potensial
di suatu daerah. Daerah dengan nilai indeks yang sangat tinggi akan menjadi prioritas
yang paling utama. selanjutnya seluruh area penelitian secara kualitatif dibagi menjadi
lima zona potensial hasil sedimen berdasarkan rentang nilai AHP-SYI dalam domain
GIS.
Metode ini pada dasarnya menggunakan informasi Indeks Potensi Erosi (PEI) dan
Sediment Delivery Ratio (SDR), yaitu proporsi bahan tanah atau sedimen yang terlepas
dari sumbernya melalui aliran permukaan. PEI adalah satuan tanpa dimensi yang
membantu dalam pengindeksan zona erosi potensial di suatu daerah dan nilai indeks
yang lebih tinggi menunjukkan prioritas yang lebih tinggi. Rumus matematis dari AHP-
SYI ditunjukan dalam Persamaan (2.10) sebagai berikut:

  
 

……………………
Dimana, N adalah Number of Erosive Unit (EU), Ai adalah Area of ith EU, SDRi
adalah Sediment Delivery Ratio, PEIi adalah Potential Erosion Index.
Dengan memodifikasi persamaan 10, dimana proses perhitungan dengan AHP
dalam mencari bobot kreteria utama dirubah dengan menggunakan FAHP sehingga
persamaan dapat ditulis sebagai berikut:

  
 

……………………
Aw adalah Area of Sub Watershed yang dihitung menggunakan Persamaan (11).
Prioritisasi Pengelolaan DAS Deli Menggunakan Metode AHP-SYI dan Fuzzy AHP-
SYI dalam Format GIS
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4111


……………………………………
Data yang dipakai adalah data sekunder yang di peroleh dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pertanian RI dan Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Data-data tersebut berupa data curah
hujan bulanan DAS Deli tahun 2009 hingga 2018, Peta digital satuan jenis tanah,
tutupan lahan (landcover) didapat dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan
Hutan Lindung Wampu Sei Ular dan batas DAS Deli.
Gambar 1
Lokasi Penelitian
Hasil dan Pembahasan
1. Analytical Hierarchy Process (AHP)
Beberapa tahun terakhir, alat untuk pemodelan proses pengambilan keputusan
telah meningkat secara signifikan, dan multi kriteria pengambilan keputusan
(MCDA) model secara luas dianggap alat yang sangat berguna untuk menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan (Limbong et al.,
2020). AHP adalah suatu model keputusan yang akan menguraikan masalah multi
faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki (keputusan). Masalah
yang kompleks dapat di artikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu
banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat
dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta
ketidakakuratan data yang tersedia. Menurut (Manurung, Bramani, Ricky, &
Darmanto, 2018), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah
Syafaruddin, Ahmad Perwira Mulia, Zaid Perdana Nasution
4112 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama
adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke
bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang
kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur
menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur
dan sistematis.
Disamping kelebihan, AHP juga memiliki kelemahan yang bisa berakibat fatal
jika keliru dalam membahasnya. Ketergantungan model ini adalah inputnya berupa
persepsi seorang pakar akan membuat hasil akhir tidak berarti jika pakar memberikan
penilaian yang keliru. Hal ini terjadi karena belum adanya kriteria yang jelas untuk
seorang pakar, membuat orang sering ragu-ragu dalam menanggapi solusi yang
dihasilkan model ini. Karenanya untuk membuat AHP dapat diterima, perlu
diberikan batasan tegas dari seorang pakar serta meyakinkan masyarakat untuk
menganggap bahwa persepsi pakar itu dapat mewakili pendapat masyarakat, paling
tidak sebahagian besar masyarakat (Goepel, 2018).
Pendekatan dari AHP yaitu dengan membangun matrik perbandingan
berpasangan. Dimana Matrik perbandingan ini terdiri dari angka angka yang yang
berpasangan yang menunjukan skala penilaian. Skala penilaian dimulai dari 1-9 bisa
dilihat pada table 1 (Saaty, 1980).
Tabel 1
Penilaian Skala Saaty
Intensitas
Kepentingan
Definisi
1
Sama pentingnya
3
Agak lebih
penting
5
Lebih penting
7
Sangat penting
9
Sangat sangat
penting
2, 4, 6, 8
Nilai menengah
Sumber: (Saaty, 1980)
Prinsip dasar dalam pemecahan persoalan menggunakan analisis logis eksplisit,
menurut (Sasongko, Astuti, & Maharani, 2017), terdapat tiga prinsip yaitu: prinsip
menyusun hirarki, prinsip menetapkan prioritas dan prinsip konsistensi.
Prioritisasi Pengelolaan DAS Deli Menggunakan Metode AHP-SYI dan Fuzzy AHP-
SYI dalam Format GIS
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4113
a. Menyusun Hirarki, dengan menggambarkan dan menguraikan secara hirarki, yaitu
memecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah.
b. Menentukan Prioritas, berdasarkan atas perbedaan prioritas dan sintesis, yaitu
menetukan peringkat elemen-elemen menurut relative tingkat kepentingannya.
c. Konsistensi Logis, menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis
dan diperingkat secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
2. Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP)
Logika fuzzy diperkenalkan pertama kali oleh (Zevri, 2014) seorang peneliti di
universitas California di di Barkley dalam ilmu komputer. (Zevri, 2014) beranggapan
logika benar salah tidak dapat mewakili setiap pemikiran manusia, yang kemudian
dikembangkan logika fuzzy yang dapat mempresentasikan setiap keadaan atau
mewakili pemikiran manusia. Perbedaan antara logika biasa dengan logika fuzzy
terletak pada keanggotaan suatu elemen dalam suatu himpunan. Jika dalam logika
biasa suatu elemen mempunyai dua pilihan yaitu terdapat dalam himpunan atau
bernilai 1 yang berarti benar dan tidak pada himpunan atau bernilai 0 yang berarti
salah. Sedangkan dalam logika fuzzy, keanggotaan elemen berada di interval [0,1].
Metode FAHP mempunyai beberapa prinsip dasar yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah penentuan prioritas yaitu membuat hirarki, memberi
penilaian kriteria dan alternative, menentukan prioritas berdasarkan kriteria yang ada
dan konsistensi logis (Logical Consistency), tahapan dalam metode FAHP, yaitu:
a. Mengidentifikasi permasalahan yang akan diteliti.
Gambar 2
Struktur Hirarki FAHP
b. Membuat skema struktur hirarki seperti pada Gambar 2 yang diawali dengan
tujuan utama, kemudian memberikan kriteria penilaian, selanjutnya memberikan
beberapa pilihan alternatif.
c. Membuat matriks perbandingan fuzzy yang dapat berbentuk segitiga atau
trapezium (Afriani, Kusumastuti, & Prihandono, 2012), dan dapat dinyatakan
sebagai A ̅ = [ a ̅i,j] dalam bentuk matrik sebagai berikut:
[a ̅i,j] = i.j, βi.j, γi.j, δi.j| ……………………… (1)
Syafaruddin, Ahmad Perwira Mulia, Zaid Perdana Nasution
4114 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
Dimana i dan j adalah dari 1 sampai n.
Gambar 3
Fuzy Berbentuk Segitiga
(x - α) / (β – α) x ϵ [ α , β ],
μ
= (δ – x) / (δ – β) x ϵ [β , δ ],
0, sebaliknya
Gambar 4
Fuzzy Berbentuk Trapesium
(x - α) / (β – α) x ϵ [ α , β ],
μ
=
1, x ϵ [ α , γ ],
= (δ – x) / (δ – γ) x ϵ [γ , δ ],
0, sebaliknya
Anggota dari matrik fuzzy dapat digambarkan dengan α, β, γ, δ yang
merupakan empat bagian dari fungsi keanggotaan fuzzy sedemikian rupa sehingga
0 < α β γ δ. Jika
konsisten, fuzzy matrik = [
i,j
] akan konsisten juga
(Buckley 1985). Bobot fuzzy matrix dapat dihitung dengan metode mean
geometris atau metode λ
max
, dimana kedua metode ini memberikan hasil yang
mendekati untuk rasio konsistensi yang kecil. Nilai Eigenvector utama yang
dinormalkan, yang disebut vektor prioritas yang digunakan dalam λ
max
untuk
Prioritisasi Pengelolaan DAS Deli Menggunakan Metode AHP-SYI dan Fuzzy AHP-
SYI dalam Format GIS
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4115
menetapkan bobot pada parameter yang berbeda. Dalam penelitian ini, digunakan
metode mean geometris untuk menghitung bobot fungsi anggota fuzzy dengan
memakai persamaan sebagai berikut:
α
i
=


1/n dan α =

α
i.
n
i=1
………………………… (2)
β
i
=


1/n dan β =


n
i=1
…………………………()
γ
i
=


1/n dan γ =


.
n
i=1
………………………… (4)
δ
i
=


1/n dan δ =

δ
i.
n
i=1
………………………… (5)
Anggota fuzzy matrix dengan parameter berbeda di definisikan mengikuti
persamaan berikut:

i =
μ

=

δ

γ


β

α

………………………………
(6)
Metode centroid digunakan untuk men de-fuzzify fungsi keanggotaan untuk
menormalkan bobot semua parameter yang dipakai dalam analisis. Formula yang
digunakan untuk menormalkan bobot xi dari fungsi anggota μ(xi) antara limit
dari α dan "δ " (Prabha et al., 2021) adalah:
x
i=


δ



δ

………………………..… (7)
d. Menghitung Consistency Ratio (CR) dengan Persamaan (8):



…………………………… 
Dimana, CR adalah Consistency Ratio, CI adalah Consistency Index, RI
adalah Index Random Consistency
e. Menghitung konsistensi Indeks dengan menggunakan rumus Consistency Index
(CI), dengan Persamaan (9):

  
………………………………………
Dimana, λmax adalah nilai perkalian matriks yang paling maksimum, n
adalah jumlah elemen.
Nilai Indeks konsistensi (RI) tergantung pada ukuran matriks (n) telah
ditetapkan seperti ditunjukan pada Tabel 2.
Syafaruddin, Ahmad Perwira Mulia, Zaid Perdana Nasution
4116 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
Tabel 2
Nilai Index Random Consistency (RI) Menurut Saaty
Sedang menurut (Juliyanti & Mukhlash, 2011) nilai Indeks acak (RI) untuk
matrik perbandingan berpasangan fuzzy, seperti ditunjukkan Tabel 3.
Tabel 3
Nilai Indeks Random Consitency (RI) menurut Gogus dan Boucher
Sumber: Gogus dan Boucher (1998)
AHP SYI dan FAHP-SYI dengan 4 macam metode akan dibandingkan
hasilnya dengan cara memperbanding hasil secara langsung dan juga dengan
membandingkan hasil dari overlay dengan lahan kritis mana yang lebih mendekati
lokasi prioritas dengan lahan kritis. Dari hasil penelitian yang sudah ada, nilai
consistensi rasio terkecil biasanya paling mendekati.
a. Indeks Potensi Erosi (PEI)
Untuk menghitung nilai PEI digunakan data curah hujan, data tanah, data
kemiringan lereng, data kepadatan drainase, dan data tata guna lahan yang telah
diinterasikan ke dalam GIS. Bobot kreteria utama dihitung dengan metode AHP
dan FAHP. Bobot ini di kontrol berdasarkan consistensi rasio kecil 10 %. Untuk
bobot sub kreteria berdasarkan peringkat dan perangkingan yang kemudian
dinormalisasi menjadi nilai skor. Lapisan lapisan tematik berupa curah
hujan,tanah,kemiringan lereng, kepadatan drainase dan tutupan lahan diolah
perangkat lunak QGIS.
Selanjutnya parameter yang didapat dengan FAHP dan bobot yang didapat
melalui QGIS dengan menggunakan Persamaan (12) yang dimodifikasi dari
(Chowdary et al., 2013):











 



Dimana, S adalah Soil (tanah), SL adalah Slope (kemiringan lahan), LU
adalah Land Use (tutupan lahan (r, DD adalah Drainage Densitry dan R adalah
Rainfall. W adalah bobot normalisasi dari kriteria utama yang diperoleh melalui
FAHP dan wf adalah bobot normalisasi dari sub kriteria. Kisaran Nilai PEI
kontinyu dari unit yang berbeda dikelompokkan menjadi lima kelas berdasarkan
kisaran nilai standar deviasi dari distribusi PEI yang dinormalisasi, yaitu prioritas
sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan prioritas sangat tinggi sehingga seluruh
wilayah studi adalah kualitatif dan peta dihasilkan dari GIS
Ukuran Matriks (n)
3
4
5
6
7
8
9
10
Rasio Indeks Kons (RI)
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
Ukuran Matriks (n)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
RI
m
0
0
0.4890
0.7937
1.0720
1.1996
1.2874
1.3410
1.3793
1.4095
RI
g
1
2
0.1796
0.2627
0.3597
0.3818
0.4090
0.4164
0.4348
0.455
Prioritisasi Pengelolaan DAS Deli Menggunakan Metode AHP-SYI dan Fuzzy AHP-
SYI dalam Format GIS
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4117
b. Sediment Delivery Ratio (SDR)
Sediment Delivery Ratio (SDR) adalah fraksi erosi yang diangkut dalam
interval waktu tertentu dan didefinisikan sebagai ukuran dari efisiensi transportasi
sedimen, yang menjelaskan jumlah sedimen yang sebenarnya diangkut dari
sumber erosi ke titik pengukuran DAS dibandingkan dengan jumlah total tanah
yang tererosi di atas wilayah yang sama di titik itu (Lee & Kang, 2014). Banyak
faktor yang mempengaruhi dalam menghitung SDR. Menurut (Fryirs, 2013)
faktor yang mempengaruhi SDR adalah input hidrologi (terutama curah hujan),
karakteristik bentang alam (misalnya, vegetasi, topografi, dan tanah) dan interaksi
yang kompleks yang lain. Menurut (Asdak & Supian, 2018) yang mempengaruhi
SDR meliputi sumber sedimen yang berasal dari DAS, jarak sumber ke waduk,
system transport, tekstur partikel-partikel tanah yang tererosi, lokasi desposisi
sedimen, karakteristik DAS. Banyaknya faktor tersebut sangat sulit untuk
mengidentifikasi faktor dominan yang mepengaruhi besaran SDR di DAS.
Faktor-faktor yang menentukan nilai SDR adalah topografi, tutupan
vegetasi, kedekatan dengan aliran air dan jenis tanah terintegrasi dalam domain
GIS. Selanjutnya, setiap kategori pengiriman sedimen ditransformasikan menjadi
koefisien numerik yaitu rendah = 0,1, sedang = 0,4 dan tinggi = 0,8) menurut
(Chowdary et al., 2013) dan (Schultz, Straub, Kaminski, & Ebert, 2020).
Tabel 4
Faktor Sediment Delivery Ratio (SDR)
Sumber : Modifikasi dari Snell (1984) dalam (Chowdary et al., 2013)
3. Prioritisasi Mikro DAS Menggunakan Model AHPSYI dan FAHPSYI
Sesuai dengan Persamaan (10), nilai PEI yang didapatkan dari hasil
pengolahan dengan software QGIS persamaan (12) dikalikan dengan nilai SDR yang
didapat dan dikalikan dengan luasan daerah yang terbentuk pada daerah erosive unit.
Setelah itu dibagi dengan luasan area mikro DAS persamaan (11) Hasil ini adalah
nilai AHPSYI dan FAHPSYI. Selanjutnya, AHPSYI dan FAHPSYI dari semua
mikro DAS terintegrasi dalam GIS. Mikro DAS ini diprioritaskan berdasarkan nilai
FAHPSYI dengan menggunakan klasifikasi quantile yang dibagi dalam lima kelas,
Rendah
Sedang
Tinggi
Erodibilitas tanah sangat
rendah
Area yang tidak berada
pada daerah dengan
faktor rendah dan
tinggi
Daerah yang berjarak 100 m dari sungai
dan tidak terdapat faktor rendah
Erodibilitas tanah
rendah sampai dengan
tinggi dan berjarak 500
m dari sungai
Erodibilitas tanah sangat tinggi dengan
jarak 250 m dari sungai dan tidak
terdapat faktor rendah
Kawasan hutan dengan
kemiringan lahan < 10
%
Lahan kritis dengan kemiringan lahan >
10 % dan tidak terdapat faktor rendah
Sungai yang berada
dikawasan hutan
Kemiringan Lahan > 10 % dengan jarak
100m dan tidak terdapat faktor rendah
Syafaruddin, Ahmad Perwira Mulia, Zaid Perdana Nasution
4118 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
didapat kelas prioritas yang ditentukan yaitu prioritas sangat rendah, rendah, sedang,
tinggi, dan prioritas sangat tinggi.
4. Hasil
Tabel 5
Matrik Perbandingan AHP
KRITERIA
Tutupan
Lahan (LC)
Tanah (S)
Kemiringan
Lahan (SL)
Kerapatan
Sungai (DD)
Curah
Hujan (CH)
Tutupan
Lahan (LC)
1
6
4
3
5
Tanah (S)
1/6
1
1/3
1/5
2
Kemiringan
Lahan (SL)
1/4
3
1
1/3
3
Kerapatan
Sungai (DD)
1/3
5
3
1
4
Curah Hujan
(CH)
1/5
1/2
1/3
1/3
1
Sumber: Penelitian tahun 2021
Tabel 7
Fuzzy Matrik Perbandingan (Fungsi Segitiga) Triangular Function
KRITERIA
Tutupan
Lahan
(LC)
Tanah (S)
Kemiringan
Lahan (SL)
Kerapatan
Sungai (DD)
Curah
Hujan
(CH)
Tutupan
Lahan (LC)
[1,1,1,1]
[5,6,6,7]
[3,4,4,5]
[2,3,3,4]
[4,6,6,7]
Tanah (S)
[1,1,1,1]
[1/4,1/3,1/3,1/2,]
[1/6,1/5,1/5,1/4]
[1,2,2,3]
Kemiringan
Lahan (SL)
[1,1,1,1]
[1/4,1/3,1/3,1/2,]
[2,3,3,4]
Kerapatan
Sungai (DD)
[1,1,1,1]
[3,4,4,5]
Curah Hujan
(CH)
[1,1,1,1]
Sumber: Penelitian tahun 2021
Tabel 8
Fuzzy Matrik Perbandingan Trapezium Sempit (Narrow Trapezoidal)
KRITERIA
Tutupan
Lahan (LC)
Tanah (S)
Kemiringan
Lahan (SL)
Kerapatan
Sungai (DD)
Curah Hujan
(CH)
Tutupan
Lahan (LC)
[1,1,1,1]
[5,5.85,6.15,7]
[3,3.85,4.15,5]
[2,2.85,3.15,4]
[4,4.85,5.15,6]
Tanah (S)
[1,1,1,1]
[0.25,0.32,0.3
5,0.5]
[0.17,0.19,0.21,0.
25]
[1,1.85,2.15,3]
Kemiringan
Lahan (SL)
[1,1,1,1]
[0.25,0.32,0.35,0.
5]
[2,2.85,3.15,4]
Kerapatan
Sungai
(DD)
[1,1,1,1]
[3,3.85,4.15,8.5
]
Curah
Hujan (CH)
[1,1,1,1]
Sumber: Penelitian tahun 2021
Prioritisasi Pengelolaan DAS Deli Menggunakan Metode AHP-SYI dan Fuzzy AHP-
SYI dalam Format GIS
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4119
Tabel 9
Fuzzy Matrik Perbandingan Trapezium Menengah (Medium Trapezoidal)
KRITERIA
Tutupan
Lahan
(LC)
Tanah (S)
Kemiringan
Lahan (SL)
Kerapatan
Sungai (DD)
Curah Hujan
(CH)
Tutupan
Lahan (LC)
[1,1,1,1]
[4,4.85,6.15,7]
[2,2.85,4.15,5]
[1,1.85,3.15,4]
[3,3.85,5.15,6]
Tanah (S)
[1,1,1,1]
[1/4,1/3,1/2,1]
[1/6,1/5,1/4,1/3]
[0,0.85,2.15,3]
Kemiringan
Lahan (SL)
[1,1,1,1]
[1/4,1/3,1/2,1]
[1,1.85,3.15,4]
Kerapatan
Sungai (DD)
[1,1,1,1]
[2,2.85,4.15,8.5]
Curah Hujan
(CH)
[1,1,1,1]
Sumber: Penelitian tahun 2021
Tabel 10
Fuzzy Matrik Perbandingan Trapezium Lebar (Wide Trapezoidal)
KRITERIA
Tutupan
Lahan
(LC)
Tanah (S)
Kemiringan
Lahan (SL)
Kerapatan
Sungai (DD)
Curah Hujan
(CH)
Tutupan
Lahan (LC)
[1,1,1,1]
[4,4.6,6.13,7]
[2,2.6,4.13,5]
[1,1.6,3.13,4]
[3,3.6,5.13,6]
Tanah (S)
[1,1,1,1]
[1/4,1/3,5/8,1]
[1/6,1/5,2/7,1/3]
[0,0.6,2.13,3]
Kemiringan
Lahan (SL)
[1,1,1,1]
[1/4,1/3,5/8,1]
[1,1.6,3.13,4]
Kerapatan
Sungai (DD)
[1,1,1,1]
[2,2.6,4.13,8.5]
Curah Hujan
(CH)
[1,1,1,1]
Sumber: Penelitian tahun 2021
Matrik berpasangan dengan menggunakan metode AHP dan Fuzzy AHP fungsi
segitiga, trapesium narrow, trapezium medium dan trapezium lebar ditunjukkan Tabel 6,
table 7, table 8, Tabel 9, dan Tabel 10.
Tabel 11
AHP bobot final
KRITERIA
Tutupan
Lahan (LC)
Tanah
(S)
Kemiringan
Lahan (SL)
Kerapatan
Sungai (DD)
Curah
Hujan
(CH)
Bobot
0.464
0.073
0.141
0.263
0.058
Sumber: Penelitian tahun 2021
Tabel 12
Fuzzy Matrik Geometrik Mean dan Bobot Final Untuk Perbandingan Fungsi
Segitiga (Triangular Function)
KRITERIA
Fuzzy matrix of geometric
mean (r
i
)
Bobot relatif fuzzy matriks
(W
i
)
Bobot
final (W)
ɑi
βi
γi
δi
α
β
γ
δ
Syafaruddin, Ahmad Perwira Mulia, Zaid Perdana Nasution
4120 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
Tutupan Lahan
(LC)
2.605
3.245
3.245
3.845
0.308
0.473
0.473
0.708
0.467
Tanah (S)
0.395
0.467
0.467
0.596
0.042
0.068
0.068
0.110
0.069
Kemiringan
Lahan (SL)
0.725
0.944
0.944
1.217
0.086
0.138
0.138
0.224
0.139
Kerapatan
Sungai (DD)
1.431
1.821
1.821
2.268
0.169
0.265
0.265
0.418
0.266
Curah Hujan
(CH)
0.308
0.384
0.384
0.530
0.036
0.056
0.056
0.098
0.059
Sumber: Penelitian tahun 2021
Tabel 13
Fuzzy Matrik Geometrik Mean dan Bobot Final untuk Perbandingan Trapezium
Sempit (Narrow Trapezoidal)
KRITERIA
Fuzzy matrix of geometric
mean (r
i
)
Bobot relatif fuzzy matriks
(W
i
)
Bobot
final (W)
ɑi
βi
γi
δi
α
β
γ
δ
Tutupan Lahan
(LC)
2.605
3.152
3.335
3.845
0.308
0.445
0.502
0.708
0.467
Tanah (S)
0.359
0.450
0.484
0.596
0.042
0.064
0.073
0.110
0.069
Kemiringan
Lahan (SL)
0.725
0.909
0.980
1.217
0.086
0.128
0.148
0.224
0.139
Kerapatan
Sungai (DD)
1.431
1.760
1.882
2.268
0.169
0.248
0.283
0.418
0.266
Curah Hujan
(CH)
0.308
0.370
0.399
0.530
0.036
0.052
0.060
0.098
0.059
Sumber: Penelitian tahun 2021
Tabel 14
Fuzzy Matrik Geometrik Mean dan Bobot Final untuk Perbandingan Trapezium
Menengah (Medium Trapezoidal)
KRITERIA
Fuzzy matrix of geometric
mean (r
i
)
Bobot relatif fuzzy matriks
(W
i
)
Bobot
final (W)
ɑi
βi
γi
δi
α
β
γ
δ
Tutupan Lahan
(LC)
1.888
2.504
3.337
3.845
0.200
0.327
0.609
1.004
0.430
Tanah (S)
-
0.386
0.574
0.758
-
0.050
0.105
0.198
0.071
Kemiringan
Lahan (SL)
0.549
0.765
1.135
1.516
0.058
0.100
0.207
0.396
0.153
Kerapatan
Sungai (DD)
1.084
1.452
2.052
2.605
0.115
0.189
0.375
0.680
0.273
Curah Hujan
(CH)
0.308
0.370
0.566
0.699
0.033
0.048
0.103
0.182
0.074
Sumber: Penelitian tahun 2021
Tabel 15
Fuzzy Matrik Geometrik Mean Dan Bobot Final Untuk Perbandingan Trapezium
Lebar (Wide Trapezoidal)
KRITERIA
Fuzzy matrix of geometric
mean (r
i
)
Bobot relatif fuzzy matriks
(W
i
)
Bobot
final (W)
Prioritisasi Pengelolaan DAS Deli Menggunakan Metode AHP-SYI dan Fuzzy AHP-
SYI dalam Format GIS
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4121
ɑi
βi
γi
δi
α
β
γ
δ
Tutupan Lahan
(LC)
1.888
2.331
3.322
3.845
0.200
0.297
0.644
1.004
0.425
Tanah (S)
-
0.361
0.604
0.758
-
0.046
0.117
0.198
0.071
Kemiringan
Lahan (SL)
0.549
0.724
1.186
1.516
0.058
0.092
0.230
0.396
0.154
Kerapatan
Sungai (DD)
1.084
1.368
2.105
2.605
0.115
0.174
0.408
0.680
0.273
Curah Hujan
(CH)
0.308
0.372
0.645
0.699
0.033
0.047
0.125
0.182
0.077
Sumber: Penelitian tahun 2021
Tabel 16
Rekapan Hasil Perhitungan Bobot Kreteria Utama
KRITERIA
Tutupan
Lahan (LC)
Tanah (S)
Kemiringan
Lahan (SL)
Kerapatan
Sungai (DD)
Curah
Hujan (CH)
AHP Metode
0.464
0.073
0.141
0.263
0.058
FAHP
Trianggular
0.467
0.069
0.139
0.266
0.059
FAHP
Narrow
Trapezoidal
0.467
0.069
0.139
0.266
0.059
FAHP
Medium
Trapezoidal
0.430
0.071
0.153
0.273
0.074
FAHP Wide
Trapezoidal
0.425
0.071
0.154
0.273
0.077
Sumber: Penelitian tahun 2021
Perhitungan bobot kreteria utama dengan menggunakan metode AHP table 11 dan
perhitungan bobot kreteria utama dengan menggunakan metode geometric mean dan
mendapat bobot relative Fuzzy matrik yang kemudian di dapat bobot Final seperti yang
ditampilkan pada table 12, table 13, table 14 dan table 15. Rekapan hasil bobot kreteria
utama dapat dilihat pada table 16
Rasio konsitensi (CR) dihitung dengan mencari nilai Eigen max (λmax) yang
kemudian dihitung nilai consistenci index (CI), untuk metode didapat AHP 0.061 %,
dari matrik segitiga (triangular), trapezium sempit (Narrow trapezoidal), trapezium
menengah (Medium trapezoidal), dan trapezium lebar (Wide trapezoidal) AHP didapat
0.0627, 0.063, 0.058 dan 0.066. Dimana nilai CR terkecil didapat dari hitungan matrik
Fuzzy Medium trapezium sebesar 0.058 (5.8 %).
Tabel 17
Klasifikasi Nilai AHPSYI dan FAHPSYI
KELAS
PRIORITAS
Nilai Klasifikasi Menurut Metode
Fuzzyahpsyi
Ahpsyi
Wide
Medium
Narrow
Triangular
Syafaruddin, Ahmad Perwira Mulia, Zaid Perdana Nasution
4122 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
Sangat Rendah
0.012 - 0.040
0.120 - 0.041
0.012 - 0.040
0.012 - 0.040
0.012 - 0.040
Rendah
0.040 - 0.067
0.041 - 0.065
0.041 - 0.065
0.040 - 0.064
0.040 - 0.064
Sedang
0.067 - 0.095
0.065 - 0.093
0.065 - 0.092
0.064 - 0.091
0.064 - 0.091
Tinggi
0.095 - 0.124
0.093 - 0.124
0.092 - 0.118
0.091 - 0.118
0.091 - 0.119
Sangat Tinggi
0.124 - 0.168
0.124 - 0.168
0.118 - 0.161
0.118 - 0.161
0.119 - 0.161
Sumber: Penelitian tahun 2021
Pembagian lima kelas adalah berdasarkan klasifikasi quantile. Nilai AHPSYI dan
FAHPSY adalah perkalian antara indeks potensi erosi (PEI) dan sediment delivery ratio
(SDR) pada masing-masing erosive units yang dijumlahkan dan dibagi dengan luas
mikro DAS.
Hasil detail peta prioritas ditampilkan untuk FAHP medium pada tabel 19 dimana
luasan prioritas tinggi dan sangat tinggi mencapai 16.653 Ha (38.65%) dengan 21 mikro
DAS. Luasan lahan kritis dengan peta prioritas dipaparkan pada tabel 20, dimana
prioritas sangat tinggi dan tinggi yang terletak dilahan kritis 14.174.31 Ha (33.20 %).
Tabel 19
Prioritas Mikro DAS yang Metode FAHP Medium
No
Prioritas
Range
Kelas
Jumlah
Mikro DAS
Mikro DAS
Luas
(Ha)
%
1
Sangat
Tinggi
0,124
0,168
11
PT7, PT6, PT12, SM2, PT11,
PT3, PT5, PT4, PT15, SM4
dan PT8
8.466
19,65
2
Tinggi
0,093
0,124
10
SM1, SM5, PT9, PT2, BB5,
PT10, PT13, PT14, BK3 dan
PB7
8.187
19,00
3
Sedang
0,065
0,093
11
DL10, BB4, BK2, SS4, BK1,
DL4, PB3, PB6, PB4, PB1
dan DL8
10.620
24,64
4
Rendah
0,041
0,065
11
PT1, SS2, PB8, PB2, PB5,
BK4, DL1, SS5, PB9, DL2
dan DL3
10.136
23,52
5
Sangat
Rendah
0,012
0,041
10
BB3, DL7, SM3, DL9, DL5,
DL6, BB2, SS1, SS3 dan
BB1
5.683
13,19
Sumber: Penelitian tahun 2021
Kesimpulan
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan untuk mengevaluasi Lahan Kritis
yang disebabkan oleh erosi sedimen dengan teknik Penginderaan jauh (RS), GIS,
MCDA (Multi Kreteria Decision Analisis) dengan DAS Deli di Provinsi Sumatera
Utara sebagai studi kasus. Penggunaan model AHPSYI dan Fuzy AHPSYI dalam
domain GIS spasial untuk analisis konvergen dari data multi kreteria dalam pembuatan
peta prioritas DAS Deli. Dalam penelitian ini peta prioritas DAS di overlay dengan data
lahan kritis lokasi yang diamati. Dalam pendekatan yang diusulkan, lapisan tematik dan
Prioritisasi Pengelolaan DAS Deli Menggunakan Metode AHP-SYI dan Fuzzy AHP-
SYI dalam Format GIS
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4123
kreteria terkait diberi bobot yang sesuai dengan skala 1-9 Saaty, menurut kepentingan
relatifnya dari sudut pandang potensi hasil sedimen bobot yang dinormalisasi diperoleh
dengan metode FAHP dengan metode mean geometris dan metode centroid untuk de-
fuzzyfication fungsi. Dari hasil overlay dengan peta lahan kritis, didapat luas 38.00 %
kesesuaian peta lahan kritis (Kritis dan Sangat Kritis) dengan luas daerah prioritas tinggi
dan sangat tinggi atau 81.30 % terhadap keseluruhan peta lahan kritis dengan metode
fuzzy AHP medium trapezoidal.
Syafaruddin, Ahmad Perwira Mulia, Zaid Perdana Nasution
4124 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
BIBLIOGRAFI
Afriani, Anastasia Tri, Kusumastuti, Nilamsari, & Prihandono, Bayu. (2012). Metode
simpleks fuzzy untuk permasalahan pemrograman linear dengan variabel
trapezoidal fuzzy. Bimaster, 1(01). Google Scholar
Asdak, Chay, & Supian, Sudradjat. (2018). Watershed management strategies for flood
mitigation: A case study of Jakarta’s flooding. Weather and Climate Extremes, 21,
117122. Google Scholar
Bali, Y. P., & Karale, R. L. (1977). A sediment yield index as a criterion for choosing
priority basins. IAHS-AISH Publication, 122, 180188. Google Scholar
Chowdary, V. M., Chakraborthy, D., Jeyaram, A., Murthy, Y. V. N. Krishna, Sharma, J.
R., & Dadhwal, V. K. (2013). Multi-criteria decision making approach for
watershed prioritization using analytic hierarchy process technique and GIS. Water
Resources Management, 27(10), 35553571. Google Scholar
Fryirs, Kirstie. (2013). (Dis) Connectivity in catchment sediment cascades: a fresh look
at the sediment delivery problem. Earth Surface Processes and Landforms, 38(1),
3046. Google Scholar
Goepel, Klaus D. (2018). Implementation of an online software tool for the analytic
hierarchy process (AHP-OS). International Journal of the Analytic Hierarchy
Process, 10(3). Google Scholar
Jaiswal, R. K., Ghosh, Narayan C., Lohani, A. K., & Thomas, T. (2015). Fuzzy AHP
based multi crteria decision support for watershed prioritization. Water Resources
Management, 29(12), 42054227. Google Scholar
Javanbarg, Mohammad Bagher, Scawthorn, Charles, Kiyono, Junji, &
Shahbodaghkhan, Babak. (2012). Fuzzy AHP-based multicriteria decision making
systems using particle swarm optimization. Expert Systems with Applications,
39(1), 960966. Google Scholar
Juliyanti, Mohammad Isa Irawan, & Mukhlash, Imam. (2011). Pemilihan Guru
Berprestasi Menggunakan Metode AHP dan TOPSIS. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri
Yogyakarta, 14. Google Scholar
Lee, S. E., & Kang, S. H. (2014). Geographic information system-coupling sediment
delivery distributed modeling based on observed data. Water Science and
Technology, 70(3), 495501. Google Scholar
Limbong, Tonni, Muttaqin, Muttaqin, Iskandar, Akbar, Windarto, Agus Perdana,
Simarmata, Janner, Mesran, Mesran, Sulaiman, Oris Krianto, Siregar, Dodi,
Nofriansyah, Dicky, & Napitupulu, Darmawan. (2020). Sistem Pendukung
Keputusan: Metode & Implementasi. Yayasan Kita Menulis. Google Scholar
Prioritisasi Pengelolaan DAS Deli Menggunakan Metode AHP-SYI dan Fuzzy AHP-
SYI dalam Format GIS
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4125
Manurung, Hakim, Bramani, Resi, Ricky, Immanuel, & Darmanto, Darmanto. (2018).
Pengaruh literasi keuangan terhadap intensi berinvestasi dengan moderasi self
regulatory focus. Indonesian Business Review, 1(1), 5160. Google Scholar
Memon, Nimrabanu, Patel, Dhruvesh P., Bhatt, Naimish, & Patel, Samir B. (2020).
Integrated framework for flood relief package (FRP) allocation in semiarid region:
a case of Rel River flood, Gujarat, India. Natural Hazards, 100(1), 279311.
Google Scholar
Prabha, S. Krishna, Hema, P., Sangeetha, S., Sreedevi, S., Guhan, T., & Pillai, Mr
Vinay Jha. (2021). Unbalanced FTP with Circumcenter of Centroids and Heuristic
Method. Annals of the Romanian Society for Cell Biology, 56725684. Google
Scholar
Saaty, T. L. (1980). The Analytic Hierarchy Process Mcgraw Hill, New York.
Agricultural Economics Review, 70. Google Scholar
Safitri, Myrna A., Muhshi, Muayat Ali, Muhajir, Mumu, Shohibuddin, Muhammad,
Arizona, Yance, Sirait, Martua, Nagara, Grahat, Moniaga, Sandra, Berliani, Hasbi,
& Widawati, Emila. (2011). Menuju kepastian dan keadilan tenurial. Google
Scholar
Sasongko, Aji, Astuti, Indah Fitri, & Maharani, Septya. (2017). Pemilihan Karyawan
Baru Dengan Metode AHP (Analytic Hierarchy Process). Google Scholar
Schultz, Rachel, Straub, Jacob, Kaminski, Marissa, & Ebert, Abbie. (2020). Floristic
and Macroinvertebrate Responses to Different Wetland Restoration Techniques in
Southeastern Wisconsin. Wetlands, 40(6), 20252040. Google Scholar
Suratna, Rosyida Wongso, & Achmad, Achmad. (2018). Politik Hukum Dalam
Pembentukan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Badan Pembinaan
Ideologi Pancasila. Res Publica, 4(1), 7791. Google Scholar
Welde, Kidane. (2016). Identification and prioritization of subwatersheds for land and
water management in Tekeze dam watershed, Northern Ethiopia. International Soil
and Water Conservation Research, 4(1), 3038. Google Scholar
Zevri, A. (2014). Analisis Potensi Resiko Banjir pada DAS yang Mencakup Kota Medan
dengan Sistem Informasi Geografis. Tesis Master Prodi S2 Teknik Sipil USU.
Google Scholar
Copyright holder:
Syafaruddin, Ahmad Perwira Mulia, Zaid Perdana Nasution (2021)
First publication right:
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
Syafaruddin, Ahmad Perwira Mulia, Zaid Perdana Nasution
4126 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
This article is licensed under: